Beberapa bulan setelah kejadian mengerikan yang menimpa Oliver, semua kembali normal. Bertilda semakin merasa sepi dan terasing, bahkan saat berada di dalam rumahnya sendiri. Siang ini ia mencari-cari Clare di setiap sudut rumah sambil mendekap salah satu buku dongeng bergambar yang ia beli bersama Cherryl kemarin, berharap wanita yang ia panggil ibu itu bersedia membacakan cerita untuknya.
"Mum?" Seru Bertilda, "Maukah mum membacakan cerita untukku?"
Bertilda melongokkan kepalanya ke dapur, hening, Clare juga tidak terlihat ada di sana. Dengan wajah lesu, Bertilda kembali menyusuri koridor. Namun samar-samar terdengar suara dari arah garasi, langkah Bertilda terhenti dan tatapannya terarah pada pintu garasi yang sedikit terbuka.
"Mum?"
Tidak ada jawaban yang Bertilda terima, namun suara samar yang ia dengar semakin jelas setiap langkahnya mendekat. Perlahan Bertilda membuka pintu garasi. Sekali pun pintu itu berderit, suara-suara yang Bertilda dengar tetap terdengar. Setelah menyapukan pandang, Bertilda mendapati Karmann Ghia- mobil tua berwarna merun yang telah dimodifikasi-bergerak-gerak walau pun mesinnya tidak sedang menyala.
"Jangan berhenti Richard," Desah Clare, "Aku hampir sampai."
"Clare, Clare, Clare," Erang Richard, "Aku mencintaimu Clare."
"Aaaahh," lenguh Clare penuh kenikmatan, "Aaaahh!"
Tak lama setelah itu teriakan penih kepuasan Richard pun ikut terdengar dan mobil yang semula berguncang keras perlahan mulai tenang. Bertilda yang sejak tadi melangkah masuk dan mendekat karena ingin tahu kini terkesima atas pemandangan erotis di depannya, sementara kedua orang yang kelelahan usai bersenggama itu mulai menyalakan rokok mereka satu sama lain. Bertilda tak mampu berkata-kata, bahkan ia sendiri tak bisa memahami perasaan aneh yang bergelung memenuhi dadanya. Tanpa banyak membuang waktu Bertilda berlari keluar garasi, ia membanting pintu di belakangnya sekuat-kuatnya.
Setelah berlari menyusuri koridor sepi yang melintasi ruang keluarga, Bertilda memperlambat langkahnya. Dadanya naik-turun, tubuh Bertilda juga gemetar. Pemandangan yang barusan ia lihat sangat mengusik hatinya, dalam waktu yang bersamaan Bertilda juga merasa mual dan marah. Melihat tangga menuju kapel di bawah tanah membuat Bertilda tak kuasa menahan keinginannya untuk bertemu Ramsey. Walau tahu Ramsey saat ini sedang bekerja, tapi Bertilda benar-benar membutuhkannya. Selain itu, ia juga merasa sangat rindu pada ayahnya.
"Dad?" Panggil Bertilda hati-hati setelah tiba di ambang pintu kapel.
Kursi kerja tinggi besar berbalut velvet berwarna cokelat tua yang Ramsey duduki bergerak memutar, memperlihatkan wajah serius milik Ramsey.
"Dad?" Panggil Bertilda sekali lagi.
Setelah menyadari sosok Bertilda tiba-tiba muncul di kapel, Ramsey menghentikan aktifitasnya dan menatap Bertilda intens.
"Apa yang kamh lakukan di sini lady?" Ramsey bertanya tanpa berpikir panjang.
"Aku ingin bertemu dad."
"Itu saja?" Ramsey mengernyitkan dahi, "Dad saat ini sedang sibuk, kembalilah lain kali."
"Tapi aku ingin dad membacakan The Witch From Westwood untukku." Rengek Bertilda.
"Kembalilah lain kali." Ujar Ramsey singkat, lalu ia kembali berkutat dengan pekerjaannya yang ada di meja.
"Kumohon padamu dad." Desak Bertilda, kali ini ia mulai menarik lengan baju Ramsey perlahan.
"Lain kali lady, hari ini dad banyak pekerjaan."
"Lain kali? Kapan? Dad selalu mengingkarinya."
Tanpa Bertilda duga, Ramsey menghantamkan telapak tangannya di atas meja dengan keras. Bertilda mundur selangkah, ia ketakutan melihat wajah Ramsey yang merah padam.
"Jangan ganggu aku!" Teriak Ramsey, "Kamu pikir untuk siapa aku bekerja, hah!?"
"Aku takut dad."
"Jangan berulah Bertilda! Seandainya kamu terlahir sebagai laki-laki, tentu aku akan punya banyak waktu untukmu!"
"Dad?"
"Enyah!" Teriak Ramsey, "Kamu dan ibumu sebaiknya enyah dari hidupku!"
Teriakan Ramsey seakan menusuk gendang telinga Bertilda, kalimatnya menggema di dalam kepalanya seakan rekaman tape yang diputar berulang-ulang. Untuk kali pertama dalam hidupnya, Bertilda merasa tidak diinginkan. Perlakuan Clare mau pun Ramsey, keduanya membuat hati Bertilda hancur berkeping-keping. Andai setiap orang tahu konstruksi hati, mungkin akan ada solusi untuk membenahinya. Sayangnya tidak ada yang tahu pasti kapan dan bagaimana hati seseorang akan hancur, termasuk bagaimana menyembuhkannya. Bertilda masih terlalu kecil untuk memahami situasinya, hal itu terlalu besar untuk bisa ia terima.
***
Siang itu udara terlampau panas, mesin pendingin udara di setiap ruangan hampir seluruhnya menyala di Blackton Land. Diane sibuk menyiapkan makan malam yang belum tentu akan di santap oleh anggota keluarga Blackton, tapi sebagai kepala pelayan yang profesional ia akan tetap menyediakan dan memastikan seluruh anggota keluarga makan tepat waktu.
"Hah! Sungguh menyebalkan!" Dengkus Cherryl saat melangkah masuk ke dapur melalui pintu belakang.
"Jaga sikapmu Cherryl," Tukas Diane cepat, "Cepat siapkan piring dan gelas di meja makan!"
Cherryl menutup mulutnya dan menuruti perintah Diane, tapi kemunculan Abby yang tiba-tiba membuat keduanya nyaris terlonjak. Terutama Diane, matanya terbelalak mendapati baju Abby berlumuran cairan berwarna merah.