BERLIAN DALAM LUMPUR

Gevi E Setiasari
Chapter #2

Pertemuan#2

Disudut ruang Perpustakan Daerah nampak Kanza sedang asyik membaca buku yang akan dia gunakan untuk bahan referensi kuliah yang dosennya Pak Hasan. Dosen yang memintanya menjadi asisten. Karena kondisi kesehatan beliau yang membutuhkan asisten untuk menghandle kelas ketika beliau berhalangan hadir untuk chek-up.

“Hallo?” Seorang laki-laki menyapanya dengan ramah.

Kanza masih terdiam karena fokus membaca buku. Sampai pada akhirnya lelaki itu meletakkan buku di depan Kanza hingga membuatnya terkejut.

“Ehh...Maaf sambil menggeser buku yang bertumpukan dimeja baca” Kanza terkejut atas kehadiran lelaki itu.

“Maaf megejutkan. Habis dari tadi disapa diam aja.” Protes lelaki itu, langsung menarik kursi.

“Iya, maaf ada yang bisa dibantu?” Sahut Kanza sembari membenahi posisi duduknya.

“Santai aja kali gak usah serius juga.” Senyum tipis “Aku Aldy, Mahasiswa angkatan 2011.”

Dengan PD-nya lelaki itu mengulurkan tangannya pada Kanza.

Menyambut uluran tangan itu “Kanza” sambil tersenyum.

“Kamu sering kayak gini?”

“Iya?” nada bingung dengan pertanyaan Aldy tersebut.

“Iya, kamu sering duduk sendiri diujung kayak gini?”sahutnya ketus.

“Ohh itu, iya.”

“Irit betul jawabnya. Kamu kuliah?”

“Iya.”

“Udah gitu aja?” semakin kesal dengan jawaban Kanza. Aldy pun bangkit dari duduknya dan berlalu tanpa memberikan salam perpisahan dengan Kanza.

Kanza tak menjawab sepatah katapun. Meladeni Aldy hanya akan membuang waktunya. Baginya waktu begitu berharga. Kemudian Kanza melanjutkan membaca untuk persiapan pertemuan mata kuliah filsafat psikologi pak Hasan esok hari.

“Assalamualaikum.” Ucap Kanza begitu memasuki pintu rumahnya.

“Kok sepi, ibu!” menyusuri lorong rumah menuju dapur.

“Bu...?” Assalamualaikum...Sedang apa?”Tanya Kanza pada ibunya yang erlihat lesu disudut dapurnya.

“Waalaikumsalam, dek sudah pulang?” Ibu terlihat gugup sembari menyeka air matanya yang tak sengaja terlihat oleh Kanza.

“Ibu ada masalah? Kenapa Ibu menangis?” Masih dengan kecemasan

“Ibu tidak apa dek, hanya lelah saja.”berlalu meninggalkan Kanza menuju meja makan.

“Bu,, kapan mbk Ririn pulang?” Kanza meraih badan kursi meja makan.

“Masih belum tau karena masih sibuk urus skripsinya sama mas Rama juga”

“Loh mas Rama jadi lanjut skripsi bu?” Tanya Kanza penasaran.

“Iya, Mbakmu memaksa untuk segera menyelesaikan kuliahnya jangan ambil cuti. Nanti mbakmu yang bantu.”

“Oww.... berutungnya mbak Ririn ketemu sama mas Rama yang baik, patuh setia pula, hahaha “

“Iya alhamdulilah dek.”

“Padahal kan mbak Ririn itu judes, kok mau ya mas Rama?” Goda Kanza pada ibuya.

”Husst ...... kamu dek, jangan bilang gitu ahh... bersyukur ada lelaki yang siap menerima mbakmu dengan segala kekurangannya. “

“Iya iya ibuku sayang” Tersenyum seraya menggoda ibunya

“Kamu sendiri gimana dek? Sudah punya pacar?”

“Ak mah santai bu, kalo ada yang mau serius ya langsung nikah aja males pacar-pacaran” beranjak meninggalkan ibu yang masih terduduk di meja makan.

“Kanza kanza..kamu memang beda.” Gumam ibu tersenyum

Bukan soal tidak punya pacar tapi aku memang enggan untuk membuka hati. Melihat beberapa sahabatku yang berpacaran dan akhirnya patah hati rasanya hatiku pun ikut ngilu. Entah terlalu takut patah hati atau aku yang terlalu sibuk dengan target sukses diusia muda. Yaahhh itulah cita – citaku sejak dulu, kuingin mengangka tderajat orang tuaku.

Lihat selengkapnya