Langit pagi di Bali merekah dengan semburat oranye yang memudar ke biru lembut, seperti sapuan kuas seorang pelukis ilahi. Di kejauhan, Gunung Agung berdiri gagah, puncaknya tertutup kabut tipis yang menari dihembus angin. Pohon-pohon kamboja menjulang sederhana dibalik deretan rumah berarsitektur tropis, bunganya berserakan di jalan setapak yang bersih. Suara gemercik air dari kolam kecil di depan halaman rumahnya berpadu dengan kicauan burung-burung liar, menciptakan suara yang menenangkan jiwa. Sementara aroma dupa dari pura kecil di sudut perumahan menyatu dengan wangi rumput basah sisa embun pagi.
Begitupun dengan perempuan yang kini menatap kagum dengan perasaan yang amat senang. Ia bergegas untuk mengambil tab nya yang kini berada di kamar, tak ingin melewatkan moment yang sangat berharga di depan matanya. Anaya kini sudah siap untuk mengabadikan moment indah, ditemani dengan secangkir kopi susu yang ia buat.
Ayah sudah berpamitan dengan dirinya sejak pagi buta. Sudah menjadi hal biasa bagi seorang Anaya ditinggal ayah nya secara mendadak, baik pagi, siang, bahkan tengah malam. Huft, melelahkan sekali menjadi seorang abdi negara. Sudah hampir selesai lukisan yang kini sedang dibuatnya, hanya perlu menambah sedikit warna dan selesai.
"Lukisan pertama di hari pertama siap!" ucap Anaya dengan bangga kepada dirinya. Setelah selesai dengan kegiatan melukis di teras depan rumahnya. Anaya kini masuk ke dalam untuk menyiapkan sarapannya. Dirinya hanya sendiri dirumah, awalnya ayah ingin menyewa bibi untuk menemani Anaya ketika sendirian dirumah. Tetapi Anaya mencegahnya dengan alasan ia belum butuh seseorang untuk menemaninya.
Anaya melenggang pergi dari dapur menuju ruang tengah dengan tangannya yang kini membawa piring berisikan roti panggang coklat kesukaannya. Anaya menyalakan tv untuk menonton kartun favoritnya sebagai teman makannya. Dirinya sangat terbiasa untuk makan sembari menonton, ntah di tv maupun handphone nya.
Hanya suara televisi yang terdengar diruangan tersebut, sampai tiba-tiba handphone milik Anaya berbunyi dengan kencang memenuhi semua penjuru ruangan. Anaya yang mendengar suara handphone nya berbunyi langsung mencari keberadaan benda tersebut. Tampak tertera nama Dina di layar handphone milik Anaya.
"Tumben banget nih anak nelfon." tanpa menunggu lama Anaya langsung mengangkat telefon dari teman dekatnya itu.
"KOK LU GABILANG KE GUE KALAU MAU KE BALI?" teriak Dina tanpa mengucapkan salam pembuka yang biasanya diucapkan dalam bertelfon.
"Bisa biasa aja ga? masih pagi udah sakit kuping gua." jawab Anaya sembari mengusap kuping nya yang kini berdengung.
"Hehehe maaf, lagian lo tiba-tiba uploud foto yang ber-lokasikan di Bali. Sengaja kabur ya lo dari presentasi Pak Bambang minggu depan." ucap Dina dengan nada yang sangat menjengkelkan-nya itu. Sedari awal Anaya sudah menebak jika temennya ini akan menelfon dirinya. Ya, tebakannya sangat tepat sasaran.
"Kalau boleh jujur, sebenarnya sih iya." jawab Anaya yang kini sudah tertawa terbahak-bahak. Dosen yang satu ini memang ribet sekali. Anaya selalu dibuat pusing oleh tugas-tugasnya, dan pada kesempatan kali ini ia bisa kabur dengan perasaan senang. Walaupun ada beberapa tugas yang diberikan Pak Bambang untuk menggantikan presentasinya itu, tapi tak apa. Selama tugasnnya dikerjakan di Bali, Anaya pasti mengerjakannya dengan penuh suka cita.
"Baru kali ini gue denger niat licik lo itu. Tapi lu harus tau kalau Pak Bambang izin selama dua minggu ga masuk kelas nya!" ucap Dina dengan semangat 45 nya itu.
"Gausah ngarang lo, yakali seekor Pak Bambang izin. Hujan badai aja dia lewatin buat ngajar." jawab Anaya dengan tak percaya
"Suer, orang yang bilang asistennya langsung kok. Eh tapi gue penasaran deh, kenapa asisten Pak Bambang ganti ya? mana ganteng lagi. Banyak yang bilang itu asisten pengganti doang, dan katanya lagi itu kakak tingkatan kita, seangkatan sama Ka Maia."
Mendengar ucapan Dina, dirinya teringat dengan asisten yang pernah ia lihat di pertemuan sebelumnya. Rasanya ia pernah bertemu dengan asisten dosennya itu, tapi ia tak tahu kapan dan dimananya ia bertemu. Ia pernah bertanya kepada temannya nya itu, tapi hanya jawaban tidak yang bisa dikatakan oleh temannya.