“Teh, ini ada undangan pernikahan”. Mamah memberikan secarik kertas sangat cantik kepadaku yang sedang asyik mengetik.
“Dari siapa mah?” aku menerima surat itu dan membacanya.
“Khris”. lirihku.
“Alhamdulillah, ia akhirnya dipertemukan dengan jodohnya Teh”.
Aku mengangguk lesu.
“Biar mamah yang hadiri undangan itu, jika teteh tak mampu”.
Aku tak menjawab, terdiam dalam ruang kosong, bergelut dengan ruang hampa. Sebenarnya apa yang terjadi? Saat kau memutuskan untuk pergi, aku seakan tenggelam jauh hingga ke dasar lautan terdalam. Diantara kesunyian dan kelamnya keadaan, kau tak kunjung kembali menyelamatkan aku yang dilanda kesesakkan.
Hingga akhirnya aku mengerti, bahwa hal yang bisa aku lakukan untuk tiba ke permukaan, bukan dengan mengharapkan, namun mengikhlaskan, membiarkan cinta terhadapmu habis atas nama perasaan, mengapung dan terombang-ambing tak karuan, untuk kemudian berlabuh pada sebuah pulau tanpa ada lagi tentang kita yang penuh kenangan, biarlah aku ditemukan oleh seseorang yang dapat menyembuhkan.
---
“Nek, aku mau minta maaf, ternyata abi dan umi sudah menjodohkanku dengan wanita sholihah, InsyaAllah, dia adalah hafidzah”. Terdengar isak dari udara yang berjauhan, namun sangat menikam.
Yang tak pernah kau tahu, aku pernah begitu berusaha menjadi lebih baik hanya untukmu. Dalam kesadaran menyadari bahwa kau berada pada suatu tempat yang lebih tinggi, tak mungkin bagiku memilikimu, jika aku hanya berdiam diri tak melakukan apa pun. Maka satu hal yang kutahu dan kumau hanyalah perubahan dalam diriku, untuk memantaskan diri denganmu.
Telah kubaca buku-buku motivasi , kudengar kajian tentang menasihati diri, namun tak ada yang mampu melebihi dirimu dalam hal membangkitkan semangat dihidupku.