Matahari baru saja menampakkan diri dari balik cakrawala, menyapu langit dengan semburat jingga yang lembut. Di dalam kamarnya yang masih remang, Anaya menarik napas panjang, membiarkan udara pagi yang segar memenuhi dadanya. Hari ini, ia memulai pagi dengan perasaan bahagia, dengan senyum yang mengembang tanpa beban tugas kuliah nya yang setiap hari selalu menghantui dirinya. Untuk pertama kalinya, Anaya merasakan mimpi yang terasa nyata bagi dirinya. Untuk hari ini, ia ingin tersenyum bukan karena dunia memberinya alasan, tetapi karena hatinya sendiri memilih untuk bahagia.
"Selamat pagi ayah." ucap Anaya dengan lantang sembari berjalan menuju ke dapur.
"Selamat pagi juga putri ayah yang paling cantik." balas ayah sembari memberikan senyuman hangatnya.
"Ayah masak? wah udah lama Anaya ga makan masakan ayah." ucap Anaya yang langsung bergegas duduk di kursi makan.
"Pelan-pelan Anaya." ucap ayah yang melihat putrinya yang sangat lahap. Anaya tersenyum malu dan mengangguk setelahnya.
Kini hanya detingan sendok dan piring yang terdengar di meja makan. Tidak ada suara, bahkan kini Anaya sudah dua kali menambah nasi goreng buatan ayahnya. Ayah hanya dapat menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku putri semata wayangnya itu. Karena kini, harta satu-satunya yang ia punya hanyalah Anaya.
Di sela-sela makan nya, Anaya teringat satu pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada ayah nya. "Oh iya ayah, adek mau nanya deh." Ayah yang kini masih belum selesai dengan makan nya, hanya dapat menjawab pertanyaan dengan memberikan kode tunggu kepada Anaya. Anaya yang paham kini melanjutkan makan nya.
"Kenyang nya." ucap Anaya sembari mengelus perut nya yang sedikit membuncit.
"Abis makan jangan langsung tidur, Anaya."
Anaya yang merasa tersindiri oleh ucapan ayah nya itu hanya dapat cengengesan dan mengurungkan niat nya untuk kembali ke kamar nya. Kini ia berjalan menuju ruang tengah untuk duduk bersantai di sofa. Belum ada satu menit Anaya duduk, kini suara ayah kembali terdengar di telinganya.
"Adek, ayo ikut ayah ke pasar."
"Ayah? adek baru duduk. Ayah gak kasian sama adek?" ucap Anaya dengan sangat dramatis. Ayah yang melihat sikap putri nya yang kini sedang ber-akting hanya acuh tak acuh. Anaya yang melihat ayah nya yang tak peduli itu hanya dapat pasrah dan mulai mengikuti langkah ayah nya yang kini sudah berada di pintu depan.
Kini mereka berdua mulai berjalan kaki menuju pasar. Anaya mulai kebingungan kepada ayah nya, apakah ayah nya sangat tega kepada dirinya? berjalan kaki ke pasar? apa ia tadi makan terlalu banyak? sampai-sampai ayah nya sangat ambisius untuk mengajaknya berolahraga dengan cara berjalan kaki ke pasar yang jauh itu.
"Pasar nya gak jauh, cuma 1 km dari komplek perumahan ini." ucap ayah yang tidak sengaja sudah menjawab kebingungan Anaya.
"1 km? sekitar 17 menit dong. Kenapa gak naik motor aja sih ayah, kan lebih cepet."
"Sekalian olahraga."
Huh, Anaya hampir lupa denga rasa bahagia nya pagi ini.
Dalam perjalanan yang lumayan memakan waktu itu, Anaya mendapatkan banyak referensi untuk melukisnya itu. Banyak sudut yang ia anggap ada sebuah keindahan di dalam nya. Hampir setengah jalan, Anaya mulai merasakan mood nya kembali seperti awal, sampai tidak terasa kini dirinya sudah berada di pintu masuk ke arah pasar.
"Ayah mau ke bagian daging-dagingan, kamu mau ikut ayah atau ke bagian sayur?"
"Anaya ke bagian sayur aja deh, biar menghemat waktu."