Besok Saja Kita Bahagia

Hani Abla
Chapter #4

Arti Hilang

(Apa yang terjadi esok, kita tak pernah tahu. Relakan saja jika rencana hanyalah daftar masa lalu.) 


Nadhir naik pitam. Dilihatnya sang istri berduaan dengan seorang pria. Diamati baik-baik pria itu. Masih muda, tegap, tinggi, berjanggut tipis, mengenakan kurta dan celana longgar di atas mata kaki. Berdampingan dengan Nazima yang bergamis dan kerudung lebar, cocok sudah orang akan mengira keduanya pasangan akhi-ukhti.

Klakson dibunyikan Nadhir keras-keras. Untuk ukuran city car, suaranya cukup lantang. Naz sampai mengenali suara mobil itu dan segera mengangkat pandangan, mencari asal suara. Ketika kendaraan merah itu terlihat, Naz berjalan cepat ke arahnya. Ia tersenyum, melambaikan tangan.

“Mobil sport sudah laku?” ringan Naz bertanya begitu masuk ke dalam mobil. Senyumnya bahkan lebih indah dari langit sore. 

Nadhir diam saja. Wajah merahnya makin ketara ketika cahaya jingga menembus kaca. “Siapa laki-laki itu?”

“Eh? Laki-laki? Siapa?”

“Malah balik nanya! Jelas-jelas kamu berduaan tadi!”

Naz kebingungan. Ia benar-benar tak mengerti. "Berduaan? Kok bisa?" 

"Ya bisa aja. Itu.." Nadhir menghentikan kalimatnya. Ia terkejut melihat pria yang dimaksud justru datang tiba-tiba dan mengetuk jendela tempered glass di sisinya. 

"Assalamualaikum, Pak. Mohon maaf, mobil dilarang parkir di sini," ujar pria itu. 

Nadhir mengelak, meninggi tone suaranya, "Kamu siapa? Larang-larang saya parkir. Tadi kamu dekat-dekat istri saya kan!" 

Sungguh kikuk pemandangan setelahnya. Pria muda asing itu kebingungan bukan main. Samar terdengar istighfar bersamaan gelengan kepalanya. 

Nazima malu hingga ubun. Ia segera menarik kemeja sang suami, berbisik, "Naz nggak kenal dia, apalagi dekat-dekat. Kayaknya dia marbot masjid deh, Mas."

"Jelas-jelas tadi kamu berduaan sama dia di sana!" Suara Nadhir tak lagi tinggi. 

Nazima melihat ke arah telunjuk suaminya. "Astagfirullah, di sana? Di dekat tempat sampah? Naz memang buang sampah tadi. Salah Naz, buang sampah di tempat ikhwan. Duh, Mas salah paham. Minta maaf gih, Mas."

Percakapan Nadhir-Nazima dianggap lalu oleh pria berjubah kurta. Ia sudah pergi daripada ikut campur masalah orang lain. Lebih berat lagi, masalah rumah tangga. 

Nadhir terdiam. Seharusnya wajahnya kini dipenuhi aura malu level tinggi. Namun ia enggan mengakuinya. Hingga Naz yang mengambil jalan keluar dari kecanggungan salah sangka ini. Ia tertawa lepas. Tertawa selepasnya. 

"Kamu cemburuan banget, Mas," Naz masih dipenuhi tawa. Dilihatnya raut suami yang masih serius. "Tapi gapapa, aku suka," Naz mendekat kursi kemudi, melingkarkan kedua lengannya ke tubuh Nadhir, menyadarkan pipi di bahu kiri pria itu. 

Lihat selengkapnya