Hari Sabtu, pukul 11.30.
Marco mampir ke rumah Nicole. Ia memencet bel yang ada di dekat pagar. Tak lama kemudian, pengurus rumah tangga Nicole keluar.
“Siang, Bik Sumi,” sapa Marco pada wanita berusia tiga puluh lima tahun itu. Bik Sumi adalah pengurus rumah tangga Nicole sejak gadis itu belum dilahirkan. Bagi Nicole dan Marco, Bik Sumi sudah seperti keluarga sendiri.
“Eh, Marco,” sapa wanita itu ramah dan segera mencopot kunci yang menempel pada pintu depan. Wanita itu segera menuju pagar dan membukakan gemboknya, lalu membukakan pagarnya
“Nicole ada kan, Bik?” tanya Marco sambil masuk.
“Ada, tapi kayaknya sedang sibuk belajar sama temannya,” jawab Bik Sumi dengan logat Jawa-nya yang kental.
Kening Marco berkerut sembari ia melangkahkan kaki masuk ke halaman rumah Nicole, “Belajar?”
“Iya,” jawab Bik Sumi sambil menutup pagar kembali, “Belajar sejak jam sepuluh tadi,”
Marco masih belum mengerti. Tumben-tumbenan Nicole belajar di akhir pekan? Biasanya gadis itu lebih memilih bersantai atau jalan-jalan. Lagipula sepertinya minggu depan tidak ada ujian apa-apa.
Ketika Marco memasuki rumah Nicole, ia pun menemukan gadis itu sedang duduk di ruang tamu dengan buku-buku dan kertas-kertas yang berceceran di atas meja tamu. Wajah gadis itu terlihat suntuk dan bosan. Di hadapan gadis itu, seorang cowok berkacamata terlihat sedang serius menulisi kertasnya.
Marco menyipitkan matanya. Patrick!? Serius, itu Patrick!?
“Nicky?” panggil Marco bingung.
Gadis yang dipanggilnya itu segera menoleh, berikut Patrick.
“Marco?” wajah Nicole terlihat lega sedikit.
“Ngapain kamu, Nick?” tanya Marco.
Kemudian terdengar suara dehaman Patrick, membuat perhatian Marco terarah ke cowok itu. Wajah Patrick terlihat tidak suka dengan kehadiran Marco di sana.
“Lagi belajar, Co,” Nicole menjawab pertanyaan Marco tadi.
“Belajar? Memang minggu depan ada ujian?” tanya Marco, masih tidak mengerti.
“Nicole, dia ngapain di sini?” terdengar suara Patrick membelah udara, sontak membuat Marco dan Nicole menoleh ke arah cowok itu. “Kita lagi belajar. Kalau lagi belajar, sebaiknya konsenterasi dan nggak ada yang mengganggu,”
Marco mengangkat alisnya mendengar kalimat Patrick. Ia memandang cowok berkacamata itu seolah Patrick adalah makhluk ajaib. Apa!? Apa yang dikatakan cowok itu tadi? Cari ribut nih orang!
Belum sempat Marco menyemburkan kalimat balasan untuk Patrick, tiba-tiba saja Nicole berdiri dari duduknya. Ia segera menghampiri Marco dan menariknya keluar dari rumah.
Saat sudah ada di teras rumah, Marco menatap Nicole tajam.
“I know, Co. Sorry,” ucap Nicole dengan wajah lelahnya, membuat Marco menahan dirinya untuk marah. Tidak, Nicole tidak pantas untuk menerima kata-kata pedasnya. Ini bukan karena Nicole. Ini karena Patrick, cowok nerd yang galak dan posesif. Posesif sepertinya yang dibilang Giselle waktu itu.
Marco menghela napasnya dan menatap Nicole, “Dia ngapain kamu sih, Nick? Lihat tuh muka kamu udah kusut. Lagian ngapain sih weekend gini belajar?”
Nicole menghela napas panjang, “Hari ini aku janjian ketemu sama Patrick di rumahku, Co. Aku tadi udah siap-siap dan pakai baju pergi. Tadinya aku pikir dia main sebentar di rumahku, terus kita pergi bareng, entah ke mal kek, ke restoran mana kek,”
Marco mengangkat alisnya, “Terus?”
“Terus pas dia datang, dia ternyata bawa setumpuk buku. Aku udah punya bad feeling pas ngelihat dia masuk ke rumahku sambil bawa-bawa buku pelajaran. Terbuktilah feeling-ku itu. Dia ngajak aku belajar. Papa mama aja tadi sampe bingung ngelihat aku belajar,” papar Nicole.
“Oh, begitu. Terus kenapa kamu nggak cerita sama aku, Nick?” tanya Marco sinis.
“Sorry, Co, aku lupa. Toh kita kan udah jarang ketemu. Kesempatan aku cerita ke kamu juga lebih kecil,” jawab Nicole.
“Kamu selalu bisa chat atau telepon aku,” tanggap Marco.
Nicole tersenyum, “Noted, Sir,”
“Satu lagi,” ucap Marco, “Tolong kasih tau ke dia,” Marco mengarahkan jarinya ke dalam rumah Nicole, “nggak ada ampun buat dia kalau dia bersikap kayak tadi lagi,”
“Iya, dia orangnya introvert soalnya. Kurang pintar bergaul,”
“Well, dia itu orang introvert yang nggak sopan dan nggak tahu aturan,” tambah Marco sebal, “Hati-hati sama dia, Nick,”
Nicole mengangguk, “Iyaaa, Co. Tenang aja sih kamu,”
Marco mendesah, “Ya udah, kamu selesai jam berapa?”
“Mungkin sebentar lagi kelar,”
“Bagus. Nanti langsung ke rumahku ya. Kita nonton Kung Fu Panda. Aku pesen pizza juga,”
Senyum Nicole berseri-seri mendengar kata ‘nonton’ dan ‘pizza’. Perutnya pun tiba-tiba langsung keroncongan.
“Malamnya lanjut acara ulang tahun papa. Jangan lupa bawa biola kamu ya nanti malam,” ujar Marco.
“Siap, Komandan,” seru Nicole semangat.
***
Berakhir pekan bersama Patrick dan Marco itu sangat berbeda rasanya. Setelah bebas dari tuntutan untuk belajar bersama Patrick, Nicole pun akhirnya bisa bersenang-senang bersama Marco dengan menonton Kung Fu Panda sambil menikmati pizza. Sore harinya selesai nonton, Nicole pulang sebentar ke rumahnya untuk mandi dan memesan kue ulang tahun dari toko kue langganannya. Ketika jarum jam akhirnya menunjuk angka tujuh, Nicole bersama kedua orang tuanya pun datang ke rumah Marco dan langsung disambut hangat oleh keluarga Marco. Acara makan malam pun dimulai dan diwarnai dengan suasana yang akrab dan menyenangkan.
Selesai makan malam, Nicole mempersiapkan kue ulang tahun yang tadi sudah dipesannya. Ia memasang lilin berbentuk angka 47 yang menunjukkan usia Om Ricky tahun ini.
“Tolong ya umur Om jangan diekspos kayak gini,” ujar Om Ricky menunjuk lilin di hadapannya sambil pura-pura memasang tampang protes ke Nicole.
“Takut ketahuan kalau udah tua ya,” jawab ayah Nicole dan langsung disambut tawa oleh seisi ruangan.