Bertahan di tengah langkah

Andhika Tulus Pratama
Chapter #25

Bab 25: Kehilangan dan Kenangan

Setelah beberapa bulan menjalani kehidupan sebagai prajurit TNI, hidupku dipenuhi dengan tantangan dan tanggung jawab baru. Setiap hari di markas adalah ujian yang memaksa untuk melatih fisik dan mental, berusaha untuk membuktikan diri sebagai prajurit yang dapat diandalkan. Namun, di balik semua itu, satu sosok selalu ada di pikiranku nenekku, yang telah memberikan dukungan dan inspirasi sepanjang hidupku.


Tapi kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Suatu pagi, ketika aku bersiap untuk menjalani tugas harian, kabar duka yang mengejutkan datang menghampiriku. Nenekku, yang selalu menjadi sumber kekuatan dan semangatku, telah meninggal dunia akibat sakit diabetes. Rasa kehilangan itu seakan menyayat hatiku. Kenangan bersamanya kembali berputar dalam pikiranku, membuat air mata tak tertahan.


Aku teringat setiap momen indah yang kami lewati bersama. Senyumnya saat aku menceritakan impianku, nasihat bijaknya yang selalu menenangkan, dan saat-saat ketika kami menghabiskan waktu di dapur, memasak makanan kesukaanku. Nenek selalu percaya bahwa aku bisa mencapai cita-cita dan mengubah nasib keluarga. Ia adalah teladan bagiku, dan harapannya selalu menjadi motivasi.


Malam setelah pemakaman nenek, aku duduk sendirian di pojok ruangan asramaku, mengenang semua kata-kata yang pernah ia ucapkan. Kesedihan mendalam menyelimuti jiwaku, tetapi aku tahu bahwa ini adalah saatnya untuk berdoa dan merenung. Nenek tidak hanya meninggalkan kenangan, tetapi juga harapan dan keyakinan. Dalam keadaan berduka, tanggung jawabku terasa semakin berat; aku harus menjadi teladan bagi adik-adikku dan membahagiakan orang tua.


Keputusan untuk melanjutkan hidup dan tidak membiarkan kesedihan mengalahkanku menjadi tekadku. Setiap tugas yang aku jalani di markas, aku berusaha melakukannya dengan segenap hati, sebagai bentuk penghormatan kepada nenek. Di setiap peluh yang mengalir, ada harapan dan cinta nenek yang menyertainya.


Setiap kali aku merasa lelah atau putus asa, aku ingat semua ajaran nenek. Dalam pikiranku, aku berdoa agar nenek melihatku dari tempatnya yang lebih baik. Setiap langkahku di markas ini adalah bentuk dedikasi untuk mengenang semua pengorbanan dan kasih sayangnya. Aku bertekad untuk menjadi prajurit yang dapat dibanggakan, tidak hanya untuk diriku tetapi juga untuk nenek.


Minggu-minggu berlalu, dan aku mulai menjalani tugas-tugas sehari-hari dengan lebih percaya diri. Teman-teman prajuritku menjadi sumber dukungan yang berharga. Kami berbagi cerita, tawa, dan kadang-kadang kesedihan. Saat kami menghadapi tantangan, kami saling mengingatkan untuk tetap kuat, sama seperti yang selalu diajarkan nenek padaku.

Lihat selengkapnya