BERTAUT

Firda Aini
Chapter #2

Perihal kehilangan

Anaya menatap hujan yang sedang turun dengan deras di sore ini, membuat mereka tidak bisa beranjak ke lain tempat. "Menurut Google, Hujan itu melambangkan bahwa hidup tidak selalu cerah dan bahagia. Ada saatnya kita harus menghadapi badai."

Rotasi Faradina Kamara atau kerap yang dipanggil Dina itu melirik asal suara yang ada di sebelahnya. Dia adalah teman sekampus Anaya, sekaligus teman yang paling dekat dengannya. Perempuan itu sejurusan dengan Anaya di Fakultas Desain Komunikasi Visual, Universitas Padjadjaran. Ya, Fakultas yang kini menjadi tempat Anaya untuk melanjutkan pendidikannya. Dia mengikhlaskan cita-cita masa kecil nya masuk kedokteran hanya untuk menekuni lebih dalam lagi hobi nya yang suka menggambar dan membuat desain yang indah sesuai dengan imajinasinya.

Tepat hari ini, sudah genap 1 tahun Anaya di Bandung sekaligus hari dimana kepergian mendiang abang sekaligus ibu nya, memulai banyak hal baru, dan berkelana di semestanya. Ternyata, kehilangan selalu menyuguhkan bahu yang kuat dan ketegaran yang luar biasa jika manusia berserah pada tulisan takdir.

"Lo mau tau pengertian hujan menurut gue?" tanya Dina. Anaya sepakat ingin mendengarkannya. "Hujan adalah manipulasi paling menyakitkan dari rindu."

"Kenapa bisa begitu?"

"Ya karena semua yang sedang hadir di ingatan saat hujan turun, keberadaannya nggak bisa digapai, " jawab Dina.

"Jadi, hujan itu jahat?" tanya Anaya spontan.

"Jahat bagi manusia egois kayak gue, jahat bagi hati yang masih berharap dengan sebuah ingatan dan kenangan." Dina menatap Anaya "Tapi, untuk makhluk bumi yang baik hati, akan jadi manfaat."

Tentang hujan-hujan di halte seperti ini ingatan Anaya juga ikut berjalan. Diumur 17 tahun, dengan ibu yang selalu menyambut hangat kala itu.

"Lo pulang sama siapa, Na?" tanya Dina.

Anaya mengecek ponselnya. "Bareng Bang Restu, tapi kayaknya kelas dia belum selesai deh."

Bang Restu adalah sahabat abangnya yang sudah tiada. Tepat dimana abangnya kecelakaan berkendara bersama ibu, Anaya dititipkan oleh abangnya kepada ke tiga sahabat nya itu. Hanya bang Restu lah yang satu-satunya ber-almamater sama dengan dirinya. Walaupun beda jurusan dan angkatan, tapi laki-laki bertubuh tinggi itu tak pernah lepas penjagaan tentang Anaya.

"Lo benar-benar di-treat like a queen sama mereka, ya? Nggak Restu, nggak Abi, nggak Mahen," kata Dina. Perempuan itu bisa merasakannya selama dia dekat dengan Anaya lewat cerita-cerita dan pesan yang sedikit posesif yang dia ketahui.

"Abang gua yang minta ini semuanya, Din. " jawab Anaya yang tersenyum tipis.

"Eh iya, lo tadi kelompok berapa tadi?" tanya Dina.

Lihat selengkapnya