"Sekali-kali kau itu juga harus menikmati hidupmu, atau kau akan berakhir tua dan kesepian."
Pembicaraan itu berasal dari sebuah toilet sebuah perusahaan Brand peralatan olang raga terkenal di Indonesia. Hari sudah sore tapi dua orang gadis berpakaian OB lengkap itu masih sibuk menyikati beberapa sudut toilet itu. Aroma bercampur dari tempat itu seperti sama sekali tidak menggangu mereka, seakan pekerjaan itu sudah mendarah danging dengan mereka.
"Aku tidak memikirkan hal-hal seperti itu." Gadis berperawakan tinggi dan memiliki wajah oriental yang khas sedang terlihat fokus dengan pel ditangannya, membersihkan setiap sudut lantai marmer toilet itu, berusaha tidak menggubris cicitan rekan kerjanya yang sedari tadi kekeuh mengajaknya untuk keluar bersama malam ini.
"Sapsiree, aku tau kau itu gila kerja, bahkan setelah bekerja disini kau masih kerja part time di mini market, tapi kau juga harus memikirkan dirimu sendiri, jangan biarkan masa mudamu terbuang percuma." Gadis bernama Olive itu terdengar jengah, itu terbukti dengan cara dia memanggil nama gadis itu dengan nama aslinya.
"Ve, aku berbeda denganmu, kau bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupmu sendiri, sedangkan aku punya tanggung jawab lain."
"Ya aku mengerti, kau sudah beribu kali mengatakan tentang itu padaku, lalu sebenarnya apa tujuan hidupmu itu? Jangan bilang kau hanya mau bekerja seumur hidupmu."
"Aku tidak tau Ve, rasanya aku belum tau tujuan hidupku apa, sekarang yang terfikir mungkin aku hanya harus mencari pria kaya yang mau menikahiku dan melunasi semua hutang-hutangku, setelah itu baru aku menikmati hidup." Senyum seketika melengkung diwajahnya, dia merasa kalau jawabannya sudah sangat tepat.
"Por kau sakit ya? Pekerjaan kita tuh cuma OB, tukang bersih-bersih, emang ada ya pria kaya yang mau ngelirik OB kayak kita?" Olive mempercepat gosokannya di permukaan wastafel yang sudah mengkilat itu, memandang tidak percaya pada teman kerjanya yang dia kenal bernama Popor itu, gadis itu memang punya sedikit kelainan.
"Nasib tidak ada yang tau Ve, kalau Cinderella saja bisa menikah dengan pangeran kenapa OG tidak bisa menikah dengan pria kaya?"
"Kau terlalu banyak membaca dongeng Por, bangunlah! Kita hidup di dunia nyata, dimana yang kaya menikah dengan yang kaya, yang miskin yaaa jodohnya orang miskin juga, gadis seperti kita ini bisa menikah dengan juragan kontrakan juga sudah untung."
"Semua orang boleh bermimpi kan Ve? Pokoknya tujuan hidupku sekarang cuma satu, melunasi semua hutang-hutangku."
"Oh ya Por, aku penasaran bagaimana kau bisa mendapatkan hutang sebanyak itu? Kau bilang dalam satu bulan ada lima rentenir yang menagih hutang padamu?"
"Kau tidak akan mau tau Ve, terlalu menyedihkan, kau anggap saja aku sedang menebus kebahagiaanku yang sedang tergadai."
"Ish..., Hidupmu sudah seperti sinetron saja." Olive mengernyit.
Percakapan Olive dan Popor terhenti saat suara gaduh terdengar dari arah lobi. Ini memang sudah jam pulang bagi karyawan di perusahaan itu, dan sepertinya sedang ada hal menarik yang terjadi disana.
Olive bergegas keluar dari toilet untuk memastikan apa yang terjadi.
"Ya Tuhan, dia mengamuk lagi." Olive mengintip dari balik tembok.
"Ada apa lagi sekarang?" Popor menghampiri Olive dan ikut menyaksikan keributan dari balik tembok itu.
"Sepertinya sekretaris itu akan di pecat lagi." Olive bergumam sambil mempertajam pendengarannya.
"Kau tidak punya otak ya!!" Pria berjas coklat itu menatap tajam kearah gadis yang sedang menangis sesegukan. "Kau mengacaukan pertemuan, jadwal yang kau buat berantakan, yang kau catat juga semuanya salah!" Teriakannya kembali berlanjut walau kini semua perhatian karyawan kantor sudah tertuju padanya.
"Kemasi barang-barangmu! Besok tidak usah datang lagi." Lanjutnya lalu dengan segera melangkah menjauh.
"Pak Kevin! Tolong Pak jangan pecat saya, saya berjanji tidak akan membuat kesalahan lagi." Gadis muda itu menangkap pergelangan pria itu, memohon untuk tidak dipecat.
"Lepaskan!" Tangan gadis itu terhempas. "Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu, kau tidak tau harga jasku ini senilai sepuluh bulan gajihmu!"
Dan setelah itu tidak ada lagi selain raungan dari gadis itu berteriak dan memohon untuk pria itu tidak memecatnya.
"Sudahlah nona, kau akan mendapatkan pekerjaan lain diluar sana." Seseorang datang dan mengelus pundak gadis itu, gadis itu menoleh dan terpana seketika dengan senyum dari pria yang mengelus bahunya itu. Segera tangisnya berhenti. Dan pandangannya terpaku pada pria yang sudah berjalan meninggalkannya menuju lift.
"Aaahh sudah ku duga." Olive menyandarkan pundaknya didinding itu. "Tidak akan ada yang bisa memuaskan dia, semuanya pasti berakhir dengan dipecat dan dipermalukan didepan umum."
"Aku tidak mengerti kenapa ada orang seangkuh itu di dunia ini." Popor mengerutkan dahinya, mengalihkan pandangannya dari gadis yang sudah terlihat diseret oleh satpam itu.