Hari ini, Nisa kembali pulang terlambat. Bedanya, Nisa sudah mengabarkan ke bulek, jika sepulang sekolah nanti, seluruh panitia peringatan tahun baru hijriyah di sekolahnya akan mengadakan rapat. Mengingat, hari peringatan tersebut sudah diujung mata.
Sebenarnya, tinggal menghitung bulan lagi Nisa dan teman-teman angkatannya akan dihadapkan dengan ujian kelulusan. Meski demikian, acara di awal semester ini masih dibebankan kepada murid kelas XII. Pak Faqih, kepala sekolahnya pernah berkata, bahwa kegiatan yang banyak, justru akan melatih mental para siswa menjadi lebih disiplin dan kuat mengingat murid kelas XII akan memasuki jenjang perkuliahan maupun kerja. Entahlah, Pak Faqih memang beda diantara kepala sekolah pada umumnya.
Fatih dengan sigap memulai rapatnya.
Hening, hanya suara ketua koordinator acara yang terdengar kala itu. Anggota panitia lain mendengarkan dengan seksama. Sesekali salah seorang dari panitia tersebut berbisik ke anggota lain, sekedar memastikan kalimat, bertanya hal yang belum dipahami ataupun menolak beberapa kebijakan yang di rasa kurang disetujui.
“O iya, Rowiyah. Semua undangan yang akan mengisi acara sudah kamu pastikan hadir kan?” di tengah penjabarannya, Fatih mengalihkan pertanyaan kepada Rowiyah.
“Sudah,” sahutnya. “Insya Allah semuanya bisa menghadiri. Dari para sambutannya, bapak camat, qori’, ustadz Yahya, dan grup marawisnya sudah saya konfirmasikan.”
“Oke. Clear berarti?”
Rowiyah mengangguk.
“Kalau untuk timing-nya sudah valid kan Nis?”
Nisa mengangguk. “Sudah, setelah ini Reza akan membagikan timing yang sudah di-fotocopy.”
Yang dibicarakan pun mengangguk sambil mengacungkan jempolnya. Aman, seperti itulah isyarat Reza dalam menjawabnya.
“Kalau untuk barang-barang perlengkapannya, sudah bisa diangkut semua?” Fatih kembali memastikan. “Bagaimana Afdhal?”
“Untuk sebagian barang sudah bisa diangkut sore nanti. Nantinya, beberapa pekerja sekolah dengan sukarela akan membantu kami. Sedangkan, barang yang sifatnya mudah rusak dan tergolong mahal, baru bisa dipindahkan H-1 menjelang acara.” Jelas Afdhal. “Dan mungkin bagian dekorasi bisa memulai menghias tempat yang sudah kami sediakan setelah tiga hari kedepan.”
Faith mengangguk.
Rapat masih berlanjut, membahas berbagai persiapan acara peringatan tahun baru hijriyah. Ini merupakan acara terakhir yang menjadi tanggung jawab angkatan tersebut. Faith, berusaha sekeras mungkin, untuk menjadikan acara ini sempurna dan berjalan lancar.
Sore datang silih berganti.
Seperti biasanya, Nisa kembali melangkahkan kakinya menuju Yayasan Multazam guna menyetorkan hafalannya. Untuk kali ini, Nisa sudah mengkonfirmasikan, jika dirinya akan sedikit terlambat datang ke Yayasan, baru selesai rapat untuk acara sekolah.
:::::
Seminggu berlalu begitu cepat. Tepat, selepas maghrib tadi malam telah memasuki tanggal 1 Muharam. Ah, malam itu suasana begitu tenang dan damai. Rembulan tampak memancarkan sinarnya diantara langit malam yang kelam. Meski demikian tak sedikit pun mengurangi keindahan bagi yang memandangnya. Karena, bintang masih bergantungan nun jauh disana. Demi menjalankan tugasnya sebagai ketua kegiatan, Nisa sudah menyiapkan pakainnya tadi malam. Tak lupa, ia setrika kembali beberapa lipatan yang terlihat kusut. Baru setelah itu, ia gatungkan di salah satu hanger secara perlahan. Ketika dirasa semua beres, Nisa pun menyempatkan untuk mengulang beberapa hafalannya serta beranjak untuk tidur.
Sekolah sudah tampak ramai, bukan hanya para siswa saja yang terlihat mondar-mandir di beberapa titik. Beberapa wali santri maupun tokoh masyarakt sudah mulai berdatangan. Mengisi bangku-bangku yang telah disiapkan oleh panitia sejak hari-hari sebelumnya.
Setengah jam lagi, acara akan segera dimulai. Dari kejauhan, Rowiyah tampak sibuk sendiri. Dahinya mengerut, tangannya memainkan handpone yang sejak tadi berada dalam genggamannya. Sesekali, ia melihat kearah jam yang tertlulis diatas layar handpone-nya. Sesaat, dirinya mulai khawatir. Orang yang ditunjuk untuk melantunkan ayat suci Al-qur’an belum juga tiba. Sedangkan, undangan tamu-tamu besar sudah mulai berdatangan. Sejak semalam, Rowiyah sudah mencoba menghubungi pihak yang bersangkutan. Nihil. Nomor yang dituju masih belum aktif. Ia coba kembali untuk mengubungi ulang, dan tetap saja belum ada jawaban.
Lima belas menit berlalu, artinya setelah lima belas menit kemudian acara akan segera berlangsung.
“Ada apa, Rowiyah?” Fatih serta beberapa temannya tampak sigap mengampirinya.
Raut wajah Rowiyah semakin terlihat bingung. Tidak sampai hati ia mengatakan apa yang tengah terjadi. Tak disampaikan pun, akan menambah parah kekacauan acara yang sebentar lagi akan dimulai, toh, buktinya ia belum sanggup untuk menemukan solusinya.
“Semuanya aman, kan?” Fatih kembali bertanya.