Best Boyfriend

Muhammad Nasokha
Chapter #3

Sahabat Kecil Telah Kembali (2)

Dirga mau ngurus apa di sini? Pikir Freya sambil berjalan menuju ke kelas. 

Langkah kakinya terasa berat sekali meninggalkan Dirga. Ia masih belum puas menanyakan banyak hal pada sahabat kecilnya itu.

Freya berharap jam kosong saja saat ini, sehingga Ia bisa kembali ke perpustakaan dan mengobrol lebih lama dengan Dirga. Seperti tidak ada hari esok lagi. Habis, Ia benar- benar kangen sekali dengan sahabatnya itu. Namun setelah sampai kelas -tak sesuai harapanya -Pak Budi sudah duduk di kursi Guru.

Selama pelajaran berlangsung, Freya terlihat gusar, takut kalau Dirga akan menghilang. Dalam hati Ia ingin tertawa, Dirga bukan lagi anak kecil yang suka menghilang.

Pernah suatu hari, Keluarga Freya dan Dirga berlibur bersama di suatu kebun teh. Saat itu, keduanya masih berusia 7 tahun. Mereka berdua bermain di sebuah kebun yang hampir jauh dari tempat penginapan. Keduanya terpisah dan Freya berhasil kembali ke tempat penginapan. Tapi Dirga tak kunjung kembali. Kedua orang tua Dirga sangat khawatir dan mereka akhirnya mencari Dirga bersama- sama dan menemukan Dirga di salah satu rumah warga. Beruntung, ada Bapak- Bapak kampung itu yang melihat Dirga sedang menangis terisak- isak di bawah pohon rambutan. Bapak itu mengajak Dirga ke rumahnya.

Dirga yang sekarang sudah tumbuh menjadi remaja yang tampan, pasti Ia sangat di kagumi oleh cewek-cewek. Freya menopang pelipis, senyum- senyum sendiri membayangkan kenangan dulu bersama Dirga. 

Dari bangkunya, Rico memperhatikan pacarnya itu dengan kening berkerut. Biasanya, jika Ia memperhatikan Freya, dia pasti sedang fokus mendengarkan Guru yang sedang menerangkan. Sedangkan sekarang, sungguh berbeda sekali. 

Pak Budi yang sedang menerangkan pelajaran, juga tak sengaja mendapati Freya sedang melamun dan senyum-senyum sendiri. Pak Budi pun segera memanggil Freya. Tias yang masih bermain dengan ponsel secara diam-diam di balik buku segera mematikan ponsel dan menoleh ke arah Freya.

‘’ Frey... Freya! itu dipanggil Pak Budi, ‘’ bisik Tias sambil menyikut lengan Freya.

‘’ Hah! Apa? ‘’ balas Freya tergagap, celingukan tak jelas.

‘’ Itu, dipanggil Pak Budi! ‘’ timpal Tias lagi sambil melirik ke arah Pak Budi.

‘’ Freya sedang memikirkan apa, sih? sampai- sampai tidak fokus mendengarkan pelajaran. ‘’ Tanya Pak Budi dari depan kelas.

Untung saja, Pak Budi Guru yang santai, suka bercanda dan tidak suka marah- marah.

‘’ Eh..., Enggak mikirin apa- apa kok, Pak, ‘’ jawab Freya gugup.

‘’ Lagi mikirin Rico kali, Pak! ‘’ sahut Hilda dari bangkunya, menoleh ke arah Freya.

Freya pun mendengus kesal ke arah Hilda. Dari bangkunya, Hilda hanya cengengesan.

‘’ Eh, Hilda! lo kalau cemburu bilang dong! ‘’ sahut Rico mulai mengibarkan bendera perang.

‘’ Siapa juga yang cemburu! Geer banget, sih! ‘’ balas Hilda dengan tidak terima. Ia memutar tubuh memandang Rico dengan tatapan permusuhan.

Keduanya malah ribut tidak mau mengalah satu sama lain, tak mempedulikan Pak Budi yang ada di depan. Pak Budi hanya geleng- geleng kepala melihat kelakuan keduanya yang terkenal biasa ribut itu. Sudah menjadi kebiasaan, Pak Budi hanya tinggal menunggunya, pasti akan berhenti kalau sudah capek sendiri.

Saat sudah waktunya istirahat, Freya tak bisa menyembunyikan rasa senangnya, Ia langsung berhambur keluar kelas. Sampai Tias yang duduk di sebelahnya saja baru menyadari kalau Freya sudah tidak ada di bangkunya.

Lihat selengkapnya