Hari yang ditunggu tiba, aku resmi menjadi mahasiswa. Melangkahkan kaki menuju Universitas yang sebenarnya tidak didamba, juga jurusan yang sebenarnya tak terlalu kuharapkan. Tapi aku tau ini tantangan dari-Nya, aku pasti mampu melewatinya.
Jarak rumah ke kampus tidak terlalu jauh, cukup dengan berjalan kakipun sampai. Aku berangkat bersama Gamal, yang kini menjadi ketua angkatan, juga Arifin yang kini menjadi koordinator mahasiswa. Kami melangkah bersama. Ospek Universitas dikenal dengan sebutan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK). Hari itu aku berdiri dihadapan 6000 mahasiswa baru sebagai perwakilan Suku Sunda.
Selanjutnya, Ospek fakultas atau yang dikenal dengan Masa Pengenalan dan Pendampingan (MAPPING). Jujur saja, sebelum aku mengenal teman-teman dari jurusanku, aku justru lebih dahulu mengenal teman-teman fakultas yang mayoritas lintas jurusan. Beberapa orang dari jurusan matematika, kimia, biologi, agroteknologi, informatika, juga teknik elektro. Aku sering tak hadir, karena bentroknya jam kuliah dengan jam mentoring.
Suatu hari aku mengikuti mentoring yang ternyata hingga larut malam. Aku diantar oleh Deden, dia mahasiswa teknik elektro. Meski hanya sampai depan gerbang kampus, karena arah yang berbeda, lagipula jarak kampus kerumah kan dekat. Dia yang mungkin akan sering kuceritakan setelah ini. Belum sempat aku terlelap, ada notifikasi menghampiri WhatsApp. Ternyata dari Deden, ia menanyakan tugas praktikum fisika dasar, aku mencoba menjawab semampuku.
Perkuliahan sudah dimulai, dan aku belum merasakan bagaimana sensasi ospek jurusan yang orang lain ceritakan. Praktikum pun dimulai, namun jas laboratorium yang aku pesan pada kakak tingkat belum juga dibagikan. Aku meminjam di grup mentoring MAPPING. Deden bersedia meminjamkan jas laboratoriumnya padaku. Kebetulan kita praktikum dihari yang sama yaitu hari Senin, dengan jam yang berbeda, aku sebelum dzuhur, dan dia setelah dzuhur.
Awalnya aku menjanjikan akan bertemu di fakultas, namun karena terburu-buru aku segera ke gedung laboratorium. Deden bagai ksatria bagiku, ia rela dari ruang kelas lantai 4 fakultas, mengantarkan jas laboratoriumnya ke lantai 4 laboratorium. Aku hanya mengucapkan terimakasih padanya,
“Cie Nina dapet pinjaman jas laboratorium dari siapa tuh?” ledek Sarah. Dia sahabat pertama yang aku temui dijurusan, dan kita menjadi sangat akrab karena satu kelompok dalam praktikum.
“Dari temen mentoring, anak elektro”. Jawabku.
Senin selanjutnya aku masih belum mendapatkan jas laboratorium, sudah kucoba menanyakan pada kakak tingkat, namun jawaban yang kuterima masih sama, yaitu dalam tahap produksi. Aku dikelas menjadi bendahara, itu yang menjadikan jas laboratorium menjadi tanggung jawabku karena aku dan kakak tingkat yang bertransaksi langsung.
---
Aku meminjam jas laboratorium lagi pada Deden, dan dia melakukan hal yang sama padaku, meninggalkan kelas hanya untuk meminjamkan jas laboratoriumnya padaku, padahal aku yang butuh, tapi dia yang mengantarkannya. Hingga di Senin yang ketiga, Sarah terus saja meledekku.
“Nin, kamu ga peka ya? Dia rela dari lantai 4 fakultas ke lantai 4 laboratorium, cuma minjemin jas laboratorium doang, mana ada cowok yang rela ngelakuin hal kaya gitu, kalo dia ngga suka sama ceweknya” celoteh Sarah.
“Udah deh Sar, gausah jadi kompor”. Tukasku.
--
Bulan September sangat padat, terlebih ospek fakultas yang berjangka dua bulan, berbeda dengan ospek universitas yang hanya berkisar tiga hari. Tak terasa Bulan Oktober tiba, Deden ulang tahun. Aku awalnya enggan mengucapkan selamat ulang-tahun padanya. Namun karena ingat perjuangannya, aku memberanikan diri untuk mengirim pesan chat melalui Whatsapp padanya.
“Assalamualaikum Den, barakallah fi umurik, oiya aku gaakan pinjem jas laboratorium lagi sama kamu, soalnya punyaku sudah ada, terimakasih ya kemarin-kemarin kamu mau minjemin ke aku”.
“Walaikumsalam Nina, aamiin makasih ya, ditunggu kue bolunya, haha. Gantian ya kamu yang pinjemin jas laboratorium ke aku, biar kamu tahu gimana rasanya bulak balik dari fakultas ke laboratorium”.
“Yang ada kamu ngasih traktiran ke aku, Den. Iya maaf aku udah ngerepotin kamu”.
Kami terus berbalas notifikasi via udara.
“Kamu kapan osjur, Nin?”
“Bulan November, soalnya harus Ujian Tengah Semester dulu dari pihak jurusannya”.
“Oh yaudah, doain ya besok aku mau osjur”.
“Sehat-sehat ya!”
Satu minggu tak ada kabar darinya, semenjak osjur ia tak menghubungiku, mungkin karena lelah? Entahlah. Aku kembali mengirimi notifikasi padanya.
“Den, gmna osjurnya?”
“Aku nangis pas osjur Nin, nanti kalo ketemu aku ceritakan. Oiya mending kamu bantuin aku jual tiket Gematekno”.
Awalnya aku ragu, tapi ya sudah aku mau membantunya menjual tiket acara tahunan teknik elektro. Esoknya kami bertemu didepan aula fakultas, dengan memakai pakaian yang sama, kemeja fakultas.
“Kemejaku kebesaran” katanya.
“Kemejaku kekecilan, ngatung” jawabku.