Bertahan di tengah langkah

Andhika Tulus Pratama
Chapter #28

Bab 28: Pertemuan Tak Terduga

Hari itu terasa cerah, dan semangatku di TNI semakin menggelora. Selesai menjalani latihan, aku memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak di sekitar asrama prajurit. Cuaca yang bersahabat dan sinar matahari yang hangat membuatku merasa segar. Selama ini, aku terlalu fokus pada pelatihan dan tanggung jawab sebagai prajurit, sehingga aku jarang meluangkan waktu untuk bersantai. Aku berusaha memanfaatkan momen ini untuk merefleksikan perjalanan hidupku.


Saat melangkah melewati taman, pandanganku tertuju pada seorang wanita yang duduk di bangku, tampak menikmati sinar matahari. Dengan rambut panjang yang tergerai dan senyum yang menawan, ia menarik perhatian. Di antara kerumunan prajurit yang sibuk berlatih, kehadirannya membuatku teringat akan momen-momen indah di masa lalu. Tanpa sadar, langkahku melambat saat aku mendekat.


Ketika aku mendekat, aku merasakan ada yang familiar. Dan ketika aku mendengar suaranya, jantungku berdegup kencang. "Alicia?" tanyaku, memastikan apa yang aku lihat. Wanita di hadapanku tersenyum lebar, seolah mengingat masa lalu. "Iya, itu aku," jawabnya. Suaranya yang lembut kembali membangkitkan kenangan manis tentang masa-masa kami di sekolah.


Kami berbincang-bincang, dan aku tak bisa menyembunyikan rasa senangku bisa bertemu kembali dengannya. Ternyata, Alicia juga kini bekerja di lingkungan yang berhubungan dengan TNI. Kami mulai bertukar cerita, mengenang masa-masa ketika kami masih remaja. "Aku masih ingat saat kamu pernah membantu menjelaskan pelajaran matematika di kelas. Itu sangat membantuku," kata Alicia sambil tertawa.


Setiap kali mataku bertemu matanya, aku merasakan ada ikatan yang terjalin kembali. Senyum dan tawanya membangkitkan kembali kenangan indah saat kami masih di bangku sekolah. Rasanya seperti waktu terhenti, dan seolah kami baru saja bertemu kemarin. Kenangan-kenangan itu menghanyutkanku ke masa-masa ketika aku merasa tak berdaya, tetapi juga penuh harapan.


“Bagaimana kehidupanmu sekarang?” tanyaku, ingin tahu lebih banyak tentang apa yang dia jalani. Alicia mulai bercerita tentang pekerjaannya di sebuah lembaga yang berfokus pada pengembangan masyarakat, khususnya anak-anak. Dia menjelaskan bagaimana dia merasa bahagia bisa berkontribusi bagi masyarakat, membantu anak-anak yang kurang beruntung.


“Setiap hari, aku bertemu dengan banyak anak yang penuh semangat. Mereka mengingatkanku akan pentingnya pendidikan dan harapan,” ujarnya dengan mata berbinar. Mendengar semangatnya, aku merasa bangga. Dulu, Alicia memang selalu memiliki keinginan untuk membantu orang lain, dan sekarang dia mengubah impiannya menjadi kenyataan.


Sambil berbincang, kami saling mengingat momen-momen lucu di sekolah. Suatu ketika, kami teringat pada saat-saat kami mengikuti perlombaan sains dan harus bekerja sama dalam sebuah proyek. “Aku ingat betapa gugupnya kita saat presentasi di depan kelas,” kenangnya. Kami berdua tertawa, mengingat betapa kami berusaha keras untuk tidak terlihat panik.


“Aku masih ingat betapa konyolnya kita saat itu. Tapi, kita berhasil, kan?” jawabku sambil tersenyum. Momen-momen ini membuatku merasa seolah kami tidak pernah terpisahkan, meskipun waktu telah berlalu.


Setelah beberapa saat berbincang, aku memberanikan diri untuk mengajak Alicia pergi makan malam. “Bagaimana kalau kita makan malam bersama? Aku ingin mendengar lebih banyak tentang perjalananmu,” tawarku. Alicia terlihat terkejut, tetapi senyumnya semakin lebar. “Tentu, itu terdengar menyenangkan,” jawabnya.


Malam itu, saat kami duduk berdua di restoran sederhana, suasana terasa hangat dan akrab. Kami berbagi cerita, tawa, dan harapan. Aku mendengarkan setiap kata yang diucapkannya dengan penuh perhatian, terpesona oleh bagaimana dia tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang begitu menginspirasi.


Sambil menyantap makanan, Alicia menceritakan tentang pengalamannya selama bekerja. Dia menceritakan bagaimana dia pernah menghadapi tantangan besar ketika menangani anak-anak yang mengalami kesulitan di sekolah. “Kadang-kadang, aku merasa frustrasi karena ada yang tidak bisa kuubah, tetapi aku percaya bahwa setiap usaha kecil bisa membawa perubahan,” ujarnya dengan penuh keyakinan.


Aku teringat betapa Alicia selalu memiliki sifat optimis. Dia selalu mampu melihat sisi positif dari setiap situasi. “Aku percaya bahwa setiap anak memiliki potensi untuk sukses, hanya butuh bimbingan dan dorongan,” tambahnya. Kata-katanya membuatku terkesan. Dia masih sama seperti yang aku kenal di masa lalu, tetapi kini dengan lebih banyak pengalaman dan kebijaksanaan.

Lihat selengkapnya