Bagian Satu
Bersedih Tak Dilarang Islam
"Biasakan Hatimu untuk bertafakur dan biasakan matamu untuk sering menangis"
-Abu Sulaiman Al-Darani
Memaknai Sedih dalam Hidup
Dalam kamus Arab-Inggris-Indonesia, kata “sedih” merupakan padanan kata sad (Inggris) dan hazinun (Arab). Bentuk kata kerja aktif “menyedihkan” adalah padanan kata to sadden (Inggris) dan hazana (Arab) (Ali Almascatie, 1983, hh. 218219). Sedangkan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008, h. 1282) menyebutkan kata “sedih” bermakna merasa sangat pilu dalam hati, menimbulkan rasa susah dalam hati; contohnya: perasaan sedih sangat sulit untuk dilupakan.
Makna sedih menunjukkan pada pekerjaan hati yang ada dalam diri manusia. Al-Quran menyebutkan beberapa ayat berkaitan dengan kata sedih dalam bentuk kalimat negasi lâ yahzanna, lâ yahzunka, dan lâ tahzan.
Dalam konteks hubungan rumah tangga Nabi Saw. dengan istri-istrinya, Surah Al-Ahzâb (33) ayat 51 menyebutkan, Wa lâ yahzanna (Dan mereka tidak bersedih hati). Dalam ayat ini beliau diperbolehkan menggauli lagi istrinya yang sebelumnya sempat protes terhadap beliau karena uang belanja.
Sedangkan, dalam Surah Yûnus (10) ayat 65, Allah Swt. menghibur Nabi Muhammad Saw. yang dimusuhi oleh kaumnya, Wa lâ yahzunka qauluhum inna al-‘izzata lillâhi jamî‘an (Dan janganlah engkau bersedih hati atas perkataan mereka, sesungguhnya kemuliaan itu seluruhnya milik Allah).