Beruang Es

Vivilutfia41
Chapter #15

#15 Gejolak Rasa

Menunggu tidaklah mudah, lalu kenapa masih menunggu?

~Aidan Adnan Al-Gerald~

Aidan sedang dikantor mengurusi berkas berkasnya. Ia sangat sibuk hari ini dikarenakan ia mengundang perusahaan lain untuk bekerja sama dengannya. Sesuai perintah pamannya perusahaan ini harus meningkat dari tahun ke tahun.

Aidan merasa melupakan sesuatu. Namun ia tak mau pikir panjang untuk mengingatnya. Setelah selesai menyiapkan berkasnya ia masuk kedalam ruang pertemuan. 

Meetingnya berlangsung selama 1.5 jam semenjak pukul 8 pagi. Setelah selesai Aidan kembali ke rumahnya. Aidan melepas jas dan dasinya. Ia merebahkan dirinya di kasur, ia sangat lelah, kemarin malam ia hanya sempat tidur 3 jam. Aidan mengecek hanphonenya yang dari tadi ia mode jangan ganggu. Ia terkejut melihat pesan dan telepon berturut turut dari asisten barunya. Ia ingat apa yang ia lupakan tadi. Ia bermaksud untuk menyusul, namun pikirannya sudah terlalu penat. Ia menelepon kembali gadis itu, tapi yang terdengar hanya suara operator. Ia memberikan pesan via whatsap namun hanya centang satu. Ia memberikan sms ke gadis itu. Setelah selesai memberitahu bahwa meetingnya tidak jadi. Ia menaruh handphonenya ke meja disamping kasur. Aidan menutup matanya, Ia Ingin menghilangkan rasa lelahnya dengan tidur sebentar.

Aidan bangun dari tidurnya pukul 10.40. Tidur pendek tadi cukup untuk menyegarkannya kembali. Ia melihat handphonenya. Pesan darinya masih centang satu. Ia tidak tahu sms nya dibaca atau tidak. Ia menelpon kembali. Namun hasilnya sama saja Hanya terdengar suara operator. Entah kenapa Ia langsung bertindak untuk menemuinya. Walau pikirannya sangat imposible bahwa gadis itu masih menunggunya. Ia menyambar kunci mobil dan melesat menuju tempat yang ditentukan. 

***

Aidan sampai disana. Ia terkejut melihat gadis itu masih disana. Apa gadis itu menggunya? Tidak mungkin, dia dengan temannya tidak mungkin menunggu selama itu. Gadis itu menghampirinya.

"Pak Ai kemana aja? Lili nungguin dari tadi" suara Lili serak, matanya masih berkaca kaca.

Aidan menahan murkanya, apa gadis ini tidak ada pekerjaan lain untuk menunggunya

"Kau tidak baca pesan ku?" tanya Aidan dengan dingin.

"Handphone Lili tadi jatuh, lalu gak bisa nyala lagi, Pak Aidan kenapa lama sekali?" jawab Lili

"Apa itu salahku?" tanya aidan tanpa ekspresi

"Hah?" Lili menatap Aidan bingung.

"Kamu jadi asisten mikir dikitt" telunjuk Aidan mendorong sedikit ke dahi Lili. Lili menatap terkejut atas perlakuan Aidan.

"Jangan bego banget jadi asisten, udah tahu nunggu Lama gak ada kabar, kenapa masih nunggu? " Aidan mencoba tidak teriak-teriak disini.

"Lili takut nanti pak ceo kesini dan nunggu Lili"

"Gak, gak akan, aku gak sebodoh kamu"

Lili hanya bisa menunduk, ia menahan tangisnya. Matanya sudah akan menghujani tanah ini. 

"Eh lo gak tahu diri ya" Yuni yang dari tadi hanya melihat, kini ia mulai membuka suara. "Gue tahu temen gue ini masih polos, dia masih kayak anak kecil. Lo yang udah dewasa gak seharusnya bilang kayak gitu, seengaknya hargai dikit. Dia udah nunggu 4 jam 57 menit gak banyak orang yang mau nunggu selama itu, contohnya elo yang hanya bisa nunggu cuma 4 menit 57 detik. Dia berangkat satu jam lebih cepat cuma gamau lo nunggu dia. Emang cuma lo yang sibuk disini? Dia juga sibuk Dan Aku sedih kesibukannya hanya untuk Pria yang bahkan tidak pernah menghargainya" Marah Yuni meledak.

"Ah sudahlah gue gak punya banyak waktu untuk berdebat dengan hati beku kayak lo. Ayok Li" Yuni menyeret tangan Lili untuk pulang. Lili hanya diam berjalan. Ia memandang punggung pria dibelakangnya. Mungkin Yuni memang benar. Ia tidak seharusnya berjuang untuk orang yang bahkan tidak menghargainya. Lalu apakah ia harus menyerah? 

Aidan hanya berdiri disana. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Entah perasaan apa ini yang menyelimuti dirinya. Ia menatap kepergian gadis itu. Gadis itu lama-lama menjauh lalu hilang dari pandangannya. Gadis itu sangat mengejar ngejarnya. Namun sampai kapan itu akan terjadi? Ia mungkin bisa merasa lelah dan pergi lalu menghilang dari pandangannya. Jika itu terjadi seharusnya bagus, namun jauh dilubuk hatinya akan ada ruang yang hampa.

^v^

Malam berselimut dengan hening dan dinginnya udara. Semuanya sudah terlelap dalam mimpinya. Namun Lili masih berkutik dengan laptopnya. Laptop dari ayahnya itu benda berharga yang ia sayangi. 

Lihat selengkapnya