Suasana jalanan sore kota Bandung cukup lenggang sekarang. Beberapa pengendara memanfaatkan waktu seperti ini untuk menghindari drama macet yang sebentar lagi akan sesak di jalan besar ini. Termasuk laki-laki dengan kemeja hitam yang lengan nya digulung berantakan. Dia memacu motor sport berwarna hitamnya dengan kecepatan yang cukup tinggi, tidak peduli dengan umpatan dan klakson panas dari pengendara lain. Pandangannya tetep lurus ke depan. Sepagi ini, bukan sungai yang indah maupun hamparan bukit nan elok yang menjadi tujuannya.
Dia Baskara.
Baskara Nawasena. Laki-laki bermata elang, berpostur tubuh tinggi dan besar dengan wajah yang tegas dan tampan menjadi pelengkap nya. Baskara dikenal dengan kamera yang selalu ia bawa di setiap langkahnya. Anak dari seorang presdir dari sebuah perusahaan dan dikenal oleh kalangan sekitar. Dia tidak suka diatur, diusik, maupun segala hal yang membatasi kebebasannya.
Motor sport hitam itu berhenti di pelataran rumah sakit besar. Tanpa membuang waktu, Baskara bergerak melepas helmnya diikuti dengan tangannya yang menyugar rambut hitam miliknya.
Bersamaan dengan itu, sebuah mobil Tesla ikut terparkir di samping motor Baskara. Pengemudinya adalah seorang pria paruh baya dengan Tenue yang terpasang rapih di tubuhnya dengan putri cantiknya yang duduk di sampingnya.
Baskara melirik mobil itu sebentar. Perempuan dengan rambut panjang terkuncir adalah objek pertama yang Baskara lihat. Perempuan itu sedang berdiri di samping mobil. Wajahnya tidak begitu terekam jelas di ingatan Baskara, karena semua berjalan begitu sekilas baginya. Karena tidak ingin membuang waktu, Baskara memilih tidak peduli. Dia kembali bergerak dengan cepat menuju kamar nomor 127, tujuannya datang ke tempat ini.
Di depan ruangan, sama seperti hari sebelumnya ketika berkunjung ke rumah sakit. Baskara hanya berdiri membeku dengan rahang yang menegang di balik kaca pintu tanpa berniat masuk dan mendekat ke bundanya.