BERLIAN DALAM LUMPUR

Gevi E Setiasari
Chapter #9

Positif#9

Masih bingung mengingat satu persatu kejadian kala camping, masih tidak menemukan kata kuncinya. Bisa- bisa aku stress kalau masih dalam kondisi seperti ini. Sebulan sudah, sejak saat itu aku tak lagi bertemu dengan Aldy. Setelah kejadian itu seolah hilang ditelan bumi.

“Akhirnya kelar juga pembekalan kita.” Keluh Wina

“Panas banget yaa, Nge es enak nih Win, yuk ke warung depan.” Aku begitu antusias

“Za,,, Kanza, sebentar jangan buru – buru dong.”

“Minunya pelan – pelan Za, udah gak beraturan gini minummu kayak orang nyidam aja. Hahha”

“Aahhhh, ngawur kamu Win.”

Tapi bebrapa hari ini nafsu makanku memang meningkat, terlebih dengan yang asem – asem apa bener yang dibilang Wina. Astaga kenapa aku berpikir sepperti ini. Sampai bulan ini aku juga belum datang bulan.

“Za... kemarin aku ketemu Aldy.”

“Aldy?”

“Iya, Aldy dia nanyain kabarmu, masak dia tiba – tiba tanya Kanza udah datang bulan belum win. Apa coba maksudnya” Kesal

Aku semakin ragu dengan dugaan ini, apa malam itu Aldy sengaja melakukannya terhadapku.

“Za,, Kanza..kamu kok diem sih, dengerin aku nggak sih Za?”

“Win, tolong beresin ya aku lupa harus pulang lebih cepet. “ berlari

Pernyataan Wina seakan memberikanku Klu tentang kecemasanku belakangan ini, kuhitung dengan teliti jdwal datang bulanku, mencari tahu penyebab tidak datang bulan di google, naahhh ketemu...

Tanda – tanda hamil salah satunya tidak datang bulan.

Kenapa yang muncul harus keterangan itu. Apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Kupandangi bentuk tubuhku didepan cermin, memang berubah lebih berisi dari sebelumnya padahal aku paling sulit menggemukkan badan.

“Aku harus cek secepatnya, biar nggak mati karena penasaran.” Gumamku

Secepatnya ku langkahkan kaki menuju apotik dan membeli alat tes kehamilan. Karena aku belum menikah ku gunakan alibi diminta kakaku untuk membelinya. Semoga hasilnya negatif.

                ====================== II ===================

Lemas, tubuhku seperti tak bertulang nafasku terengah, tak percaya dengan hasil yang ku lihat. Apa yang sudah ku lakukan sampai ini terjadi. Seharian aku tak keluar kamar, tak juga berangkat ke kampus. Aku menghakimi diriku sendiri, menyesali segala yang tlah terjadi bahkan aku sampai membenci diriku.

Emosiku memuncak dikala mengingat saat ini aku berada dititik tertinggi dimana prestasi kuraih, orang tua yang begitu membanggakanku, diusia mudaku aku dapat melakukan hal positif dan membanggakan. Tapi kini semua sirna bak terbawa banjir, tak menyisakan bahagia sedikitpun.

“Dek, makan dulu yaa.”

“Ibu....” aku berlari memeluknya, air mataku pecah dalam dekapan Ibu tak ada kata yang dapat ku sampaikan. Aku hanya meminta maaf sembari mengencangkan pelukanku pada ibuku.

“Maaf bu.” Nadaku tersedu

“Kenapa dek?” Ibu mencoba melepaskan pelukanku, namun aku mempererat dekapanku.

Lihat selengkapnya