Satu bulan telah berlalu sejak hubungan Marco dan Nicole pulih kembali. Nicole akhirnya bisa menghela napas lega karena nilai Matematika, Fisika, dan Kimia-nya terselamatkan. Begitu juga Marco. Nilai Sejarah, Sosiologi, Biologi, dan semua pelajaran menghafalnya juga pulih dari kebakaran. Guru kelas mereka pun memutuskan bahwa orang tua mereka tidak perlu dipanggil dan hal itu langsung membuat keduanya bersorak kegirangan.
Semuanya karena mereka kembali belajar bersama di taman belakang.
Selama satu bulan ini juga Nicole mendapati perilaku Marco yang tidak biasa. Ya, cowok yang terkenal sebagai playboy itu belum satu kalipun jadian maupun melakukan pendekatan dengan cewek-cewek lain sejak putus dari Sherry. Hadiah-hadiah titipan dari para gadis itu juga belum satupun dibukanya. Wajah Marco yang biasanya cerah ketika menerima hadiah-hadiah itu kini terlihat biasa-biasa saja. Gadis-gadis yang melakukan pendekatan secara terang-terangan juga tidak terlalu digubrisnya. Padahal biasanya Marco merespon cepat pendekatan dari mereka. Melihat ini, Nicole hanya bisa garuk-garuk kepala bingung. Apa yang terjadi pada Marco? Apakah kepala cowok itu terbentur?
Entahlah. Yang jelas Nicole jadi tidak direpotkan lagi oleh para gadis yang patah hati karena ditinggal Marco. Itu dampak positifnya.
Namun ada juga dampak negatifnya.
Karena Marco sedang tidak berpacaran atau mendekati cewek manapun, sebagian besar waktunya dihabiskan bersama Nicole. Saat jam istirahat, Marco selalu datang kelasnya, entah sekadar mengobrol dengannya, Karen, dan Giselle, ataupun bersama-sama ke kantin. Terkadang, cowok itu juga mengajak Andrew dan teman-teman basketnya untuk bergabung. Saat weekend pun juga begitu. Marco selalu mampir ke rumah Nicole, terkadang meminta Nicole main ke rumahnya. Mereka juga sering pergi jalan-jalan ke mal bersama kedua orang tua mereka, terkadang bersama Karen dan Giselle, terkadang bersama Andrew dan teman-teman basketnya. Pernah juga beberapa kali mereka pergi bersama semua teman mereka.
Ini menyenangkan, tetapi tidak baik. Kenapa?
Karena Nicole semakin tidak sanggup memadamkan perasaannya pada Marco.
Ia tak bisa menghilangkan perasaan cintanya, dan di saat bersamaan, ia tidak bisa berpisah dari Marco. Ia merasa begitu nyaman berada di dekat Marco dan selalu ingin menghabiskan waktu bersama.
Lima bulan juga akhirnya telah berlalu sejak Om Ricky memberitahu Nicole bahwa sepupu Marco, Brian, dan calon istrinya menginginkannya tampil di acara pernikahan mereka. Sejak mendapatkan list lagu dari calon pasangan suami istri itu, Nicole terus berlatih dengan giat. Ia juga menyiapkan satu lagu kejutan untuk pasangan kekasih itu. Bocoran dari Marco, kalau Brian dan calon istrinya adalah penggemar Jack Sparrow di film Pirates of The Caribbean. Nicole sudah menyiapkan theme song Pirates of The Caribbean untuk mereka dan ia harap mereka suka. Ia meminta bantuan guru les biolanya untuk membuatkan aransemen pengiring lagu dan hasilnya sangat bagus! Nicole tidak sabar memainkan lagu itu di depan orang banyak.
Tidak terasa waktunya tampil pun tiba.
Nicole mematut dirinya di depan cermin yang ada di kamarnya. Hari ini ia memakai gaun sabrina berwarna biru gelap yang menjuntai hingga atas lututnya. Dengan bantuan ibunya, wajah polosnya kini terpoles make up. Rambutnya tergerai bebas dengan gelombang-gelombang manis hasil catokan ibunya. Kalung biola pemberian Marco juga menghiasi lehernya yang jenjang.
Ia menghela napas, mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup cepat karena tegang. Ia tahu ia sudah latihan dengan giat selama lima bulan ini. Ia juga tahu ia pernah mendapatkan sambutan yang meriah ketika tampil di konser musiknya dulu, tetapi itu sudah lima bulan lalu dan kini keberaniannya sedikit melempem. Bagaimana jika ia tidak bisa tampil maksimal nanti? Bagaimana jika ia melakukan kesalahan? Bagaimana jika ia akhirnya malah mengecewakan Brian dan Olivia, juga Om Ricky yang sudah merekomendasikannya pada kedua sejoli itu?
Nicole menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Jantungnya masih belum berhasil ia tenangkan, tetapi suara ayahnya sudah terdengar dari bawah, memanggilnya untuk segera turun karena mereka akan berangkat. Nicole melirik jam dinding. Waktu menunjukkan pukul setengah lima sore. Ia harus berangkat sekarang karena harus melakukan gladi resik di sana. Ia pun menggapai clutch bag-nya, tak lupa tas biolanya, lalu melangkah keluar dari kamar.
Ketika ia baru saja memasuki mobil, ponselnya bergetar. Ia segera mengeceknya.
Ada satu dua chat. Satu dari Putri yang adalah tim wedding organizer Brian dan Olivia, satunya lagi dari Marco. Nicole sudah pernah dihubungi Putri kira-kira tiga bulan lalu. Ia pun membaca chat dari Putri.
Hai, Nicole. Ini Putri. Kita ketemu di lokasi jam setengah enam ya. See you there!
Nicole segera membalas chat tersebut.
Hai, Mbak Putri. Oke, Mbak. Saya sudah otw.
Lalu Nicole membaca chat dari Marco.
Udah jalan, Nick?
Marco sudah mengikuti acara prosesi pernikahan sejak pagi. Cowok itu kini sudah berada di sana. Nicole pun segera mengetik balasan untuk Marco.
Otw, Co. Aku nervous banget nih :’(
Tak lama kemudian balasan dari Marco muncul.
Meet me here. I’ll be waiting for you.
Nicole tersenyum.
Thank you, Co. See you there!
***
Setibanya Nicole tiba di tempat acara pernikahan Brian dan Olivia diselenggarakan, ia langsung dibuat kagum oleh dekorasi yang menghiasi restoran ini.
Mengambil konsep western style, Nicole dapat melihat beberapa meja yang sudah ditata secara memanjang dan didekorasi dengan sangat cantik dan detail untuk setiap tamu. Lampu-lampu gantung bercahaya warm light melintang, menghiasi bagian atap restoran sehingga menciptakan suasana yang begitu nyaman dan hangat. Nicole pun mengetahui kalau pesta pernikahan Brian dan Olivia diselenggarakan secara privat dan tidak mengundang terlalu banyak orang.
Entah mengapa hal itu membuatnya sedikit lega.
Nicole tersenyum. Ia sangat menyukai konsep pernikahan privat seperti ini. Suasana yang nyaman, orang yang tidak terlalu banyak. Terlebih lagi, ruangan ini memiliki jendela-jendela besar yang membuat para tamu bisa melihat langsung ke taman di luar sana. Entahlah, taman selalu membuatnya merasa damai dan tenang.
“Selamat malam, Tuan Putri,” sebuah suara terdengar dari belakangnya. Ia pun menoleh.
Di situlah berdiri pria paling tampan yang pernah dilihatnya dalam hidupnya.
Jantung Nicole berdebar cepat.
Marco terlihat begitu menawan dengan setelan jas berwarna hitamnya. Tubuh tingginya tampak begitu gagah. Senyumnya memesona.
Nicole berusaha meredakan ketegangannya. Ia pun berdeham, “Udah lama, Co?”
Marco tak berkata apa-apa selama beberapa saat, dan lagi-lagi, Nicole melihat tatapan itu terpancar dari kedua mata Marco. Tatapan familiar yang hingga sekarang belum berhasil ia artikan.
Nicole mengutuki jantungnya yang malah semakin kumat. Sudah tegang gara-gara mau tampil, sekarang ditambah tegang karena ditatap oleh lelaki yang ia cintai. Rasanya ia bisa pingsan sekarang juga.
“Halo! Ini Nicole ya?” sebuah suara tiba-tiba saja memecah keheningan yang tercipta di antara mereka. Nicole menoleh dan langsung mendapati seorang wanita muda berusia kira-kira dua puluh tahunan, mengenakan blazer hitam.
“Iya,” jawab Nicole tersenyum, “Ini Mbak Putri ya?”
Wanita itu tersenyum ramah, “Betul sekali. Kamu bisa ikut gladi resik sebentar? Sekalian sound test,” lalu Putri menunjuk panggung untuk band yang ada di sudut ruangan. Di sana terlihat beberapa anggota band sedang mempersiapkan sound system dan alat musik mereka.
Nicole pun mengangguk, “Oke, Mbak,”
“Yuk?” ajak Putri sambil melangkah dari sana.
Nicole menoleh sebentar ke arah Marco, “Aku latihan dulu ya, Co,”
Marco melangkah mendekatinya perlahan hingga kini Nicole dapat menghirup harum maskulin tubuh cowok itu. Marco tersenyum, “Good luck, Nicky. I’ll be here to watch your beautiful play,” ucap cowok itu. Kalimat yang selalu ia ucapkan sebelum Nicole tampil di konser musik tahunannya.
Dan kalimat itu selalu berhasil membuatnya merasa tenang karena ia tahu, Marco ada di sini, mendampinginya, memberinya dukungan.
“Kamu pernah tampil di atas panggung yang lebih besar dan penonton yang lebih banyak, Nick,” ujar Marco, “This is so much easier. I think you’ll ace it,”
Ia juga mengatakan hal yang dikatakan Marco itu kepada dirinya tadi, tetapi entah mengapa, ketegangannya baru mau pergi ketika Marco yang mengucapkan kalimat itu.
Nicole menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya. Ia melengkungkan bibirnya membentuk senyuman, “Makasih, Co,”
Marco mengedipkan satu matanya, “Anytime, Nick,”
Nicole tersenyum, “Aku latihan dulu,” ia baru saja hendak beranjak dari sana ketika Marco memanggil namanya lagi. Nicole pun membatalkan niatnya lalu menunggu Marco berucap.
Nicole tak mengerti mengapa malam ini Marco terus-terusan menatapnya tanpa berbicara apa-apa. Apakah Marco tak tahu kalau tatapan itu mengirimkan getaran ke seluruh tubuhnya?
Nicole berdeham, “Ya?”
Marco terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya berkata, “You look wonderful tonight,” dan seketika kaki Nicole terasa lemas.
***
Suara biola yang indah mengalun mengisi kekosongan yang tercipta di tempat resepsi ini. Sudah dua puluh menit Marco duduk di sudut sambil memandangi gadis itu melakukan gladi resik di depan sana bersama dengan band.
Dan ia tak dapat melepaskan tatapannya dari Nicole sejak tadi. Di depan sana, berdiri seorang gadis yang paling cantik yang pernah ditemuinya dalam hidupnya. Tak tergambarkan betapa terpananya Marco ketika tadi ia melihat Nicole tiba di sini sambil membawa tas biolanya, dan jantungnya seketika berdebar cepat ketika gadis itu menoleh ke arahnya.
Nicole terlihat secantik malaikat padahal ia hanya mengenakan make up tipis, mengingatkan Marco di hari ketika gadis itu tampil di konser musik yang diadakan tempat kursusnya. Rambut indahnya akhirnya digerai, membuat Marco semakin tak dapat melepaskan tatapannya dari gadis itu.
Malam ini, Nicole terlihat begitu sempurna. Kata ‘cantik’ tak cukup untuk menggambarkan betapa memesonanya gadis itu malam ini. Nicole lebih dari cantik, lebih dari memesona. Dia luar biasa, dan terlihat semakin menawan ketika memainkan biolanya.
Marco terdiam, menikmati debaran indah yang tidak pernah dirasakannya sepanjang hidupnya. Ia selalu bertanya-tanya, mengapa ia merasakan hal ini setiap kali bertemu Nicole.
"Karena loe jatuh cinta sama dia,"
Suara Andrew terngiang-ngiang di benaknya. Sebuah kalimat singkat yang diucapkan temannya dua bulan lalu. Kalimat yang membuatnya heran dan berpikir keras sampai-sampai kepalanya pusing. Jawaban yang sungguh di luar dugaannya. Tak pernah terpikir sekalipun dalam hidupnya kalau ia akan mengalami hal aneh ini.
Satu bulan telah berlalu dan ia mendapati pikiran dan hatinya hanya dipenuhi oleh sosok sahabat sejak kecilnya itu. Pagi hari ia bertemu Nicole. Siangnya saat istirahat, ia tidak ingin ke mana-mana, kecuali ke kelas gadis itu dan duduk di sebelahnya. Jika Nicole ingin ke kantin, Marco akan mengikutinya. Sepulang sekolah, ia akan menunggu gadis itu di taman belakang, lalu mereka akan menghabiskan waktu bersama dengan belajar, mendengarkan musik, maupun mengobrol. Begitu juga saat akhir pekan. Marco ingin Nicole selalu bersamanya. Ke mana pun ia pergi bersama teman-temannya, ia ingin gadis itu ikut.
Marco menghela napas, berusaha mengakhiri lamunan singkatnya tentang Nicole. Ia mengarahkan pandangannya pada gadis itu. Nicole masih ada di depan sana, sedang memberikan gesekan terakhir di biolanya dengan begitu lembut dan penuh perasaan. Nicole terlihat terdiam sebentar sebelum akhirnya melepaskan biolanya dari jepitan bahu dan dagunya. Anggota band di depan sana tampak tersenyum dan bertepuk tangan melihat kepiawaian Nicole bermain biola. Tidak heran, gadis itu memang berbakat. Siapapun yang melihat permainan biola Nicole, pasti akan tersihir.
Nicole terlihat tersenyum kepada mereka sambil mengangguk berterima kasih. Kemudian tatapannya terarah ke sudut ruangan, tempat di mana Marco sedang duduk.
Saat tatapan mereka bertemu, gadis itu tersenyum.
Namun Marco tak dapat tersenyum balik.
Karena ia kemudian menyadari, bahwa apa yang dikatakan Andrew itu benar adanya.
***
Acara pernikahan Brian dan Olivia berlangsung dengan begitu hangat, ceria, dan akrab. Nicole memainkan lima lagu untuk pasangan suami istri itu, termasuk memainkan lagu yang mengiringi grand entrance serta dansa mereka. Sungguh sebuah kehormatan bagi Nicole karena ia diberi kepercayaan yang cukup besar untuk mengiringi momen-momen penting di acara pernikahan ini.
Sembari memainkan lagu Perfect milik Ed Sheeran, Nicole sesekali memerhatikan kedua sejoli itu dari balik biolanya, berdansa dengan begitu anggunnya, sambil bertatapan dengan penuh cinta. Indah sekali, pikir Nicole sambil tersenyum. Suatu hari nanti ia juga ingin berdansa dengan orang yang ia cintai, diiringi musik yang indah, sambil bertatapan penuh cinta.
Mungkin dengan Marco?
Nicole buru-buru menyingkirkan pemikiran ngaco itu. Sampai kapan pun ia tidak mungkin berdansa dengan cowok itu.
Ketika lagu Perfect akhirnya berakhir, tepuk tangan pun segera terdengar memenuhi ruangan. Brian dan Olivia lalu menoleh ke arah Nicole. Senyum lebar menghiasi wajah mereka. Keduanya lalu mengacungkan jempol. Nicole tersenyum sambil mengangguk berterima kasih.
Putri lalu datang menghampirinya. Masih dengan senyum ramahnya, wanita itu berkata, "Next, surprise dari kamu ya,"
Nicole mengangguk. Ia sudah janjian dengan Putri tadi bahwa ia akan memainkan lagu tambahan yang tidak diminta Brian dan Olivia sebagai kejutan untuk pasangan itu. Putri menyambut positif kejutan dari Nicole dan langsung menyelipkannya di rundown acara.
Tim WO lalu mempersilahkan Brian dan Olivia untuk duduk di kursi mereka yang terletak di paling depan. Kemudian Putri mempersilahkan Nicole untuk tampil.
Nicole menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan. Sambil memegang biolanya, Nicole mendekatkan mulutnya ke mikrofon.
"Selamat malam, Kak Brian, Kak Olivia, dan seluruh tamu yang hadir malam hari ini," sapa Nicole dan langsung dijawab oleh Brian dan Olivia, serta para tamu yang lain. Ia pun melanjutkan, "Terima kasih udah kasih kesempatan ke aku untuk tampil di acara pernikahan Kak Brian dan Kak Olivia. Sebagai ucapan terima kasih, aku mau mempersembahkan sebuah lagu lagi untuk Kak Brian dan Kak Olivia, juga tamu-tamu yang hadir malam hari ini," ujar Nicole dan langsung membuat wajah Brian dan Olivia tersenyum penasaran.
Nicole pun memberi tanda ke tim WO untuk menyetel lagu pengiring yang sudah ia simpan di flash disk. Tak lama kemudian, lagu pengiring itu pun terdengar memenuhi ruangan. Nicole segera mengangkat biolanya, menjepitnya di antara bahu dan dagunya, dan ketika hitungannya masuk, ia pun segera menggesek biolanya.
***
Ketika lagu pengiring menggema dan mengisi keheningan di ruangan, Marco memperhatikan wajah Brian dan Olivia terkejut. Selama beberapa detik mereka mencoba mengenali lagu ini, dan ketika Nicole akhirnya menggesek biolanya, mereka pun tahu lagu apa ini.
He's a Pirate, sebuah theme song dari film Pirates of The Caribbean yang adalah favorit mereka berdua sejak remaja. Mulut Brian dan Olivia menganga tak percaya. Senyum lebar segera menghiasi wajah mereka. Mereka lalu mengangkat kedua tangannya, memberi tepuk tangan pada Nicole yang kini sedang menggesekkan biolanya dengan begitu lincah karena tempo lagu ini cepat.
Wajah para tamu terlihat begitu sumringah dan terpana. Semua perhatian terfokus pada Nicole di depan sana yang sedang memainkan biolanya dengan begitu piawainya. Nicole berhasil menghidupkan suasana. Setelah memainkan lima lagu mendayu-dayu atas permintaan Brian dan Olivia, Nicole berhasil memberi kejutan dengan memainkan lagu bertempo cepat dan bernada seru secara tiba-tiba.
Marco tersenyum. Gadis itu memang luar biasa.