Aku sedang merasa ingin pergi jauh dari rumah, entah kemana pun itu. Tiba-tiba Rafli, dia adik tingkatku, dijurusan fisika, dan ternyata dia yang melanjutkan estafet kepemimpinan di jurusan, kini dia menjadi ketua himpunan, setelah Hilman. Memberiku sebuah pamflet open trip ke Gunung Gede. Pendaftaran akan ditutup, karena sudah h-7. Akupun langsung mengiyakan dan menghubungi Contact Person yang tersedia.
“Gimana teh, sudah konfirmasi pendaftaran?” tanya Rafli saat meneleponku.
“Sudah kok, aku udah transfer juga “ jawabku .
“Perginya ngga apa-apa kan naik bus dari Bandung ke C ibodasnya?”
“Eh bentar, emang itu includenya ngga termasuk transportasi ya?”
“Masuk teh, transportasinya itu dari basecamp ke gunungnya, kita kan dari Bandung, nah jadi transportasi dari Bandung kita yang tanggung”.
“Oh gitu, baiklah, terimakasih ya sudah ngajak ngtrip”.
“Siap teh sama-sama, jaga kesehatan, dan jangan lupa packing”.
--
Hingga h-1 aku baru minta izin pada orang tuaku, karena aku yakin kalau izin dari jauh jauh hari pasti tidak diizinkan. Selesai sholat magrib, aku menghampiri keluargaku yang sedang menikmati martabak, lengkap dengan kopi dan teh manis.
“Mah, Yah, besok selesai jumatan teteh mau ke gunung”.
“Ini musim hujan teh, nanti aja, mamah khawatir” mamah nampak tak mengizinkan.
“Doain aja mah, insya Allah teteh janji pergi dalam keadaan sehat, pulang pun demikian”.
“Awas ada yang ketinggalan teh, jaket jangan lupa bawa, baju ganti juga” ucap ayah.
“Siap yah”.
“Sama siapa kesananya?” tanya ayah.
“Adik tingkat yah”.
Ayah hanya mengangguk.
“Makasih Yah, Mah” aku memeluk mamahku.
---
“Teh udah packing kan?” Rafli mengabariku lewat Whatsapp.
“Sudah kok, tapi aku belum packing makanan dan minuman, beli di Cianjur aja ya?” tanyaku.
“Iya teh, nanti kita mampir dulu ke rumah aku”.
“Ih gamau ah malu, ngapain?” .
“Aku kan mau mrngrnslkan teteh ke ayah aku”.
“Hmm, ngga jadi ikut ah, kamu ternyata ada niat terselubung”.
“Bercanda kali teh, hahaha, nanti kita ketemu di MCD Cibiru ya”.
“Siap”.
Selesai pamit kepada orang tuaku, aku memesan mobil di aplikasi online dari rumah ke MCD, kepergianku diiringi gerimis, namun tak lama dapat ditepis oleh semilir angin ,.
“Loh sendiri teh” tanya bapak supir.
“Iya pak” jawabku yang lantas naik mobilnya.
“Kenapa ngga pesan yang motor aja teh?” .
“Nanti ada teman pak yang naik di MCD, nanti sekalian aja saya pesan sampai terminal Cileunyi ya pak”.
“Oh offline teh, siap”.
“Itu pak temanku yang bawa carrier juga”.
Pak supir mengklaksoni Rafli, dia lantas naik kedalam mobil.
“Mau kemana teh?” Tanya pak supir yang ramah.
“Mau ke Gunung Gede pak” jawab Rafli.
“Mau saya anter sampai sana? Tanyanya lagi.
“Haduh, hemat pak, masih mahasiswa” canda ku.
“Musim hujan loh teh, hati-hati ya” lanjut pak supir.
“Iya pak doain, semoga disana ngga hujan, dan bisa kembali lagi ke rumah dalam kedaan sehat”.
Kami sampai di Terminal Cileunyi. Dan langsung naik bis menuju Cianjur. Magrib kita sampai di Terminal Rawabango, jalan sekitar 100 m. Dan rehat dirumah Rafli, disana hanya ada ayahnya seorang diri, nampak sedang tidak sehat, namun beliau sudah mempersiapkan makan untuk aku dan Rafli. Selesai sholat isya, kami makan bertiga. Ternyata ibu Rafli sudah meninggal beberapa tahun lalu, dan Rafli hanya anak tunggal, ayahnya seperti memberi harap padaku. Namun aku hanya tersenyum. Kami pamit dan meninggalkan ayahnya kembali.
“Teh, kita jalan kedepan ya, soalnya aku janjian sama 3 temenku”.
“Iya hayu aja Raf, sekalian beli makanan”.
Kami sampai disebuah Minimarket, aku langsung membeli makanan dan minuman, yang aku anggap perlu. Rafli bertemu dengan 3 temannya. Pria semua. Mereka mengulurkan tangannya, tanda mengajak berkenalan, namun aku hanya mengangkat kedua tangaku di depan dada sebagai tanda bahwa aku menjaga diri. Lantas kami ber 5 naik mobil aplikasi online kembali untuk sampai ke basecamp Cibodas. Mereka ber 4 nampak menuai rindu, laksana reuni, mengobrol sana-sini, aku hanya diam, dan belum berani memulai perbincangan. Kira-kira pukul 22.00 kami sampai di basecamp Cibodas. Diberi arahan oleh panitia. Dan langsung beristirahat untuk memulai pendakian esok hari selesai tahajud. Tepat pukul 03.00 kami dibangunkan untuk sarapan, dan persiapan untuk memulai pendakian.
Ini pertama kalinya untuk aku mendaki sangat dini hari, semilir angin mulai menusuk sel-sel syarafku. Kami sampai di pos 1 untuk menunaikan sholat subuh, dan kembali memulai pendakian.
Kita dibagi menjadi beberapa tim satu tim terdiri dari tujuh orang, aku, Rafli, dan ketiga temannya yang pria satu kelompok, aku merasa tenang karena akan dikawal oleh 4 pria sekaligus. Ambisiku mencapai puncak tak bisa terelakkan, aku kelompok pertama, yang menjadikan timku orang-orang yang pertama mendaki. Pukul 07.00 kami sampai dipos 2. Dan dua teman timku tertinggal dibelakang, karena kelelahan, akhirnya kami ber 5. Memulai kembali pendakian, bertukar makanan persediaan. Saling timpal candaan. Dan saling mengenal.
Ridwan, mahasiswa tingkat akhir, jurusan ilmu komunikasi Universitas Pasundan, ternyata sama pernah punya mimpi sepertiku untuk menjadi mahasiswa Universitas Padjajaran. Ia juga pernah menunda kuliah satu tahun, untuk bekerja. Perjuangannya hampir mirip denganku, itu yang membuat dia merasa punya signyal lebih kuat kepadaku.
Riski, dia bukan mahasiswa, seorang pegawai di Cianjur. Usianya tak jauh berbeda denganku. Setiap ucapannya sangat bijak, semua keputusannya kami setujui.
Bayu, dia mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia jurusan pendidikan agama islam, yang pernah juga punya mimpi untuk menjadi mahasiswa Universitas Padjajaran.
Dan Rafli, dia adik tingkatku, yang dahulu pernah aku mentori saat ospek jurusan, ternyata sekarang menjadi ketua himpunan. Dia pernah mengutarakan perasaannya padaku, di depan teman-temannya, namun aku tak pernah menanggapinya, ia juga sering kerumahku, sekedar memberi kebab, jus, atau makanan kesukaanku.
Mereka ber 4 sudah kenal sejak masa putih biru, meski begitu persahabatan mereka tak pernah kaku dan lekang oleh ruang dan waktu. Aku salut pada mereka, meskipun kini mereka sudah pada jalan kesuksesannya masing-masing, mereka masih menunaikan hobi hiking untuk menjalin silaturahmi, ditambah lagi mereka memang satu komunitas mendaki. Seakan usia kita tak jauh berbeda, membuat kita dengan mudah saling mengenal dan akrab dalam hitungan jam.
Kita sampai pos 3 pukul 09.00 .
“Aduh paha mulai kerasa euy” ucap Ridwan.
“Halah dasar lemah” jawab Bayu.
“Lu enak Bay, cuma bawa daypack kita bawa carrier nih” timpal Riski.
“Mending daypacknya banter sama aku” kataku.
Aku sudah tidak canggung bercengkrama dan menimpali candaan mereka, ya itulah aku, yang lebih nyaman berteman dengan lawan jenis.
“Enggalah, tujuan aku kan mendaki dengan ringan, ngapain berat-berat bawa carrier ga penting” jawab Bayu.
“Udah-udah” sanggah Rafli.
Kami melanjutkan perjalanan. Dan sampai pos 4 pukul 10.00
“Masih lama ngga sih?” Aku mulai kelelahan.
“Bentar lagi kok teh” jawab Riski yang ternyata dia panitia juga.
“Halah dari tadi bentar lagi, bentar lagi mulu” timpal Ridwan yang nampak sangat kelelahan.
“Ah lemah kamu mah” ledekku.
“Aku ga olahraga dulu teh” Ridwan memelas.
“Aku juga ga olahraga dulu kok” jawab Bayu santai.
Sementara Rafli hanya fokus dengan earphonenya. Aku hanya tertawa melihat tingkah mereka yang selalu bercanda.
--
“Monitor monitor” ucap Riski pada HT “kelompok satu udah dipos 4 nih, yang lain dimana?” Lanjutnya.
“Monitor, monitor, ada yang sakit nih di pos 3” jawab Ikbal yang juga panitia.
“Monitor, monitor, tim akhir masih di pos 2” jawab Asul yang juga panitia.
“Monitor, monitor, tim menjadi pecah karena saling mendahului, tetap jaga teman satu timnya, kalau ada yang kelelahan istirahat saja, jangan dipaksakan” ucap Khrisna sang ketua pelaksana.
---
Rintik hujan mulai turun.
“Kita break dulu aja, pakai jas hujannya” ucap Riski.
Kami mengeluarkan ponco yang memang sudah kami siapkan dalam carrier.
“Aduuh aku udah ngga kuat nih” Ridwan mengeluh.
“Yaudah kalian bertiga duluan aja, aku sama teh Nina terakhiran” ucap Riski.
Akhirnya Ridwan, Bayu dan Rafli mendaki puncak mendahului kami. Dan kini aku hanya dengan Riski, banyak sekali yang kita tukar tentang kepribadian.
“Udah berapa kali muncak teh?” tanya Riski.
“Berapa ya, lupa, sempat ke Guntur, Manglayang, Ciremai, Putri, masih Jabar sih hehe. Tapi kalau Gunung gede sih pertama kalinya, aa gimana?” Refleks aku memanggilnya aa karena dia memanggilku teteh.
“Aku udah dua kali ke puncak Gede teh, tapi bukan trip, main aja biasa, trip mah ini pertama kalinya, dan jadi panitia juga” jelasnya.
“Sama sih Nina juga kalau ngtrip mah pertama kalinya” jawabku.
“Asli dari mana teh?” Tanyanya.
“Bandung hehe, di Cibiru” jawabku.
“Oh dikira dari Cianjur juga, kok bisa bareng sama Rafli?”
“Rafli adik tingkatku, dia pernah aku mentorin waktu ospek jurusan”.
“Alhamdulillah, kirain teteh pacarnya Rafli”.
“Bukan A, lagian dari lahir Nina mah belum pernah pacaran”.
“Masa belum pernah pacaran teh?”
“Mau langsung sah aja hahaha, aa gimana?”
“Aku sih kerja hehe. Cowok mah da teh habis SMA terus kerja gapapa, biar lebih siap kalau ngajak kepelaminan anak orang”.
Aku hanya tersenyum.
“Monitor monitor, puncak mulai turun hujan” Riski mengabari kembali lewat HT.
“Hujannya mulai deres A” ucapku.
“Bentar lagi puncak kok teh, mending dilanjut aja, jadi kalau hujan deres, kita udah sampai”.
“Baiklah” jawabku.
“Masih lama ga a?” Aku sudah mulai kedinginan.
“Tutup mata teh, aku hitung sampai sepuluh “ katanya .
Aku menutup mata, dan dia menghitung mundur dari sepuluh.
“Alhamdulillah kita sudah sampai pos 5 teh, mangga matanya dibuka”.
Aku membuka mata, dan benar saja, hamparan pohon edelwies ada dihadapanku.
“Alhamdulillah, masya allah” aku terus bersyukur menyebut asma-Nya.
“Neduh dulu teh, tuh mereka ber 3 disana” Riski menunjuk Ridwan, Bayu, dan Rafli.
Aku berjalan menghampiri mereka
“Aman teh?” Tanya Rafli.
“Alhamdulillah” jawabku, dan langsung merebahkan tubuh diatas carrier.
“Lama banget nyampenya teh, ngapain aja tadi sama Riski” ledek Ridwan.
“Ridwan cemburu” ledek Bayu.
Aku hanya tersenyum menyikapi mereka.
“Ini teh makan dulu” Riski ternyata membeli pop mie di warung.
Kamu perlu tau, bahwa di Gunung Gede ada 5 pos, dan setiap pos ada tukang warung, jadi jangan khawatir bakal kelaparan.
“Wah gamau kalah ah” ucap Ridwan yang langsung mengeluarkan termos dalam carriernya, ia menyeduh teh manis. “ini teh” dia menyodorkannya padaku.
“Aku mana?” Ucap Riski.
“Halah, aku juga ngga dibelikan pop mie” ledek Ridwan.
“Udah teh kalo gamau, sini pop mie dan teh manisnya, aku habiskan” ucap Bayu cengengesan.