“Truth or Dare?”
“Truth.”
“Ah, gak seru lo. Masa milihnya Truth sih?”
“Yee, suka-suka gua dong. Kan tadi lo nya juga yang nyuruh gua milih. Gimana sih?”
“Yauda iya. Kalo gitu, apa impian lo yang pengen banget lo wujudin setelah lulus sekolah?”
Calvin Mahendra terdiam setelah menerima pertanyaan dari sahabatnya ini. Dahinya sedikit mengkerut di wajah tampannya itu, menandakan Calvin sedang berpikir untuk jawaban atas pertanyaan yang baru saja diberikan.
“Harus banget dijawab nih? Ganti pertanyaan aja deh,” pinta Calvin seraya mencoba menolak pertanyaan yang baru saja diberikan itu.
“Yaelah, kita tuh udah kelas sepuluh. Waktu yang pas buat mikirin cita-cita kalo udah gede nih,” balas Alvito, salah satu sahabat Calvin. Sama-sama tampan, namun pesona Calvin lebih digandrungi oleh teman-teman perempuan di sekolahnya itu.
“Tapi gua malu kalo buat ngasih taunya,” elak Calvin lagi, mencoba untuk tidak memberitahukan impiannya itu.
“Calvin, kita itu udah sekian tahun sahabatan. Buruk-buruknya kita bertiga juga udah pada saling tahu kan. Kayak lo yang playboy banget nih sampai-sampai pernah dalam seminggu bisa dua kali ganti pacar, atau Alvito yang pelit banget kalo anak-anak mintain jawaban tugas dan seringnya ngebohong. Bilangnya belom ngerjain tugas padahal udah selesai sejak hari pertama dikasih tugasnya. Untungnya kalo ke kita, Alvito gak pelit. Atau juga kayak gua yang doyan banget sama fashion design dan cita-citanya itu punya temen artis biar gua bisa ngasih usul fashion yang pas. Nah, gak usah malu-malu gitu ya,” sahut Theophilus, salah satu teman terbaik Calvin, mencoba mengingatkan Calvin kembali akan hubungan pertemanan diantara mereka bertiga.
Calvin terdiam sejenak. Memikirkan kata-kata Theo yang ada benarnya juga. Mereka sudah sekian tahun bersahabat. Pertemuan mereka diawali saat kelas bina iman anak di gereja. Sapaan singkat dari Theo kepada Calvin membuat mereka berdua dapat cepat mengakrabkan diri. Setelah itu mereka bertemu dengan Alvito yang sedang duduk di pojok kursi seorang diri dan Theo mengajaknya berbicara. Jadilah mereka bertiga selalu berkumpul saat kelas bina iman anak. Mereka bertiga juga terkadang mengisi paduan suara saat misa natal atau paskah anak-anak. Calvin, Theo, dan Alvito cukup pandai menyanyi. Meskipun demikian, suara Calvin terdengar lebih mengena jika dibandingkan dua sahabatnya itu. Walaupun demikian, mereka bertiga terkadang juga mengisi waktu luang dengan bernyanyi bersama.
Kedekatan mereka semakin kuat setelah mereka memasuki SMP bersama dan saat ini berada di satu sekolah yang sama pula saat SMA. Mereka bertiga selalu bersama jika ada waktu dan kesempatan. Seperti saat hari ini, mereka bertiga melakukan kunjungan rutin ke rumah Calvin. Bermain bersama karena sedang mempunyai waktu kosong. Namun karena sudah bingung ingin bermain apa lagi, jadilah permainan truth or dare yang dimainkan.
“Yauda iya. Gua kasih tau nih. Tapi jangan diketawain ya, soalnya menurut gua ini agak gimana gitu,” ucap Calvin akhirnya. Calvin memutuskan untuk memberitahu saja impiannya kepada dua sahabatnya ini. Toh, mereka berdua sudah saling kenal sekian tahun, biarlah cukup mereka berdua saja yang mengetahui ambisi mimpinya itu.
“Selama itu baik, kita tetap dukung kok,” jawab Alvito sambil merangkul bahu Calvin. Penasaran akan jawaban Calvin namun tetap mencoba memberikan kenyamanan kepada sahabatnya untuk menjawab.
“Gua pengen jadi artis,” tutur Calvin dalam sekali tarikan napas. Setelahnya, terlihat wajah Theo yang begitu antusias dan Alvito yang juga ikut bersemangat.
“Nah, pas banget, Cal. Lo jadi artis, gua jadi fashion designer-nya,” kata Theo bersemangat sambil bergaya, mencoba terlihat seperti seorang fashion designer.
“Btw, mumpung kita bertiga masih muda dan kita bertiga suka sama nyanyi, gimana kalo kita mulai latihan lebih serius buat meniti karir? Biar nanti seenggaknya pas lulus sekolah kita udah punya modal gitu. Kita bertiga juga good looking, kan? Siapa tau dengan modal suara sama tampang, kita nanti bisa tembus industri hiburan. Kek yang di idol-idol gitu loh,” sambar Alvito, manusia yang paling pintar diantara mereka bertiga. Terkadang mereka bertiga juga sering meminta saran dari Alvito karena ide-idenya yang terkadang aneh namun dapat bekerja.