Bab 1. Sebuah Nama
Palembang, Desember 2021
“Mega...!!!”
Aku segera menjauhkan sejenak ponsel di telingaku ketika suara nyaring Dina, sahabatku menyapa di seberang sana.
"Kamu jadi datang, kan, Ga, di acara reunian kita kali ini?" ujarnya ketika aku kembali menempelkan lagi ponsel di pipi.
"Yes, Mom! Sekarang aku sedang bersiap,” aku menjawab malas. Ini bukan kali pertamanya Dina menghubungiku hari ini, entah yang ke berapa kalinya. Dia tidak henti menanyai, apakah aku hadir atau tidak diacara reuni tahunan kami kali ini.
"Awas, ya, kalau tidak datang!” Dina mengancam di seberang sana.
"Ya!" Aku menjawab singkat tanda bosan dengan tudingannya.
"Ok. Sampai ketemu di tempat reunian."
Aku hanya bergumam sebagai jawaban.
Setelah panggilan dari Dina terputus, aku memasukkan ponsel ke dalam tas. Bergegas keluar kamar. Tidak ingin terlambat.
Matahari bersinar terik, langit biru dengan awan putih mengepul saat aku keluar sejauh mata memandang. Taksi online yang sudah aku pesan lima menit yang lalu sudah menungguku di depan rumah kontrakanku.
“Alamatnya sesuai titik maps, ya, Mbak?” tanya sopir saat aku masuk ke dalam mobil taksi, duduk di kursi penumpang.
Aku mengangguk.
Tidak perlu basa-basi lagi, sopir taksi online itu segera melajukan mobilnya. Memasuki jalan raya.
Selama dalam perjalanan tidak henti aku melirik jam di pergelangan tangan. Tidak sabar ingin bertemu dengan karib-karibku. Sudah lama aku tidak bertemu mereka. Sepuluh tahun. Karena terlalu sibuk dengan pekerjaan dan tempat tinggal berbeda kota, aku tidak pernah hadir di acara reuni tahunan kami. Bahkan saat mereka menikah dulu, aku tidak hadir. Aku sangat penasaran seperti apa mereka sekarang? Walau kami sering berkirim kabar lewat teknologi, tetap saja bertemu secara langsung pasti berbeda.
Namun, sayangnya keinginanku segera sampai ke tempat tujuan harus pupus. Pasalnya jalan raya dipadati oleh berbagai kendaraan. Macet.
1
“Huft.” Aku mendesah panjang, mengetuk pintu mobil. Kebiasaanku jika sedang bosan.