Bestfriend or Lover?

Livia Jesslyn Valerie
Chapter #11

The Awful Surprise

Sejak kencan mereka Sabtu kemarin, Nicole menjadi semakin akrab dengan Patrick. Patrick pun juga semakin membuka dirinya. Cowok itu bahkan bersedia menerima ajakan Nicole untuk makan bersama Karen dan Giselle. Tentu saja suasana terasa begitu kaku. Nicole memakluminya. Sesuatu yang pertama kali memang sering terasa kaku. Nicole yakin lama kelamaan suasana pasti akan mencair dengan sendirinya jika mereka berempat sering berinteraksi.

Karen dan Giselle, yang masih tidak percaya kalau Nicole menerima Patrick sebagai pacarnya, pun menolak ketika Nicole mengajak mereka untuk makan bersama Patrick di kantin. Nicole terus memohon sambil memasang wajah merana hingga membuat Karen dan Giselle jatuh iba pada teman mereka itu. Akhirnya kedua gadis itu pun menyetujui ajakan Nicole.

Nicole senang karena Patrick akhirnya mau bergaul dengan teman-temannya. Terkadang, cowok itu meminta agar mereka makan berdua saja di kantin. Nicole pun tidak mempermasalahkannya karena ia mengerti kalau Patrick adalah orang yang introvert. Bersosialisasi merupakan hal yang sedikit berat bagi orang seperti Patrick.

Hari demi hari terus berlalu. Kira-kira sudah dua minggu berlalu sejak kencan mereka di mal waktu itu.

Sore itu sepulang sekolah, Nicole berjalan pulang bersama Patrick.

“Besok kamu ulang tahun ya, Nicole,” ucap Patrick sambil berjalan di sebelahnya.

Nicole bahkan tidak ingat kalau besok ia berulang tahun. Biasanya Marco yang mengingatkannya dengan menanyakan, “Mau hadiah apa, Nicky?”

Nicole mendesah. Meski sudah lama tak bertemu, ia masih tidak bisa menyingkirkan Marco dari benaknya. Di dalam hati ia bertanya-tanya, apakah Marco akhirnya akan muncul untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya? Ataukah cowok itu akan tetap menghilang seperti ini?

Nicole menarik pikirannya dari Marco dan mengembalikannya ke Patrick yang sedang berada di sampingnya. Ia pun menjawab, “Iya, Patrick. Kamu kok inget aja sih?”

“Aku selalu gampang mengingat angka,” ucap Patrick, “Besok pulang sekolah mau makan di mal? Kita rayain ulang tahun kamu,”

Nicole tersenyum, “Oke, Patrick. Besok ya,”

Patrick mengangguk, “Besok aku tunggu kamu di gerbang sekolah ya. Karena pelajaran terakhir aku besok ada di laboratorium Biologi di lantai dasar,”

Nicole mengangguk, “Kita ketemu di gerbang sekolah besok sore ya,”

Sesampainya di rumah, Nicole menyantap makan siang bersama ibunya. Selesai makan siang, ia pun masuk ke kamar dan duduk di kursi belajarnya. Ia lalu menatap foto-foto yang ditempelinya di tembok dekat meja belajarnya. Wajah Marco ada di mana-mana. Foto sejak mereka kecil hingga remaja tertempel dengan manis di situ. Nicole tersenyum sambil menyentuh sebuah fotonya dan Marco yang sedang memakai topi kerucut sambil memegang terompet. Di depan mereka berdua terdapat sebuah kue ulang tahun dan sekotak kado. Ia ingat itu adalah hari ulang tahunnya satu tahun lalu. Ulang tahunnya jatuh di hari biasa, jadi mereka memutuskan untuk merayakannya di akhir pekan. Nicole ingat Sabtu pagi itu Marco datang ke rumahnya sambil membawa kue ulang tahun dan sekotak kado. Cowok itu tidak lupa memakai topi kerucut ala pesta ulang tahun sambil membawa terompet.

Nicole tak dapat menahan senyumnya melihat terompet yang dibawa Marco, “Mau tahun baruan, Mas?”

Sambil meletakkan kuenya dengan hati-hati di meja ruang tamu, Marco berkata, "Salahin tuh si online seller. Aku pesen terompet lidah, dikirimnya malah terompet tahun baru," ucap cowok itu dan langsung membuat tawa Nicole meledak.

Marco lalu mengambil topi kerucut dan terompet lainnya dari dalam kantong plastik yang ia bawa, lalu memberikannya ke Nicole, "Nih, pakai juga,"

“Nggak mau ah. Konyol tau,” tolak Nicole.

Namun Marco tak peduli dan memakaikan topi itu ke kepala Nicole. Cowok itu pura-pura tak mendengar protes yang dilontarkan Nicole dan malah sibuk menyalakan lilin berangka 15 yang menempel di atas kue tart. Setelah berhasil menyalakan api lilin, Marco bertanya, “Papa mama kamu nggak di rumah juga kan?”

Nicole menggeleng, “Kan jalan pagi sama tetangga. Sama papa mama kamu juga kan?”

Marco mengangguk-angguk sambil tersenyum puas.

“Emang kenapa, Co?” tanya Nicole.

Cowok itu lalu menggapai terompetnya lalu meniupnya keras-keras sampai Nicole terlonjak kaget, “Happy birthday, Nicky!!” serunya lalu lanjut meniup-niup terompetnya dengan berisik. Rupanya ini alasan Marco memastikan tidak ada orang tua di rumah.

“Coooooo! Berisikkkkk!” protes Nicole sambil menutup telinganya.

Yang diprotes tidak merasa bersalah sama sekali dan hanya tersenyum polos. Sok polos, ralat Nicole.

“Ayo make a wish terus tiup lilinnya,” ucap cowok itu dengan wajah riangnya.

Nicole tak dapat lagi menahan senyumannya melihat sahabatnya itu. Jauh di dalam hatinya, ia merasa begitu senang dan terharu dengan perhatian yang diberikan Marco. Marco, si playboy yang selalu terlihat cool di mata perempuan, kini sedang bersikap seperti anak kecil yang kegirangan dengan topi dan terompet konyolnya. Sama sekali tidak ada image yang dijaga.

Nicole memejamkan matanya dan mengucapkan sebuah permintaan. Aku ingin kebahagiaan seperti ini terus berlangsung selamanya. Nicole lalu membuka kedua matanya dan meniup lilinnya.

Kemudian terdengar tepuk tangan Marco yang dilanjutkan dengan suara berisik terompetnya.

Nicole tertawa dan akhirnya ikut menggapai terompet miliknya lalu meniupnya bersama Marco.

Dengan bantuan Bik Sumi, yang sepertinya merasa mereka berdua ini berisik sekali, Nicole dan Marco mengabadikan momen itu dengan kamera polaroid. Mereka meminta Bik Sumi untuk memotret sebanyak dua kali. Satu foto untuk Marco, satu foto untuk Nicole.

Satu foto itu kini terpajang di tembok dekat meja belajar Nicole hingga sekarang.

Lihat selengkapnya