BERTAUT

Firda Aini
Chapter #12

Teduh dalam Peluk

Langit sore hari ini tampak terlihat tenang bagi hati yang sedang gelisah. Anaya duduk di tepi ranjang kamarnya, menggenggam gantungan yang masih setia menemaninya sejak pagi dengan begitu erat. Semula, ia berniat untuk pulang ke Bandung esok pagi, dengan rasa bahagia yang ia bawa dari Pulau Dewata. Membawa sejuta cerita yang akan ia bagi dengan teman dekatnya itu. Tetapi hal yang sudah direncanakan begitu rapih, rusak begitu saja sejak orang dari masa lalu Anaya kembali.

Kedatangannya yang secara tiba-tiba, mengoyak ulang luka yang nyaris mengering. Penerbangannya ditarik lebih cepat. Malam ini, ia memilih untuk pulang. Bukan untuk lari, tapi untuk pulang ke pelukan yang menanti; teman abangnya yang sekarang menjadi garda terdepannya, yang selalu paham cara memeluk luka, tanpa harus banyak bertanya.

"Ana? udah siap nak?" panggilan dari sang ayah membuat lamunan Anaya terbuyarkan. Sudah berapa lama dirinya duduk dengan memegang gantungan ini? ntahlah. Anaya segera beranjak dari tempat duduknya untuk membawa koper dan tas yang sudah berisikan oleh-oleh. Bukan Anaya yang menyiapkan itu, tetapi ayah nya yang secara tiba-tiba membawa begitu banyak makanan dan barang yang ntah sejak kapan sudah disiapkan.

"Sudah siap, ayah." ucap Anaya dengan suara ceria. Anaya mencoba menyembunyikan lukanya, lagi.

"Kamu tuh beneran suka banget ngasih tahu mendadak, untungnya masih bisa dapet tiketnya." omel ayah yang merasa kesal kepada anak perempuannya itu. Anaya hanya membalasnya dengan senyum jailnya itu. Mereka berdua lalu berjalan bersama kearah mobil yang sudah disiapkan.

Diperjalanan menuju bandara, Anaya hanya menatap kaca mobil yang kini menampakkan langit yang penuh bintang. Tanpa Anaya sadari, ia melewati laki-laki yang sedang asik dengan dunianya–Baskara. Malam ini dirinya sedang memotret langit malam Bali yang tidak kalah cantiknya dengan pagi. Kini Baskara sedang melihat-lihat hasil foto yang sudah ia ambil sejak tadi.

"Bintang yang ini cantik, Ra. Persis kaya kamu. Dia yang paling terang, tapi begitu tenang." ucap Baskara yang kini sedang melihat salah satu bintang di dalam tangkapannya itu. Senyum Baskara malam ini selalu terpasang, ntah kenapa rasanya malam ini begitu membuat perasaannya sangat senang.

"Anaya?" tanya nya kepada diri sendiri setelah ia melihat salah satu tangkapan fotonya menampilkan gadis yang sedang bersender di kaca mobil dengan raut muka yang rumit untuk dijelaskan. Ntah kenapa kini atensinya berhenti kepada gadis yang berada di kameranya itu. Perasaan yang semula baik-baik saja, kini berubah menjadi khawatir.

Baskara mengeluarkan ponsel yang sedari tadi ia simpan dibalik kantong celanannya itu. Jemarinya sempat berhenti di layar, menatap kontak bernama "Anaya" yang muncul di rentetan kontak yang baru-baru ini dihubungi. Ada ragu dalam diri Baskara untuk memulai percakapan itu, tapi hal itu berlalu begitu saja setelah Baskara memilih untuk memendam rasa ragunya daripada memendam rasa khawatirnya.

"Na, semoga selalu baik-baik saja."

Satu pesan yang sederhana, cukup untuk membuat seseorang tidak benar-benar sendirian.

⏳⏳⏳

Cukup lama Anaya menunggu di bandara, setelah penerbangannya diundur karena masalah teknis. Waktu sekarang menunjukkan pukul 23.30 dan Anaya masih menunggu 45 menit untuk sampai ditujuannya. Anaya berniat memajukan waktu kepulangannya untuk menghindari para abangnya yang mungkin saja bisa membuatnya makin sedih. Bukannya tidak ingin bertemu, tapi ia tidak mau terlihat begitu menyedihkan dihadapan mereka.

Lihat selengkapnya