Bersua di Jannah-Nya

Rahmah Athaillah
Chapter #15

Suara dari Negeri Sebrang

Terik.

Menyengat.

Jarum jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Namun, suhu panasnya sudah mendekati 37ocelcius. Seketika, membuat ubun-ubun terasa begitu menyengat. Lantas sebagian besar penduduk tampak lebih memilih berdiam di rumah, menutup jendela rapat-rapat, agar debu-debu yang bertebangan tidak masuk kedalam rumah. Menyalakan kipas yang mereka miliki, sambil mendengarkan musik maupun berita-berita dari televisi. Ini hari Minggu, hanya yang benar-benar memiliki kepentingan saja yang memilih untuk keluar. Demi kebutuhan ekonomi maupun urusan perkuliahan yang harus dikejar saat itu, mereka pun nekat menyusuri jalanan beraspal yang panasnya begitu terik. Keringat pun tidak hanya sekedar melalui pelipis, tetapi membasahi sekujur tubuh.

Siang bolong, Anindya masih membersihkan rumah majikannya. Sudah sepuluh tahun lebih ia dipercaya oleh majikannya untuk bekerja di rumah tersebut. Pasangan suami istri tersebut begitu sibuk dengan perusahaan raksasa yang dikelolanya. Bekerja dari pagi hingga larut malam, sering kali salah seorang atau keduanya tidak pulang, sibuk menyelesaikan urusan pekerjaan mereka. Pasangan itu memiliki dua anak yang juga diasuh oleh rekan kerjanya yang berasal dari Malaysia.

Rumah majikannya begitu megah. Terdiri dari lima lantai. Ditambah cat yang bewarna pastel membuat bangunan ini semakin menawan. Terdapat dua kolam renang di belakang rumah tersebut, taman lengkap dengan air mancur dan bunga-bunga yang bermekaran indah, juga deretan mobil mewah beserta motor yang terparkir di basemant bawah rumah.

Anindya tidak bekerja sendirian disini, keluarga ini memiliki pekerja yang begitu banyak dan fokus kepada bidangnya masing-masing. Ia sendiri bekerja sehari-sehari membersihkan seluruh isi ruangan yang terbagi dengan rekan-rekannya. Ia biasa memulai pukul 06.30 dan selesai pada pukul sepuluh malam. Baru kemudian, ia akan beranjak tidur.

Peluh mulai mengucur dari pelipisnya, ia tengah membersihkan kulkas tiga pintu. Segala macam makanan maupun minuman yang berada di dalamnya sudah ia keluarkan. Ia pisahkan beberapa makanan yang sudah dinilai tidak layak konsumsi lagi. Terkadang, anak dari majikannya suka membeli makanan setiap berpergian, memasukannya ke dalam kulkas, berminggu-minggu di dalamnya, hingga melupakannya.

“Sayang banget, makanan mahal tapi dibiarkan saja,” ucap salah satu rekan kerjanya. Ia ikut membantu Anindya, mengambil kain perca untuk mengelap beberapa sisi kulkas tersebut.

Anindya mengangkat bahu. Entahlah, maksudnya seperti itu.

Lihat selengkapnya