Hari libur di TNI adalah momen yang sangat dinanti-nanti oleh semua prajurit. Setelah berbulan-bulan menjalani pelatihan yang ketat dan penuh tekanan, aku merasa sangat bersyukur bisa menghabiskan waktu bersama keluarga. Di hati ini, ada rasa kerinduan yang mendalam untuk berkumpul dengan orang-orang terkasih, terutama kakekku yang sudah lama tidak kutemui.
Pagi itu, aku bangun lebih awal dari biasanya. Sinar matahari masuk melalui jendela, menyinari ruangan dengan hangat. Aku memutuskan untuk menyiapkan sarapan untuk keluarga. Dalam setiap gigitan roti yang kuolesi selai, aku membayangkan momen bahagia saat berkumpul dengan keluarga, tertawa, dan berbagi cerita. Setelah selesai menyiapkan sarapan, aku membangunkan adik-adikku dan ibu untuk bersiap-siap.
"Ibu, kita akan mengunjungi kakek hari ini," kataku sambil tersenyum. Ibu menatapku dengan penuh cinta dan berkata, "Itu ide yang bagus, Nak. Kakek pasti akan senang melihatmu." Adik-adikku yang masih kecil pun terlihat antusias. Kami semua sudah merindukan sosok kakek yang selalu penuh kasih sayang dan cerita-cerita seru.
Setelah sarapan, kami segera bersiap-siap. Dalam perjalanan menuju rumah kakek, kami berbincang-bincang mengenai banyak hal. Ada tawa, ada cerita lucu dari adik-adikku yang membuat suasana semakin hangat. Namun, di balik semua kebahagiaan ini, ada sedikit rasa khawatir yang menggelayuti pikiranku. Ibu sempat menyebut bahwa kakek akhir-akhir ini sering batuk dan tidak sehat.
Sesampainya di rumah kakek, suasana terasa berbeda. Kakek duduk di kursi malasnya, mengenakan baju lengan panjang yang sudah sedikit usang. Wajahnya terlihat pucat, dan batuknya terdengar lebih sering dari biasanya. Hatiku terasa berat melihatnya dalam keadaan seperti itu. "Kakek, Andhika sudah datang!" seruku sambil melangkah mendekatinya.
Kakek tersenyum, meskipun terlihat lemah. "Ah, cucuku yang kuat! Kakek senang kamu datang," jawabnya dengan suara pelan. Kami saling berpelukan, dan aku merasakan hangatnya kasih sayang yang selalu ia berikan. Kakek selalu menjadi sosok yang penuh inspirasi dalam hidupku. Saat-saat seperti ini membuatku sadar betapa berartinya kehadiran keluarga.
"Ibu, kita harus membawanya ke dokter," kataku dengan tegas. Ibu mengangguk setuju, meskipun wajahnya menunjukkan kecemasan. Kami tidak ingin kakek terus-menerus menderita dalam keadaan seperti ini. Segera kami memutuskan untuk membawa kakek ke klinik terdekat.
Di klinik, suasana terasa lebih formal. Dokter dan perawat bersiap-siap menerima pasien. Kakek duduk di bangku tunggu, dikelilingi oleh keluarga yang saling bergenggaman tangan. Ada rasa cemas yang menyelimuti kami semua. Saat giliran kakek tiba, kami membawanya ke ruang pemeriksaan.
Dokter memeriksa kakek dengan seksama. Beberapa kali ia meminta kakek untuk batuk agar bisa mendengar dengan jelas. Dalam hati, aku berdoa semoga tidak ada masalah serius. Namun, saat dokter mulai menjelaskan hasil pemeriksaan, suara itu terasa berat di telingaku.