Bagaimanapun, saat ini aku harus pergi menyendiri, untuk menuai semua inspirasi, dan tentunya mulai menyusun skripsi. Aku memutuskan untuk pergi ke Jatinangor selama Bulan Ramadhan tahun ini. Saung Quran namanya. Aku diajak oleh temanku untuk mengabdi di sebuah yayasan para penghafal Al-Quran, tak lain niatku ialah untuk mengafirmasi diri selama ini, juga untuk murajaah dan menambah kembali hafalanku, tanpa alat komunikasi, aku benar-benar pergi dan tak ada yang bisa mengabariku.
Hari-hari aku lewati dengan penuh rasa syukur, aku merasa malu karena selama ini pikiranku hanya untuk dunia, dan disini aku membuka diri untuk lebih memikirkan tentang akhirat. Bagaimanapun interaksi dengan ikhwan tak dapat dihentikan disini, karena kami sama-sama mengabdi. Temanku Asep, yang megajakku kesini, mempertemukan aku dengan anak-anak yatim dan para penghafal lainnya, ia selalu memberiku dalil dan hadits ketika bercengkrama, bagaimana kedekatan Rasulullah dengan anak yatim yang diibaratkan jari tengah dan telunjuk, serta hal lain yang aku dapatkan darinya.
Setiap kegiatan dari bangun hingga terlelap dilakukan bersama selama satu bulan penuh, mulai dari sahur, murajaah bahkan sampai berbuka, tarawih dan terlelap kembali.
Suatu hari aku pergi kepuncak sendiri, aku izin pada panitia yang lain, untuk menuai inspirasi tugas akhir ku. Ternyata Asep dan Syamsya mengikutiku, disusul oleh Diah dan Ica, aku tak menyadari akan hal itu. Setelah menemukan tempat yang cocok, dibawah pohon rindang, seusai shalat ashar, dengan senja yang hampir tiba, aku mulai membuka laptop, dan menyusun skripsiku. Asep dan Syamsya menghampiriku.
“Assalamualaikum ukhti” ucap mereka bersamaan.
“Waalaikumsalam” aku tak menghiraukan mereka.
“Boleh kita temani?” ujar Syamsya.
“Silakan” jawabku dingin dan tetap menatap layar.
“Mau aku bantu?” tawar Asep.
“Terimakasih ini tugasku” aku menjawab tanpa mengiyakan adanya kehadiran mereka berdua.
Sedang dibalik pohon ada Diah dan Ica yang menguping pembicaraan kami.
“Apasih Nina, dasar ganjen, masa cowok kita diembat” celoteh Ica.
“Iya nih, ayo kita foto, terus kita fitnah dia ke murabbi” ucap Diah.
---
Mereka bergegas kembali ke pondok untuk membuat cerita aneh .
“Umi, lihat deh, tadi Nina izin mau nyusun skripsi sendiri, nyatanya malah berkhalwat dengan akhi Asep dan akhi Syam” cerocos Ica pada murabbi.
“Astagfirullah, kenapa kalian tidak mencegah kemungkaran itu?” jawab murabbi.
“Kita ga berani umi” jawab Diah.
“Yasudah nanti selesai adzan, dan kita sudah berbuka, umi tegur mereka bertiga”.
---
Umi menceritakan pada abi apa yang dilaporkan Ica dan Diah. (umi dan abi adalah pemilik pondok tahfidz, sekaligus murabbi untuk kami semua).
“Alhamdulillah sudah adzan, silakan berbuka, setelah itu persiapan shalat magrib” abi memimpin doa berbuka puasa.
Selesai shalat magrib, abi memberikan kultum, isinya ialah, sebuah sabda Rasulullah saw:
“Janganlah seorang laki-laki itu berkhalwat (menyendiri) dengan seorang wanita kecuali ada mahram yang menyertai wanita tersebut.” (HR. Bukhari & Muslim).
“Nah, jadi tidak boleh ya akhwat berkhalwat dengan ikhwan, apalagi ini dimajelis tahfidz, bisa jadi ini sebagai amal yang mengurangi hafalan kita” ujar abi.
“Tuh dengerin Nin” celoteh Ica.
“Astagfirullah, kok jadi aku?” ucapku.
“Kamu, tadi ashar izin mau menyusun skripsi, nyatanya malah berkhalwat dengan akhi Asep dan akhi Syams” ujar Diah.
“Suut, sudah-sudah, nak, apa itu benar?” tanya umi.
“Nina tadi memang ke puncak sendiri kok umi, mau nyusun tugas akhir, tapi memang dua akhi itu menghampiri”.
“Tuhkan bener umi, kasih hukuman aja” pinta Ica.
“Mohon maaf abi, umi. Syam dan Asep memang mengikuti Nina ke puncak, khawatir jika terjadi sesuatu padanya” jelas Syam, yang membuat Ica mendelik.
“Lagian kalian ngapain ngikutin kita?” tanya Asep.
“Kita kan ga sengaja liat kalian pergi tanpa izin, yaudah kita ikutin, eh ternyata malah ketemuan dipuncak sama Nina" jawab Diah.
“Astagfirullah, sudah-sudah, apapun alasannya kalian ber 5 abi hukum”.
‘”Abi, Nina kan..” aku mencoba menjelaskan.
“Nina, Ica, Diah kalian tidak tidur malam ini, perbanyak istigfar atas apa yang kalian lakukan hari ini, dan besok untuk sahur kalian bertiga yang menyiapkannya untuk semua panitia, dan semua anak yatim di pondok ini” ucap abi.
“Syam dan Asep selesai subuh kalian yang mencuci piring dan semua peralatan yang sudah digunakan saat sahur” ucap umi.
Kami menunaikan isya dan tarawih berjamaah.
---
Lagi lagi, aku menyendiri, mengafirmasi diri, kenapa disini malah menambah masalah ya Allah, apa salahku, tangisku dalam diam.
“Udah Nin, jangan nangis” tiba-tiba Nayla menghampiriku.