Musim semi tiba. Cahaya matahari mulai menerobos melalui setiap celah yang ada, hewan-hewan yang bersembunyi pun kembali menampakkan dirinya. Di antara pemandangan yang Bertilda lihat sore itu, seekor tupai memanjat salah satu pohon oak di Blackton Land dan tupai itu balas menatapnya cukup lama.
Suara tawa dan barang pecah belah yang beradu dengan logam tidak menganggu lamunan Bertilda. Namun, mendadak ia tersadar dengan jantung berdenyut ketika mendengar nama Gwen disebut.
"Gwen Mainner, wanita yang luar biasa bukan?"
"Kalian lihat nilai sumbangannya malam itu?"
"Tentu saja, bahkan aku selalu memakai aksesoris murahan untuk ikut acara amal Miss Blackton."
"Gwen jauh lebih muda dari Miss Blackton, tapi tak kalah menarik darinya."
"Benar sekali, lihat senyumnya sekarang!"
Sekelompok pria serentak memandang ke arah Gween yang sedang duduk di meja paling ujung sambil menikmati daging panggangnya.
"Siapa pria beruntung yang akan memenangkan hatinya?"
"Tentu saja Buck!" Seru salah satu dari mereka, kemudian mereka bersulang sambil tertawa.
Tatapan Bertilda kini beralih pada Gwen, seperti yang diucapkan oleh para pria itu, ia memang terlihat cantik, menaril, dan masih sangat muda. Dada Bertilda berdenyut, tidak biasanya ia merasa tidak nyaman seperti saat ini untuk kesekian kalinya. Bertilda sangat tidak menyukai kondisi seperti ini. Kakinya pun mulai melangkah mendekati semak di bawah pohon oak, sebelah tangannya membawa kue kenari. Bertilda ingin melupakan ketidaknyamanan itu, maka ia perlu menjauh dari pesta yang ia gelar di halaman dan menjauh dari sosok Gwen.
"Anak manis," Gumam Bertilda ke arah tupai itu, "Ayo kita bermain."
Beruntung sekali tupai yang sejak tadi ia amati sangat penurut, hanya bermodal kue kenari, tupai tersebut mendekati Bertilda dengan begitu mudahnya. Bertilda pun tersenyum, ia meremukkan kue yang ada di tangannya dan mulai memberikannya pada tupai tersebut.
***
Dr. Paine melakukan tahap akhir perawatan pada wajah Bertilda, mengoleskan jeli untuk proteksi ekstra kulitnya. Setelah sensasi dingin menghilang, Bertilda bangkit duduk dan memandangi wajahnya pada pantulan kaca.
"Anda ke klinik lebih sering daripada seharusnya my lady, apakah kamu sering minum alkohol atau merokok akhir-akhir ini?" Tanya Dr. Paine terlihat penasaran.
"Tidak juga," Tukas Bertilda cepat, "Aku hanya tidak ingin menua."
Dr. Paine tersenyum, "Kenapa wanita sepertimu harus merasa tua di usia semuda ini?"
"Dr. Paine, lima tahun lagi usiaku sudah kepala tiga, bagaimana mungkin aku tak khawatir?"
"Anda berlebihan my lady, kembalilah ke klinik dua minggu sekali."
Bertilda menatap Dr. Paine, "Ah, sepertinya dokterku merasa keberatan."
Dr. Paine menatap Bertilda dengan ekspresi yang tak bisa ditebak, "Oke, aku mengerti, kembalilah seminggu sekali."
"Kita sudah sepakat."
Tanpa banyak bicara, Bertilda sedikit membungkukkan tubuhnya lalu pergi meninggalkan ruang tindakan.
Langit musim semi seharusnya membawa keceriaan untuk Bertilda, tapi mengingat sosok Gwen semakin banyak menuai pujian membuat dadanya sesak. Setiap kali ia bertemu Buck, pasti Gwen ada di sana. Lama-lama ia merasa muak. Sayangnya sosok Buck tidak mungkin ia hindari, sebab berkat pria itu, Bertilda berhasil mendirikan jaringan amal selama bertahun-tahun di York. Tanpa Buck dan relasinya, mungkin riwayat Blackton tidak akan bertahan sekonsisten seperti sekarang ini.