Bel sekolah berbunyi.
Kamis ini, sekolah di pulangkan lebih awal. Ada rapat sekolah yang wajib dihadiri oleh semua guru. Masing-masing murid berseru senang, membayangkan akan segala rencana maupun kegiatan yang akan mereka lakukan sepulang sekolah.
Husna mengajak Rowiyah serta Nisa untuk mampir ke sebuah emperan di pinggir jalan. Seperti biasa, Nisa dengan lembut akan menolaknya, bilang jika masih ada beberapa urusan yang harus ia selesaikan. Padahal sejatinya, ia sedang menghemat pengeluarannya.
“Urusan apa lagi Nis?” tanya Husna ketus.
Nisa meringis.
“Ayolah, sekali saja.”
Nisa menghela nafas. “Aku lagi nggak ada uang, Husna,” ungkap Nisa jujur.
Husna dan Rowiyah justru saling melirik.
“Lagipula siapa yang nyuruh kamu bayar sendiri sih. Udah ikut dulu! Aku traktir,” ujar Husna ringan. “Duh, saking sibuknya. Kamu lupa ya kalau aku ulang tahun hari ini.”
Nisa spontan memeluk Husna erat. Yang dipeluk justru berusaha melepaskannya dengan sekuat tenaga.
Akhirnya, Nisa mengalah, ia pun bersedia untuk ikut kedua temannya. Meski sebelumnya Nisa masih menolak, ia tidak ingin merepotkan siapa pun. Tidak enak, selama ini keduanya sudah banyak membantu dan berbuat baik untuk dirinya, baik dalam bentuk materi maupun pikiran. Sedangkan, dirinya belum dapat membalas apa-apa.
Ketiganya menikmati makan siang yang sangat nikmat hari itu. Husna, yang sedang memiliki hajat mentraktir keduanya nasi dan ayam plus sambal geprek yang menggiurkan mata dan lalapan yang terlihat menyegarkan. Ditambah lagi, es teh yang menjadi pelengkap makan siang kala itu. Husna kalap, karena es teh itu gratis dan diperbolehkan untuk mengambil sepuasnya, ia sudah mengambil tiga gelas di awal.
“Kamu haus banget, ya Husna?” Nisa kerehanan.
Husna mengangguk. “Hawanya panas banget.”
“Awas, kembung air lho perutnya.” Rowiyah ikutan menimpali.
Ketiganya asyik menikmati santapan makan siang hari itu.
“Eh, Nis.. pengumuman beasiswa mu hari ini kan?” tanya Rowiyah.
Nisa mengangguk. “Kenapa?”
“Coba dicek! Di beranda ig-ku ada notifikasi kalau sudah diumumkan lewat e-mail pendaftar.”
Buru-buru Nisa mengecek e-mail-nya. Nisa menggeleng. “Belum ada, Rowiyah.”
“Mungkin belum,” Husna menimpali. “Udah, dihabisin dulu makanannya.”
Husna benar. Mungkin belum, operatornya masih sibuk untuk memilah e-mail peserta yang begitu banyak. Nisa lanjutkan kembali makanannya.
Usai makan, dirinya mencoba untuk melihat notifikasi pada handpone nya. Belum ada. Ia lihat sekali lagi.
Sebuah pesan masuk lewat e-mail-nya. Benar, pesan dari lembaga beasiswa yang ia ikuti.
“Udah ada pengumumannya,” Nisa memberitahu kedua temannya dengan heboh.
Sontak, keduanya langsung merapat ke arah Nisa. Ikut memperhatikan pesan masuk pada handpone milik Nisa.
Hatinya berdegup kencang, pulir keringat mulai menetes dari dahinya. Dengan gemetar ia buka e-mail tersebut. Tertulis dalam judulnya, Pengumuman Beasisawa Bina Taqwa. Lisannya tak berhenti dzikir, ia berharap agar usahanya selama ini terbayar dengan hasil yang begitu ia impikan.
Dengan cermat, ia baca seacara perlahan huruf-huruf yang saling merangkai kata tersebut. Salam, kalimat pembuka, penjelasan akan profil dan tujuan beasiswa Bina Taqwa, dan..
Nisa tertegun.