Kehidupan kembali normal setelah momen kebersamaan yang menyenangkan bersama keluarga merayakan ulang tahun Ibu. Keceriaan itu menyisakan kebahagiaan di hatiku, tetapi seiring berjalannya waktu, rasa rindu terhadap Alicia semakin mengganggu pikiranku. Hari-hari berlalu, tetapi pesan yang kutulis untuknya tidak kunjung mendapatkan balasan. Rasa cemas mulai menyelimuti jiwaku, seakan aku terjebak dalam keraguan yang tak berujung.
Setiap kali aku mengangkat ponsel, hatiku berdebar-debar. Apakah dia baik-baik saja? Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya? Ku buka aplikasi pesan, meneliti setiap notifikasi yang masuk, tetapi harapanku selalu sirna. Dalam kesibukan latihan dan tugas sebagai prajurit TNI, aku berusaha mengalihkan pikiranku, tetapi bayangan wajahnya selalu menghantuiku. Senyumnya, tawanya, bahkan cara dia menggoda ketika kami bercanda, semua itu terukir jelas di ingatanku.
Suatu sore, setelah selesai latihan, aku duduk di sudut ruang istirahat, memikirkan cara untuk menghubungi Alicia lagi. Ku ketik pesan dengan penuh harapan, “Alicia, apa kabar? Aku rindu kamu. Kapan kita bisa bertemu?” Setelah mengirimnya, aku menunggu dengan penuh harap, tetapi layar tetap sunyi. Kesunyian itu semakin menekan hatiku.