Berjuang Dari Rasa Sakit!

Dhe Wie S
Chapter #1

BAB 1

Rasanya masih segar di dalam ingatan Nara tentang perpisahan dengan suaminya beberapa tahun lalu. Luka di hatinya masih terasa perih. Namun, perempuan berlesung pipi itu tidak pernah menyerah untuk mencari kebahagiaan. Nara yakin bahwa di luar sana, ada belahan jiwanya yang lain, seseorang yang akan mengisi kekosongan hati dan membantunya membesarkan Rania.


“Nara, kamu lihat gak laki-laki dengan kaos putih berkerah itu? Namanya Amar,” tanya Viola pada Nara sambil menunjuk ke sebelah kanan di ujung kafe.


“Terus?” Nara pun balik bertanya.


“Dia teman dekat pacarku. Orang tajir, tapi udah punya dua anak.” Vio berbisik.


“Terus?”


“Ah, kamu kaya kernet aja, terus-terus mulu.”


“Lah, kamu yang ngomongnya setengah-setengah. Iya terus maksudnya apa kamu ngasih tau aku?” tanyanya kali ini bernada serius.


“Aku mau kenalin kamu sama dia, karena se---“


“Sepertinya kamu butuh diobati. Masa iya aku harus goda suami orang. Amit-amit, Vi.”


“Bukan itu maksudku, Nara! Dia sekarang lagi ngurus-ngurus surat perceraian. Amar itu calon duda keren dengan bonus tajir melintir,” jelas Viola berapi-api.


“Gak tau ah. Serah kamu aja, Vi.” Nara menyeruput es caramel latte yang hampir tandas.


Nara bertemu Amar di sebuah kafe milik keluarga Viola. Dia sahabat Nara sejak dari bangku sekolah yang tinggal tidak jauh di daerah Ciputra. Nara pun sedang main membawa serta Rania.


“Rania mau roti panggang? Tante Viola yang traktir.” Viola melancarkan aksi rayuan pada Rania yang senang dengan roti.


“Mau, Tante.”


Tidak lama kemudian, laki-laki bernama Amar menghampiri mereka bersama pacar Viola. Pertemuan mereka sore itu seketika menjadi akrab. Sikapnya pada Rania pun begitu hangat.


“Halo, Gadis Cantik. Siapa nama?” tanya Amar pada gadis kecil di samping Nara.


“Rania, Om.”


Akhirnya, roti dan juga makan malam mereka berlima dibayarkan oleh Amar. Bahkan, Rania diberinya uang jajan yang belum pernah ayahnya berikan sebanyak itu dulu pada Rania.


“Jangan, Bang. Itu gede banget uangnya buat anak kecil,” tegas Nara. Perempuan muda anak satu itu merasa tidak enak hati karena baru mengenalnya. Namun, Amar memaksa. Uang sebesar tiga ratus ribu di taruhnya di dalam tas Rania.


“Makasih banyak, ya, Om.” Rania tampaknya senang.


“Iya, sama-sama cantik. Simpan, ya, janganlah kamu kasih Mama, nanti dipakainya buat beli bedak.” Amar berseloroh. Rania pun tertawa. Nara melihat mereka begitu sangat bahagia.


Nara dan Amar sempat bertukar nomor telepon. Setelah itu, selama tiga minggu Nara tidak pernah lagi mendengar kabar Amar. Dia juga tidak ada menghubungi Nara. Perempuan penyuka warna putih itu tidak berani untuk memulai, walaupun hanya sekadar bertanya kabar.


Hingga di hari ke-28, Amar menelepon Nara. Hatinya berdegup kencang. Orang yang hampir satu bulan hilang komunikasi sejak pertemuan pertama mereka, kini menghubungi Nara lebih dulu.

Lihat selengkapnya