Pradnya baru akan memejamkan matanya menjelang dini hari. Itu karena kafein yang ditenggaknya sore tadi, atau bisa juga karena pikirannya berkeliaran ke sana ke mari. Seperti monyet berlompatan dari satu pohon ke pohon lain.
Dihabiskannya energinya untuk menggulir media sosial. Dari Instagram, beralih ke Twitter. Bosan di Twiter dia membuka Tiktok. Muak dengan Tiktok, Pradnya memelototi Facebook.
Kadang tak tahan juga dikunjunginya akun Instagram Pak Theo. Ia mencari-cari sosok Bu Erika di antara foto-foto yang diupload Pak Theo. Barangkali, pada suatu momen, mereka tertangkap kamera sedang saling menatap mesra.
Namun, sampai matanya juling, Pradnya tak menemukan apa yang ia cari. Foto Bu Erika tak ada di sana.
"Pintar juga mereka menyembunyikan hubungan selama ini," gumam Pradnya. "Padahal kan aku satu kampus dengan mereka, tetapi kenapa sampai tak tahu kalau dua orang itu pacaran?"
Kemudian Pradnya memutar matanya. Mulai berpikir dalam-dalam.
"Ya, itu mungkin karena aku hanya tutor freelance di Language Center. Aku kan hanya datang kalau ada kelas. Wajar aja aku nggak tahu perkembangan gosip di kampus."
Pradnya mematikan ponselnya dan naik ke atas ranjang. Ia bersiap untuk tidur tak peduli suasana hati yang buruk akan membuatnya bermimpi ngeri.
Benar saja, keesokan paginya, eh bukan, keesokan siangnya, sebab kejadiannya hampir pukul 12, Pradnya meracau dalam tidurnya.
Pradnya bermimpi tengah berdiri di depan sebuah pintu. Mulanya, ia mengetuk pintu itu pelan.
"Tok. Tok. Tok."
Daun pintu terkuak separuh. Pradnya melihat seraut wajah muncul dari baliknya.
"Papa...!" jeritnya mulai histeris. "Pak Theo..."
Saat Pradnya akan kembali membuka mulut untuk memanggil-manggil Pak Theo, pintu telah ditutup dengan kasar. Brak!!
Dengan air mata berurai, Pradnya pun menggedor-gedor pintu itu dengan sekuat tenaga. Dok! Dok! Dok! Dok!
Dok! Dok! Dok!
"Tetangga, buka pintunya!"
Sebentar, ini mimpi atau nyata?