Waktu SMA, aku bersekolah di SMA Harapan Jaya. Sekolah sederhana yang terletak di ujung desaku. Di perbatasan antara desa kami dengan desa Karang Agung. Desa Dewi, temanku. Sekolah itu sedikit masuk hutan, jauh dari perkampungan. Di sekitarnya hanya ada beberapa rumah.
Saat jamanku dulu, sekolah itu masih sangat sederhana, fasilitasnya masih sangat memadai. Hanya ada kelas dan kantor guru saja yang tersedia. Bahkan waktu tahun ajaran pertama aku masuk sekolah belum ada kursi-meja. Kami belajar harus beralas tikar. Barulah beberapa bulan kemudian sekolah, meja-kursi disediakan. Jauh sekali dengan adanya Perpustakaan dan Laboratorium. Bahkan di pagar pun tidak.
Saat aku mudik tahun 2017 silam, sekolah itu sekarang sudah sangat maju dan berkembang. Sudah ada gerbang, Laboratorium, dan Perpustakaan.
Walau dulu, sekolah kami masih sangat sederhana, tetapi jangan ragukan semangat kami dalam belajar. Bagi kami yang lahir dari keluarga tidak mampu untuk bersekolah di kota, yang fasilitasnya sangat lengkap dan bagus. Itu semua bagi kami sudah dari sekedar cukup. Dari pada menjadi pengangguran, membantu orang tua menyadap karet, atau menikah muda. Pergi ke sekolah jauh lebih baik. Setidaknya kami punya bekal untuk masa depan yang cerah.
***
Di sekolah aku punya sebelas teman karib, yang berbeda kelas dan berbeda desa. Mereka adalah: Dina, Siska, Hani, Yuni, Putri, dan Lia yang berada di kelas IPA-B. Ada Rara, Riana, Dewi, Feli, Nita, dan aku yang berada di kelas IPA-A.
Meski tumbuh di pedesaan yang jauh dari kota, tidak menjadikan kami remaja yang kulot, ketinggalan jaman. Bahasa kerennya gaul gitu loh. Kami membentuk geng seperti maraknya remaja di televisi. Kami menyebutnya Mistis, yang artinya: Kumpulan Cewek-cewek misterius, eksis, dan narsis abis).
Sebab kami adalah kumpulan siswa berprestasi, yang memegang peringkat sepuluh besar. Masing-masing dari kami juga mengikuti ekstrakurikuler dibidang yang kami minati. Aku, Dina, Rara, Dewi, Riana, Yuni, Lia, dan Putri masuk dalam ekstrakurikuler pramuka dan juga organisasi osis. Sedangkan Feli, Yani, Hani, dan Nita masuk kelas tari. Hanya Siksa yang tidak masuk ekstrakurikuler. Tidak minat katanya. Bahkan setiap kami memegang peran penting dalam setiap ekstrakurikuler yang kami ikuti. Tidak ada yang tidak mengenal kami. Bukan untuk menyombongkan diri, tetapi semua itu adalah fakta. Menandakan bahwa kami bukanlah remaja yang suka bermain-main belaka. Yang hanya tahu bersenang-senang saja.
8
Bagaimana bisa bergabungnya kami sebagai Mistis? Padahal kami dari desa yang berbeda dan kelas yang berbeda. Kalian pasti penasaran, bukan? Tenang. Jangan kecewa. Aku pasti menceritakan semuanya. Super detail. Tidak tertinggal sedikit pun.
Kami terbentuk saat kelas sebelas.
Sebelum bergabung membentuk Mistis, mulanya kami tiga geng yang berbeda. Aku, Dina, dan Putri berteman sejak Sekolah Menengah Pertama, membentuk geng bernama Rece (Remaja Ceria). Sedangkan Rara, Dewi, Lia, dan Riana yang berada di kelas yang sama di waktu kelas sepuluh membentuk Eksis. Dan yang terakhir Feli dan Nita berasal dari desa yang sama. Desa Purun. Berteman sejak kecil. Bertemu dengan Hani dan Yuni di kelas sepuluh membentuk geng bernama KCK (Kumpulan Cewek Kakoi). Lalu bergabunglah Siska, siswa pindahan dari SMA kota saat kenaikan kelas dua belas.
Bagaimana bisa bergabungnya kami? Sedangkan kami, tiga geng yang berbeda.
Hari itu, hari Jumat. Pertengahan semester ganjil kelas sebelas. Aku tidak ingat tanggal berapa, bulan berapa. Tetapi aku masih ingat cerita detailnya. Waktu itu kami sudah saling mengenal satu sama lain, tetapi belum begitu akrab.
Hari itu, selepas Senam Kebugaran Jasmin atau kerap di singkat SKJ, kami saling mengejek nama geng masing-masing di lapangan sekolah sebelum masuk kelas. Mengejek dalam artian bercanda, guyonan. Entah bagaimana guyonan kami hari itu bisa berakhir dengan acara berfoto-foto ria. Aku juga tidak ingat. Saat itulah kami menjadi akrab, sering berkumpul. Tetapi hari itu, kami belum membentuk Mistis. Pada tanggal 12 Desember 2012 kami membentuk Mistis.
Aku ingat hari itu, hari rabu. Beberapa hari sebelum pembagian raport kelas dua belas semester ganjil. Seperti biasa sekolah kami jika sudah ujian sekolah, sekolah selalu mengadakan classmeeting. Lomba olahraga antar kelas. Dan hadiahnya akan di bagikan bersamaan dengan pembagian raport.
Hari itu, lapangan sekolah ramai oleh sorakan siswa yang sedang menyaksikan perlombaan bola voli antara kelas 12-IPS dan kelas 10-A dengan antusias. Kecuali kami yang duduk di teras kelas menyaksikan pertandingan itu dengan wajah ditekuk. Tidak menarik, karena tidak ada yang mau didukung. Hanya Putri yang tampak menikmati pertandingan itu. Sesekali dia bertepuk tangan, berteriak, heboh sendiri. Harap di maklum karena ada idolanya di sana. Jerry, anak kelas 12 IPS, soal dia suka dengan Jerry hanya aku yang tahu.
“Aku bosan,” ujar Nita sambil menguap lebar.
Aku dan yang lain mengangguk, sependapat.
“Apa kita pulang saja?” cetus Yuni.
Aku dan yang lain menggeleng, tidak sependapat dengan ide itu. Meski kami sedang tidak tahap belajar, tetapi absensi tetap berjalan.
9
Sepuluh menit senyap, kami terpaksa menyaksikan pertandingan itu dengan wajah ditekuk.
“Oh, iya. Apa kalian ingat hari ini, hari apa?” Feli terkesiap, teringat sesuatu. Dia menatap kami satu persatu.
Kami mendesis, itu pertanyaan bodoh.