Bersalah Sebelum Bernapas

Temu Sunyi
Chapter #6

Tangisan yang Kutahan Demi Mereka




Pernah sekali, hanya sekali, aku merengek. Aku ingin seperti teman-temanku.

Ingin punya seragam baru, sepatu baru, dan tas tanpa sobek di sudutnya.

Aku bilang itu pada Bapak dan ibu—dua orang manusia yang sudah terlalu sering menelan pil pahit kehidupan.

Bapak tidak menjawab. Tidak menolak, tidak menghardik, tidak menghibur.

Ia hanya diam...

dan air mata itu turun begitu saja, seperti hujan yang tak diberi aba-aba.

Ibuku mengangguk. Pelan, lirih, seperti menerima kesalahan yang bahkan bukan miliknya.

Lalu malam itu, mereka tak makan. Aku tahu. Tapi mereka tak pernah mengaku.

Sejak saat itu, aku jadi anak bodoh yang belajar menjadi pintar.

Bukan pintar dalam pelajaran, tapi pintar menyembunyikan keinginan.

Pintar menahan tangis.

Lihat selengkapnya