Setelah operasi kakek, suasana di rumah kami dipenuhi dengan rasa cemas dan harapan. Hari-hari pertama pascaoperasi terasa sangat lambat, seperti waktu berhenti sejenak. Kakek terbaring lemah di rumah sakit, dikelilingi oleh alat-alat medis yang membuat suasana semakin mencekam. Meskipun dokter memberikan kabar bahwa operasinya berjalan baik, kekhawatiran tetap membayangi pikiran kami.
Setiap pagi, aku dan keluargaku berangkat ke rumah sakit dengan perasaan campur aduk. Kami ingin melihat kakek, tetapi rasa takut akan kondisi kesehatan kakek membuat kami ragu. Kakek yang sebelumnya selalu kuat dan penuh semangat kini tampak rentan. Ketika aku memasuki ruang perawatan, hatiku bergetar melihatnya terbaring dengan wajah yang tampak lelah dan terikat oleh berbagai selang infus.
Seiring dengan berjalannya waktu, kami berusaha untuk tetap optimis. "Kakek pasti bisa melewati ini semua," kataku pada Ibu saat kami duduk menunggu di ruang tunggu. Ibu mengangguk, tetapi raut wajahnya menunjukkan betapa beratnya beban yang kami pikul. "Kita harus berdoa dan memberikan dukungan penuh padanya," ucapnya sambil menggenggam tanganku.
Setiap kali dokter datang, kami menunggu dengan cemas untuk mendengar kabar terbaru mengenai kondisi kakek. Kadang-kadang dokter menjelaskan tentang proses pemulihan, tetapi itu tidak selalu meredakan kecemasan kami. "Kondisi kakek stabil, tetapi kita harus terus memantau perkembangannya," katanya. Meskipun itu terdengar positif, rasa takut akan kemungkinan terburuk tidak bisa dihilangkan begitu saja.
Hari-hari berlalu dengan lambat, dan kami merasakan betapa beratnya menunggu. Kakek sering terbangun di tengah malam, merenung dalam sepi. Beberapa kali ia memanggil namaku, dan aku segera berlari ke sisinya. "Kakek, ada apa?" tanyaku dengan penuh perhatian. Ia hanya tersenyum lemah dan berkata, "Kakek hanya ingin tahu, apakah kalian semua baik-baik saja?"
Jawaban itu membuatku semakin cemas. Kakek selalu mengutamakan keluarga, bahkan saat ia sendiri sedang berjuang. "Kami di sini untukmu, kakek. Jangan khawatir. Fokuslah untuk sembuh," jawabku dengan semangat, meskipun di dalam hatiku ada rasa takut yang menyelimuti.
Kami juga sering berbicara tentang masa lalu, tentang semua kenangan indah yang kami bagi bersama. Kakek bercerita tentang waktu-waktu bahagia saat ia masih muda, bagaimana ia bertemu nenek dan membangun keluarga. Cerita-cerita itu membantuku untuk mengalihkan perhatian dari kecemasan yang ada, tetapi setiap kali aku melihat kakek terbaring lemah, hatiku kembali terasa berat.