Besok Ayah Pulang

Khairul
Chapter #1

#1

Catherine terlihat senang dan bahagia, apalagi setelah cincin itu ia pasangkan tepat di jari manis kekasihnya, mungkin inilah akhir takdir berliku yang telah ia tempuh – menemukan belahan jiwa untuk dinikahinya. Tepuk tangan yang menggema meramaikan suasana, pelukan hangat serta ucapan selamat silih berganti mendatanginya. Luapan kegembiraan itu mereka rasakan. Martin memandanginya – Catherine pun meneteskan air mata. Catherine kini larut dalam keharuan, setelah bagaimana ia mampu mengurus adik dan ibunya sampai berada di momen ini.

Barang kali benar ungkapan yang sering Martin dengar, manusia tak mungkin bisa mendapatkan semuanya, atau ia harus menukar salah satu di antara yang dimilikinya. Tapi ada satu hal yang mengganjal di suasana itu, bagaimana rasanya jika hari bahagia itu lengkap dengan seorang ayah?.

–––

Para pemuda itu berdiri di depan jalan perumahan, mereka sudah berjanji untuk berkunjung. Salah satu di antaranya membuka pagar yang tak dikunci, berjalan dan mendekatkan tangan ke pintu lalu mengetuknya. “Permisi, ada orang di dalam” suara salam dan ketukan itu tak mendapat balasan. Krek, pintu itu terbuka – mereka menjadi kaku, leher mereka seperti di tebas samurai setelah disodorkan senyum dan sorot mata Catherine. Salah satu dari mereka sempat mati suri, lalu tersadar perlahan mendengar suaranya “Martinnya ada di kamar langsung masuk saja”.

Mereka melihat ke dalam – banyak benda disusun dengan sekian rupa, sofa dan meja berada di tengah, dindingnya pun membentuk pola warna gradasi. Seketika cobek yang sudah menunggu mereka, segera menghampirinya dan menahan mereka di depan saat sedang melepas sepatu.

“silakan masuk, paduka Martin sudah menunggu di ruangannya, mohon untuk kerja samanya” Catherine yang melintas di belakangnya tak ragu untuk tersenyum kecil, meskipun ia sangat sering mendengar gurauan si cobek. “boleh di lihat jangan di pegang, yang di sana dapur, di sana ruang ibu suri, tepat di hadapan kalian ini, ruangan paduka yang sudah berdiri menanti”.

Martin menoyor kepala si cobek. “Kepalaku ini mahal tin, sudah delapan belas kali diberikan fitrah setiap tahunnya” Semua sedikit setuju akan hal itu, tapi martin tidak “Isinya, tidak bek. Kepalamu hanya bagus di cashing” seketika martin langsung merasa sakit di bagian perutnya, setelah menerima tusukan lemah jari cobek. “Ini baru sepuluh persen kekuatanku” alisnya mengepakkan sayapnya yang di tunjukkan kepada martin. Pertunjukan komedi itu sudah sering di pertontonkan mereka berdua, tanpa rasa malu, namun beda dialog tiap adegannya, yang penting mereka tertawa bahagia.

–––

Catherine sedang duduk di sofa bersama ibunya, ketika Leo mampir pada malam itu. Sehabis pulang bekerja, Leo selalu menyempatkan untuk mampir, meskipun tak menentu jam dan harinya. “Maaf agak telat, jam pulang sore ini tak seperti biasanya” Catherine hanya tersenyum dan langsung mengambilkan air untuk di minum. Leo mendengarkan beberapa ucapan ibunya Catherine dengan saksama, menyentuh tangannya, dan mengangguk kan kepala bahwa iya memahaminya. Martin hanya melihat di kejauhan di balik tembok, ia merasa tak akan sanggup bila harus mendengarkan cerita ibunya.

“temanmu sudah pulang semuanya?” tanya Catherine saat menenteng camilan dan sebuah asbak. “Heh, tinggal cobek di kamar” Martin tak sadar kalau ia sedang mengintip pembicaraan itu saat Catherine di sekitarnya. “kalo mau ikut mengobrol, ayo gabung” ia menjawab dengan diam dan kembali ke kamarnya.

Martin bercerita kepada cobek di kamar, ia menuturkan bagaimana om Leo sangat peka dengan keadaan keluarganya. “Aku rasa om Leo mampu membaca gelombang ultrasonik tin” ungkap cobek. “ Aku tak tahu bek, tapi menurutku, ibuku sangat sulit dimengerti”

“kau harusnya bersyukur, ada orang semacam om Leo bin virgo bin libra”

“kau benar bek, tapi kumohon jangan ditambah soal namanya” menurut Martin, om Leo juga orang yang tepat untuk kondisi keluarganya saat ini, absennya seorang ayah dari kehidupan sangat mempengaruhi semuanya. Cobek lanjut mengajak untuk melanjutkan permainan PlayStation, menurutnya ini lebih baik daripada membicarakan apa yang belum ia mengerti.

–––

Malam itu terlihat sepi, tapi masih terdengar suara hewan malam dan kendaraan di kejauhan. Martin merogoh kantong celananya, ia mencari kunci rumah tapi tak menemukannya. Ia melewati pagar yang memang tak pernah dikunci. Ia mengetuk pintu itu berulang kali dengan keras karena tak ada jawaban. Ia menyandarkan badan setelah mendengar kata tunggu dari dalam. Catherine membukakan pintu untuknya, sambil mengusap-usap matanya. Martin mengira ia sedang murung, lalu ia mengira kakaknya baru bangun dari tidurnya, kepalanya pusing, ia tak sanggup membedakannya, dan ia hanya ingin tidur malam itu.

Lihat selengkapnya