Sejak Aliyah aku memang senang nonkrong di perpustakaan, bukan referensi yang kucari, namun saat seperti inilah karya fiksi mampu menjadi solusi untuk menghibur diri. Aku bangga, fakultasku memiliki sebuah perpustakaan yang cukup lengkap, meskipun ada buku-buku yang lebih lengkap di perpustakaan universitas, yang letaknya tepat disamping masjid iqamah, tapi karena malas membuang energi, aku memilih untuk memaksimalkan fasilitas fakultas.
Aku membaca novel Amor Fati, novel kedua setelah Kala. Kau harus membacanya, novel tersebut penuh makna, syair-syair puisinya pun memiliki diksi yang nampak nyata, hingga di bagian terakhir ada sebuah puisi yang membuatku terpana.
Untuk pria bermata hitam
Yang tidak pernah ada aku didalamnya
Kita pernah menjadi sepasang rahasia
Pada sebuah puisi, yang paling sepi
Kita saling berbincang
Pada sunyi yang saling mengisi
Kau pernah menjadi ramai
Yang selalu membuatku terbuai
Kau pernah aku usahakan
Dalam juang yang selalu aku sembunyikan
Kau pernah aku rindukan
Dalam pesan yang memohon untuk sampai
Aku pernah meninggalkan jejak
Pada puisi yang menjelma menjadi utusan sapa
Pada makna-makna yang bersembunyi pada diksi
Pada senyum-senyum, yang jelas untukmu
Pada seduhan kopi yang kupesan kepadamu
Tetapi kau tidak pernah melihatku
Sebagaimana kau yang ada dikelopak mataku
Sebagaimana kau yang hidup didalam dadaku