“Gimana nih, Nicole, Marco nggak bales chat gue dan nggak mau ketemu gue, huhuhu,"
Nicole memandang miris gadis di hadapannya. Sheila, pacar Marco sejak 2 minggu lalu, kini sedang menangis-nangis di hadapannya karena cowok itu memutuskan hubungan percintaan mereka. Pemandangan ini sudah menjadi sesuatu yang biasa untuk Nicole. Sudah puluhan cewek mendekati dirinya demi dua hal. Pertama, untuk mendekati Marco. Kedua, tempat untuk curhat dan menangis setelah Marco mulai cuek kepada mereka, bahkan memutuskan hubungan dengan mereka.
“Bantuin gue dong, Nicole. Loe kan sahabat dia dari kecil. Dia pasti dengerin elo supaya mau balikan sama gue,” raung Sheila dengan matanya yang basah.
Nicole menggigit bibirnya, merasa enggan mengucapkan janji yang tentu saja tidak akan bisa ia tepati. Sudah ratusan kali Nicole memberitahu Marco untuk tidak mematahkan hati para gadis itu, tetapi Marco tampaknya sedang asyik menikmati masa mudanya yang “penuh cinta”.
“Nanti gue bakal coba ngomong ke Marco,” ucap Nicole akhirnya.
Sheila menyusutkan tangisnya, “Thank you ya, Nicole,” lalu Sheila memeluknya.
Nicole dengan kikuk membalas pelukan Sheila sambil melirik jam tangannya. Sudah empat puluh lima menit berlalu sejak Sheila menariknya keluar kelas untuk menjadikannya “a shoulder to cry on”. Seandainya saja Nicole tidak perlu mendengarkan tangisan Sheila, ia tentu bisa menikmati jam pelajaran kosong ini untuk mengobrol bersama teman-temannya.
Ini semua gara-gara Marco!
***
Nicole mengecek ponselnya setelah ia kembali ke kelas dan membereskan buku dan peralatan tulisnya. Ada chat dari Marco.
Taman belakang ya, Nicky. Besok ujian Sejarah. You must help me!
Nicky. Hanya Marco yang memanggilnya seperti itu. Sejak mereka kecil hingga dewasa, Marco selalu memanggilnya dengan nama itu.
Nicole tersenyum dan membalas ‘OK’.
Ia dan Marco tidak sekelas tahun ini sehingga jadwal ujian mereka pun berbeda-beda. Nicole kelas 10-6, sementara Marco di kelas 10-2.
Nicole tiba di taman belakang sekolah dan menemukan Marco sudah ada di sana. Cowok itu sedang duduk bersandar di bawah pohon favorit mereka dan sedang mendengarkan musik menggunakan earphone. Di tangan cowok itu, tergenggam sebuah mp3 player kecil berwarna merah tua yang dibeli dari hasil patungan mereka berdua.
Berusaha mengontrol jantungnya yang berdebar lebih cepat, Nicole segera melangkahkan kakinya mendekati Marco dan mencabut salah satu earphone dari telinga Marco lalu menempelkannya ke telinganya sendiri.
Nicole mendengarkan lagu yang mengalun itu lalu berucap, “Sunday Morning – Maroon 5,”
Marco menoleh terkejut karena earphone-nya dicabut tiba-tiba. “Bikin kaget aja kamu,”
Nicole tersenyum lalu duduk di dekat Marco. Ia segera melepas tasnya lalu mengeluarkan buku Sejarah-nya. Ini juga sudah menjadi kebiasaan mereka berdua sejak SD, yaitu belajar bersama di taman belakang sekolah di bawah pohon favorit mereka. Marco selalu membutuhkan bantuan Nicole dalam pelajaran menghafal, sementara Nicole selalu membutuhkan bantuan Marco dalam pelajaran hitungan.
Bukan hanya untuk belajar saja, mereka juga sering menghabiskan waktu mereka setelah jam pulang sekolah di sini, sekadar untuk bersantai dan mengobrol.
Nicole menyenderkan tubuhnya ke batang pohon di belakangnya lalu menghela napas, “Sheila tadi nangis gara-gara kamu cuekin,”
“Diemin aja, Nick,” ucap Marco cuek, “Dia itu ternyata annoying banget orangnya,”
Nicole memandang Marco kesal, “You know what, Co? Kalau belum kenal banget, jangan pacaran dong. Lihat nih, aku yang capek jadinya. Udah berapa cewek dateng ke aku dari kita SMP, nangis-nangis minta tolong sama aku. Kasihan mereka,” ucap Nicole, lalu dengan suara lebih rendah, ia berucap, “dan kasihan aku juga,”
“Sorry, Nick, nanti aku bilangin mereka supaya nggak ganggu kamu lagi,” ucap Marco.
Nicole menghela napas lagi, “Mendingan kamu stop ‘hobi’ kamu itu sekarang juga. Itu bakal bikin kehidupan kita semua lebih nyaman dan tenang,”
Marco tersenyum penuh arti kepada Nicole, “Duh, Nick, mumpung kita masih muda, nikmatin ajalah,”
Nicole memutar kedua bola matanya, “Tau ah,”
Marco menatap Nicole lalu bertanya, “Kamu sendiri nggak tertarik pacaran ya? Udah SMA gini, pacaran dong,”
“Aku nggak mau pacaran dulu,” ucap Nicole.
“Serius, Nick? Boring banget sih. Coba pacaranlah kamu,”
“Aku bukan penggila hubungan cinta sementara kayak kamu, Co,” jawab Nicole.
Marco terbahak. “Tega banget kamu ngatain aku,” lalu Marco memegang dadanya dengan tangan kirinya, “Aku sakit hati,”
“Itu kenyataan,”