Pagi-pagi Nisa membuat kerusuhan di rumah. Hari ini, ia keluar lebih lambat dari dalam kamarnya. Tanpa sengaja, ia menyenggol gelas yang terletak di atas meja. Ditambah, air dalam gelas tersebut pun ikut tumpah. Air kemudian menggenang, seketika membuat taplak meja menjadi basah. Nisa pun buru-buru menghindar dari tempat duduknya, menghindari aliran air yang mulai menetes ke lantai.
“Ada apa, nduk?” tanya bulek
Sontak Nisa terkejut, ia hanya menanggapi bulek sambil meringis. “Nggak ada apa-apa bulek.”
Bulek melirik kearah meja, gelas yang terjatuh serta genangan airnya terlihat diatas meja. Beliau hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya. Heran saja, melihat tingkah laku keponakannya yang sudah akan memasuki jenjang perkuliahan namun masih seperti anak kecil.
“Nggak usah terburu-buru Nis. Ada acara apa to di sekolah? Buru-buru banget?”
“Iya, bulek. Nisa minta maaf ya..” ujar Nisa sembari memasang muka melasnya, minta dimaafkan.
Bulek kembali lagi menggelengkan kepalanya. “Ya sudah, dibereskan ya..” Bulek beranjak dari tempatnya, kembali ke dapur. Membuka tutup panci, kemudian memastikan bahwa masakannya telah matang. Seling dua menit kemudian, bulek mematikan kompor. Memindahkan ke tempat yang lain untuk disajikan. Sedangkan Nisa masih sibuk membersihkan meja makan dan lantai yang basah, akibat ulahnya sendiri.
“Makan dulu, Nis,” Bulek menaruh semangkuk soup yang baru matang, kepulan asapnya masih terlihat di sekitar mangkuk tersebut.
“Uhmm, nanti saja bulek,” Nisa menolak lembut.
Bulek sudah lebih dulu mengambil nasi, kemudian meletakkan di atas piring Nisa. “Makan dulu, nggak usah terburu-buru,” tangan Bulek sibuk menuangkan soup ke atas piring Nisa.
Nisa mengalah. Ia pun menurut apa yang diminta oleh bulek-nya. Sebenarnya, Nisa agak khawatir jika dirinya telat untuk sampai ke sekolah. Namun, apa boleh buat. Bulek menyuruhnya untuk sarapan terlebih dahulu.
Dengan sedikit tergesa, Nisa berangkat sekolah, kembali menyusuri jalan-jalan setapak yang mengarah ke jalan raya. Mencari angkutan umum yang searah dengan jalan menuju sekolahnya. Sesekali, ia melirik jam tangan yang berada di pergelangan tangannya, memastikan bila waktu masih memberinya kesempatan untuk tidak terlambat sampai di sekolah. Pagi ini, pikiran Nisa sudah dipenuhi banyak planning. Hari ini, ia akan meminta tolong kepada Rowiyah untuk mengajarkan materi Bahasa Inggris yang akan digunakan dalam tes IELTS, yang menjadi salah satu persyaratan untuk mengikuti seleksi beasiswa tahfidz. Ia juga mencari beberapa informasi dari lembaga-lembaga yang menyelenggarakan ujian IELTS bersertifikat.
Tiga menit lagi, bel sekolah akan berbunyi. Tampak dari kejauhan, Nisa melihat satpam sekolah bersiap-siap hendak menutup pagar, sesekali melirik ke arah jam yang ada pada pergelangan tangannya. Sesekali melihat ke arah sekitar, seakan meberi kode bagi murid-murid Madrasah Aliyah At-Taqwa untuk segera memasuki ruang kelas. Nisa mempercepat langkah, sesekali berlari kecil. Kemudian menyebrang, melintasi mobil maupun motor yang berlalu lalang di sepanjang jalan raya.
Seperti biasa, Nisa menyapa ramah satpam yang tengah menjaga gerbang sekolah. Bapak satpam tersebut kebingungan, tumben-tumbennya Nisa datang tepat sebelum bel masuk berbunyi. Maklum, selama ini Nisa menjadi salah satu murid yang datang sebelum batas akhir waktu. Entahlah, satpam tersebut enggan menanyakan alasannya kepada Nisa. Ia hanya membalasnya dengan senyuman kecil sembari melambaikan tangannya dengan takdzim. Sesaat bel pun berbunyi nyaring, Nisa menghembuskan nafas dengan lega. Dengan bergegas, ia pun masuk ke dalam kelas, bersiap mengikuti pelajaran pada jam pelajaran pertama.
Nisa tampak menghampiri Husna, menagih akan janji yang pernah ia utarakan untuk membantunya dalam mempersiapkan ujian IELTS tempo hari.
“Iya, Nis... Insya Allah aku bantu,” Rowiyah hampir tersedak. Ia tengah memakan gorengan yang dibelinya saat bel istirahat berbunyi.
“Kapan kita mulai?”
“Mau nanti malam?” Rowiyah balik bertanya.
“Uhm.. mulai besok bagaimana? Hari ini, ada sesuatu yang harus ku kerjakan.” Jawab Nisa serius, ia ikut duduk di samping Rowiyah.
“Okay, terserah kamu sajalah. Udah ada rencana apa emangnya hari ini?”