BERTILDA BLACKTON

Huning Margaluwih
Chapter #3

FORLORN

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Musim dingin menyempurnakan kebekuan di Blackton Land. Hubungan rumah tangga Ramsey dan Clare pun lebih beku dari musim dingin itu sendiri, membawa keduanya semakin jauh dari sumpah perkawinan yang telah diucapkan, dan tersesat hingga tak bisa menemukan jalan untuk kembali pulang.

Bertilda berumur lima tahun saat Clare dan Richard secara terang-terangan menunjukkan ada sesuatu di antara mereka berdua, lebih tepatnya hubungan terlarang. Mereka banyak menghabiskan waktu di luar dan di dalam Blackton Land, keduanya menghabiskan waktu di The Mainners sebelum pulang malam hari dalam keadaan nyaris tumbang karena alkohol. Tak jarang, tanpa sengaja bertilda mendapati keduanya dalam kondisi telanjang atau berciuman hingga bercumbu di salah satu ruangan. Seluruh kamar di Blackton Land sepertinya sudah menjadi saksi bisu kegilaan mereka, ruang perapian serta mini van tua yang ada di garasi adalah tempat favorit mereka. Seperti malam-malam sebelumnya, Bertilda sedang mengintip dari kegelapan dan menyaksikan dua sejoli itu dimabuk cinta kotor.

"Bagaimana kalau kita menikah?" Ujar Richard tiba-tiba.

Clare bangkit dengan wajah tidak percaya, selimut yang menutup dadanya kini melorot dan menampilkan pemandangan erotis.

"Apa kamu gila?"

Richard terkekeh, "Mana yang lebih gila? Bermain kucing-kucingan di belakang Blackton atau menikah secara resmi?"

"Menikah diam-diam walau pun secara resmi, tetap saja gila, bukan?"

"Aku tidak bilang secara diam-diam," Balas Richard, "Aku akan mengatakan kondisinya pada Blackton juga Bertilda."

"Hentikan Beaufort!" Clare menutup kedua telinganya.

"Kamu selalu memanggilku Beaufort saat segala sesuatu tidak sesuai dengan keinginanmu." Desah Richard.

Clare menatapnya tajam, "Menjijikka."

"Apa katamu?"

"Pernikahan sangat menjijikkan, aku tidak ingin lagi terjebak di dalamnya."

"Kenapa harus menjijikkan jika kamu dan Bertilda akan hidup bahagia denganku?" Tanya Richard frustrasi, "Kita bebas melakukan apa pun, dan kamu tahu, kita juga bisa punya anak."

Clare kini berdiri dan mulai mengenakan gaun tidurnya dengan wajah kesal.

"Lalu setelah melahirkan anak yang tidak sesuai dengan keinginanmu, kamu akan meninggalkanku," Gerutu Clare, "Seperti Ramsey, lalu aku hanya akan kesepian, merusak diri dan wajahku sepanjang hari dengan berisiknya tangis bayi."

"Clare, tolong jangan bandingkan aku dengan Ramsey."

"Oh, akan kutambahkan," Clare mengacuhkan permohonan Richard, "Apakah aku harus mengulangi perselingkuhan seperti ini dengan orang lain jika itu terjadi?!"

Richard menahan kekesalannya, ia memilih untuk tidak menanggapi amarah Clare saat ini.

"Tidak Richard," Clare menjawabnya sendiri, "Aku tidak akan membodohi diriku dua kali."

Saat Clare berbalik menuju pintu keluar ruang perapian, di sanalah mata Bertilda bertemu dengan tatapannya. Meski pun Clare sedikit terkejut, ia bersikap seolah tak mengacuhkan keberadaan bocah yang sedang berlindung di dalam ke gelapan dan terlihat ketakutan itu. Clare tetap melangkah menuju kamar untuk menjauhkan seluruh beban yang ada di dalam dirinya.

***

Kesedihan seorang pria tidak mudah untuk diketahui, bekerja atau bersenang-senang seringkali jadi pilihan untuk membunuh ingatan dan juga perasaan.

Benarkah?

Kurang lebih seperti itulah yang mulai terjadi dalam kehidupan Ramsey beberapa tahun terakhir. Setelah ulang tahun Bertilda yang pertama, pria itu mulai merasa asing di rumahnya sendiri. Clare begitu pendiam, ia sering menghindar saat berada di meja yang sama dengan Ramsey. Meskipun tidak ada teriakan atau perkelahian hebat di dalam rumah, tapi jeritan hati Clare mengoyak hati Ramsey hingga hari ini.

Kondisi tersebut diperparah dengan pemandangan menjijikkan yang tanpa sengaja Ramsey lihat melalui sisi luar kaca jendela ruang perapian. Istrinya bercinta di depan perapian dengan seorang pria yang sangat ia kenal dan ia percayai. Adalah sebuah kesalahan fatal saat Ramsey meminta tolong kepada pria itu untuk selalu menemani Clare, ternyata Richard hanyalah rubah licik yang mengambil kesempatan di waktu yang benar-benar tepat. Harapan yang semula Ramsey anggap masih ada dan menggantung di hadapannya kini bena-benar sirna seiring kesadarannya yang semakin menjauh.

Ramsey mengurungkan niat untuk kembali ke rumah, dengan sebotol whisky murahan yang biasa dijual di mini market sepanjang jalan utama York, ia berjalan limbung di sekitaran Blackton St sambil menggumamkan lagu sesuka hatinya.

Blackton Land is falling down,

Falling down, falling down.

Blackton Land is falling down,

Lihat selengkapnya