"Ibu mau kemana?"
Hanya kalimat itu yang Baskara ucapkan sebelum ibu meninggalkan Baskara sendirian di selimuti rasa takut. Ia hanya berfikir ibu hanya pergi sebentar, sampai ketika Baskara beranjak remaja, ia paham kalau kejadian waktu itu adalah bagian dari rasa kehilangan terbesar dalam hidupnya. Ibu menelantarkan dirinya bersama ayah yang sedang jatuh miskin. Aurora? Ibu membawanya pergi, dan tepat diumur 7 tahun Aurora, ibu kembali tetapi hanya untuk memberikan Aurora kepada kami. Tidak ada rasa raut bersalah, hanya ada kesenangan di mata nya. Sejak hari itu, Baskara sangat membenci ibunya.
Kalau ditanya penyesalan terbesar dalam hidup Baskara, yaitu percaya bahwa ibu nya adalah malaikat bagi dirinya. Pada kenyataannya, ibu adalah luka terbesar bagi seorang Baskara. Dijadikan samsak oleh ibunya sudah menjadi makanan Baskara sehari-hari. Sekarang hanya ayah dan adiknya yang ia punya, ia tak tahu lagi bagaimana untuk menghilangkan rasa takut dan kecewa atas semua luka yang telah tercipta. Sampai ketika dirinya bertemu dengan seorang perempuan yang mengubah kehidupan Baskara, Naraya Maharani.
Ia hanya gadis ceria yang setiap pagi menawarkannya bekal. Katanya, Baskara seperti manusia kurus yang kurang makan. Tidak pernah sama sekali dia absen untuk memberi Baskara bekal, walaupun mereka belum saling kenal satu sama lain. Sampai ketika Baskara memberanikan diri untuk bertanya kepada Naraya, menanyakan tentang alasan lain tentang bekal yang tiap hari ia dapat oleh perempuan itu, hanya jawaban sama yang selalu diucapkan oleh Naraya yaitu Baskara seperti manusia kurus yang kurang makan. Baskara bingung dengan alasan itu, karena kalau dilihat-lihat, dirinya tidak kurus-kurus sekali. Uang jajan yang diberikan ayahnya ia gunakan untuk membeli nasi ketika waktu istirahat sekolah tiba. Baskara juga jarang sekali membeli sarapan, bukan karena dirinya malas dan tidak bisa makan pagi. Tapi karena di mejanya selalu tersedia dua potong roti panggang cokelat yang tersusun rapih didalam kotak bekal.
"Naraya." panggil Baskara sembari berlari kecil mengejar gadis yang sudah hampir jauh di depannya. Naraya yang mendengar namanya dipanggil itu sontak menoleh kebelakang, tampak jelas di mata Naraya bahwa seorang Baskara berlari mengejar dirinya.
"Kotak bekal lu pagi ini belum dibawa," Naraya yang awalnya sedang melamun, tersentak kaget karena Baskara yang tiba-tiba sudah ada dihadapan dirinya. Naraya yang gugup pun langsung mengambil kotak bekal itu dan berlari meninggalkan Baskara yang terdiam dengan raut heran."Gaada bilang makasih nya tuh bocah, asal pergi-pergi aja." dengan perasaan heran, Baskara pergi menuju tempat parkir untuk mengambil motor nya dan bergegas pulang.
Naraya kini sedang duduk di depan halte sekolahnya dengan raut panik dan kebingungan. Bagaimana tidak, supir yang selalu setia meghantar jemput dirinya sedang izin pergi pulang kampung secara tiba-tiba. Padahal tadi pagi dirinya masih sempat diantar oleh supir pribadinya itu.
"Gak di jemput?" tanya laki-laki yang kini sudah ada di depan halte dengan motor nya itu. Naraya yang sudah hafal dengan suara itupun langsung melihat kedepan, dan benar saja kini Baskara sudah ada didepan dirinya. Laki-laki yang sempat ia hindari, kini sudah ada di depannya.
"Aku dijemput kok, tapi emang belom dateng aja." ucap Naraya dengan bohong. Baskara yang tahu kalau perempuan yang didepannya ini sedang berbohong pun langsung tersenyum kecil. "Udah sore, lu mau nunggu sampai malem?" Naraya yang mendapatkan pertanyaan itupun semakin panik dan bingung. Ia tak mungkin menunggu supirnya datang karena itu hal yang mustahil. Mengandalkan angkutan umum pun dirinya sudah tak bisa karena di jam segini pasti sudah tidak ada yang lewat.