Bertahan di tengah langkah

Andhika Tulus Pratama
Chapter #32

Bab 32: Keputusan Berat untuk Operasi

Hari-hari setelah kakek menerima diagnosis kanker terasa begitu berat. Suasana di rumah kami dipenuhi kecemasan dan ketidakpastian. Aku tidak bisa berhenti memikirkan apa yang mungkin terjadi pada kakek, sosok yang selalu menjadi pilar kekuatan dalam hidupku. Setelah pertemuan dengan dokter, kami semua tahu bahwa operasi adalah satu-satunya jalan untuk memberikan harapan bagi kakek. Namun, keputusan untuk menjalani operasi itu bukanlah hal yang mudah.


Sejak dokter mengonfirmasi bahwa kakek menderita kanker, kami semua berusaha untuk tidak menunjukkan rasa takut dan khawatir. Ibu adalah yang paling terpukul, tetapi ia berusaha keras untuk tetap tenang demi kakek. "Kita harus percaya pada dokter dan prosesnya. Ini adalah langkah yang perlu diambil," kata ibu dengan suara bergetar. Aku bisa melihat ada air mata yang menggenang di matanya, tetapi ia berusaha untuk tidak menangis di depan kakek.


Kakek tampak lebih lemah dari sebelumnya. Meskipun ia berusaha untuk tersenyum dan memberikan semangat kepada kami, aku bisa merasakan ketidakpastian di dalam hatinya. "Cucu-cucuku, jangan khawatir. Kakek akan baik-baik saja," ucapnya dengan suara pelan, tetapi aku tahu betapa sulitnya bagi kakek untuk menghadapi kenyataan ini.


Hari-hari menjelang operasi penuh dengan persiapan. Kami melakukan berbagai hal untuk mendukung kakek. Kami mengajaknya berbicara tentang kenangan indah, berusaha menciptakan suasana yang hangat dan penuh kasih. Kami juga membawakan makanan kesukaannya, meskipun kadang-kadang ia tidak memiliki nafsu makan. "Yang penting adalah kita bersama, nak," katanya sambil tersenyum lemah.


Akhirnya, hari operasi pun tiba. Kakek harus dirawat di rumah sakit sejak malam sebelumnya. Pagi itu, suasana di rumah sakit terasa tegang. Keluargaku berkumpul di ruang tunggu, masing-masing dengan ekspresi cemas. Di dalam hati, aku berdoa agar Tuhan memberikan kekuatan kepada kakek dan kelancaran pada operasi yang akan dijalani.


Setelah menjalani pemeriksaan awal, kakek dipersiapkan untuk masuk ke ruang operasi. Kami semua memberinya semangat terakhir. "Kakek, kami akan selalu menunggu di sini. Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja," kataku, berusaha memberikan senyuman yang meyakinkan. Kakek mengangguk, tetapi aku bisa melihat matanya yang penuh kekhawatiran.


Saat kakek memasuki ruang operasi, aku merasakan jantungku berdegup kencang. Rasa takut dan cemas menyelimuti pikiranku. "Apa yang akan terjadi jika operasinya tidak berhasil?" pikirku dalam diam. Ibu duduk di sampingku, menggenggam tanganku erat. Aku bisa merasakan getaran di tangannya, dan itu membuatku semakin cemas.


Beberapa jam berlalu, dan setiap detik terasa seperti satu jam. Kami menunggu dengan tegang, berusaha mengalihkan perhatian dengan berbincang-bincang, tetapi tidak ada satu pun dari kami yang benar-benar bisa fokus. Setelah menunggu lama, akhirnya dokter keluar dari ruang operasi. Dia terlihat lelah tetapi tenang. Kami semua langsung berdiri, dan tatapan kami terpaku padanya.

Lihat selengkapnya