Berjuang di tanah rantau

Bentang Pustaka
Chapter #1

Menembus Keterbatasan dengan Kesungguhan dan Keikhlasan. Oleh: Juwanna Soetomo

Kerja sama yang manis ini awalnya bermula dari sebuah perbincangan singkat antara tim majalah Iqro—yang berada di bawah naungan Dompet Dhuafa Hong Kong—dengan Mas Ahmad Fuadi. Saat itu Mas Ahmad Fuadi tengah berkunjung di Hong Kong dalam rangka pemutaran film Negeri 5 Menara untuk masyarakat Indonesia di Hongkong, yang mayoritas adalah Buruh Migran Indonesia (BMI) atau bahasa merakyatnya adalah TKW. Pada event tersebut, majalah Iqro didapuk sebagai penyelenggara event merupakan salah satu media dakwah yang dikelola oleh para BMI, didistribusikan oleh para BMI, di jual kepada BMI, dan hasil keseluruhannya dikembalikan untuk pemberdayaan para BMI. Pemberdayaan tersebut mewujud dalam bentuk bantuan tempat tinggal sementara (shelter) hingga bantuan hukum untuk teman-teman BMI yang mendapat masalah selama di tanah rantau, khususnya di Hong Kong.

Kala itu, kami riuh bercerita tentang semangat menulis para perantau di luar negeri. Tak diduga, pembicaraan kami waktu itu ternyata membuahkan sebuah rencana untuk mengabadikan tulisan-tulisan para perantau di luar negeri, termasuk para BMI sendiri. Alhamdulillah, setelah melalui berbagai proses yang cukup panjang, buku yang kami gadang-gadang ini akhirnya bisa sampai kepada Anda, pembaca sekalian.

Hidup di tanah rantau memang bukan perkara mudah. Kami, tim majalah Iqro, juga berusaha keras mewujudkan mimpi di sini. Mengurus sebuah majalah dengan oplah 6.000 sampai 8.000 eksemplar tiap bulan bukannya tanpa perjuangan. Terlebih lagi seluruh tim yang terdiri atas pemimpin redaksi, kontributor, akuntan, dan distributor, berstatus BMI yang tinggal di rumah majikan. Proses pengerjaan majalah pun terpaksa mengambil waktu luang di luar jadwal kerja utama.

Kami biasanya berjibaku pada malam hari, setelah jam istirahat antara pukul 22.00 hingga larut malam. Merelakan waktu tidur adalah hal yang biasa. Apalagi saya, sebagai pemimpin redaksi, tidak hanya bertugas menulis artikel, tetapi juga menyaring naskah, mengedit, membuat schedule, berkomunikasi dengan para pengisi rubrik tetap, berurusan dengan percetakan, memantau proses cetak, hingga mengecek hasil cetak majalah untuk dipasarkan.

Bagi kami, hari terbit majalah adalah hari kebersamaan. Semua pihak mulai dari tim majalah, para sahabat yang berada di shelter, hingga para relawan di Dompet Dhuafa Hong Kong, bahu-membahu menyalurkan majalah kepada para distributor yang juga para BMI. Waktu terbit kami ambil pada Minggu karena bertepatan dengan hari libur. Jadi, hari libur bagi kami bukanlah waktu untuk istirahat atau bersenang-senang, melainkan hari dengan ekstra kegiatan dan jadwal padat dari subuh sampai malam. Selepas “kerja keras” itu, kami pun kembali pulang ke rumah sang majikan.

Lihat selengkapnya