Besok Saja Kita Bahagia

Hani Abla
Chapter #8

Menemukan

(Rezeki bukanlah tentang nominal. Banyak sedikitnya tergantung respon akal. Cukup tidaknya tergantung hati bertawakal.)


Waktu dhuha ketika cahaya pagi mulai memanas, seorang wanita bersimpuh sesenggukan. Bukan waktu biasanya ia mengadu. Namun kegelisahan hati membuatnya ingin berlama-lama sujud mengucap rindu. 

Astaghfirullah... Astaghfirullah... Astaghfirullah,” usai salam terakhir delapan rakaat dengan jeda dua-dua.

Ialah Naz yang merasa sangat berdosa, sebab mempertanyakan kerelaannya meninggalkan haram dunia yang selama ini, ia dan suaminya pijak. Entah mengapa keteguhannya sirna, hanya karena memikirkan kehilangan sebuah harta yang di matanya sangat berharga. 

Padahal ia tahu betul, harta yang paling berharga bukanlah apa yang kasat mata. Harta yang paling berharga adalah rasa syukur di hati dan kesabaran dalam jiwa. Karena itu terkenal istilah yang benar adanya; kaya bersyukur, miskin bersabar.

Naz mencari hatinya kembali. Sebuah hati yang memprioritaskan Rabb di atas segalanya. Jika memilikinya, apapun kondisi akan mudah dihadapi. Naz hanya wanita biasa, sesekali pastilah terlena dan terbuai dunia. Namun ia pula wanita istimewa, cepat menyadari saat hendak tenggelam, lalu segera berenang ke permukaan sekuat yang ia bisa.

Cukup lama hingga dirapihkannya mukena, Naz mengakhiri keraguannya. Senyum terukir kembali meski matanya sembab. Ia kemudian melangkah ke ruang baca, berniat mencari catatan pengajian yang ia selalu giat menulisnya. 

Sebatas yang Nazima ingat, pernah sekali ia hadir ke majelis ilmu yang membahas tentang hutang piutang. Naz tahu, ada doa khusus agar terbebas dari lilitan hutang. Hanya saja, sedikitpun ia tak ingat lafadznya.

Dibolak-balik catatan tebal dari buku agenda. Ternyata butuh waktu lama untuk menemukannya. Setelah hampir setengah jam berlalu, Naz akhirnya mendapati catatan doa tersebut. Direkam catatan itu dengan kamera, berniat agar Nadhir dapat membacanya pula. Lalu setengah jam berikutnya adalah waktu bagi Naz untuk menghafalnya. 

Sembari merekam lafadz, ia melihat deretan buku di rak paling atas. Sebaris rak berisi buku-buku tebal bertema ekonomi perbankan. Itu bukan lain referensi milik Nadhir saat mengambil magister Manajemen Perbankan beberapa tahun lalu. Tanpa pikir panjang, Naz mengambil kardus dan memasukkan semua buku itu ke dalamnya. Dua buah kardus penuh buku pun ditaruhnya ke gudang. 

Naz menepuk kedua tangan, melepas debu, begitu menaruh kardus ke tumpukan barang tak terpakai. Ia mengangguk memantapkan hati bahwa sang suami pastilah tak merasa keberatan. Lalu, dua langkah lagi sebelum meninggalkan gudang, Naz berbalik. 

Dilihatnya sebuah kardus besar yang sangat ia kenali, namun sudah ia lupakan jauh hari. Kemudian tiba-tiba, senyum Naz terkembang dengan indahnya. Seakan ia menemukan sebuah harta karun peninggalan.

Lihat selengkapnya