Bestfriend or Lover?

Livia Jesslyn Valerie
Chapter #22

I Love You

Satu bulan koma.

Marco menatap langit-langit kamar rumah sakit sambil merenung.

Kemarin saat ia terbangun, ia langsung mendapati ayah dan ibunya. Wajah kedua orang tuanya itu terlihat begitu senang ketika ia membuka matanya. Ibunya bahkan sampai menangis dan langsung memeluknya.

Setelah menjalani beberapa pemeriksaan, ayah dan ibunya pun akhirnya menceritakan apa yang terjadi.

Kecelakaan yang ia alami. Helmnya yang terlepas dari kepalanya. Tubuhnya yang tergores jalanan aspal. Kepalanya yang terbentur trotoar.

Ia akhirnya mengingat segala kejadian itu setelah ia berusaha keras memanggil ulang ingatannya.

Tetapi benarkah ia telah tak sadarkan diri selama itu? Apakah ia terluka begitu parahnya sampai mengalami koma?

Tubuhnya kini masih terasa lemas. Kepalanya terkadang masih terasa pusing. Namun luka di tangan dan kakinya sudah pulih, hanya meninggalkan sisa-sisa goresan di sana.

Ia memandang ibunya yang kini sedang menungguinya bersama Bik Ani. Ayahnya sedang tidak ada karena harus bertemu klien hari ini.

Marco berdeham membersihkan tenggorokannya yang terasa kering, “Ma,” panggilnya.

Ibunya yang sedang merapikan beberapa pakaian bekas pun menoleh lalu tersenyum. Raut kebahagiaan masih terpancar di wajahnya, “Ya, Sayang?”

“Nicole... ada di mana?” tanyanya.

Ibunya melipat pakaian bekas tersebut lalu menyerahkannya ke Bik Ani yang sedang menumpuk baju-baju tersebut ke dalam sebuah kantong plastik bening. “Nicole lagi ke Yogyakarta, Sayang. Dia terpilih mengisi acara seni mewakili sekolah kalian. Hebat ya?”

Marco tersenyum tipis. Gadis itu memang selalu hebat.

Ibunya lalu berjalan mendekatinya dan duduk di sampingnya, “Kamu tahu, Sayang? Selama kamu koma, Nicole selalu datang ke sini setiap hari. Dia selalu duduk di sini lalu mengajak kamu ngobrol,” kedua mata ibunya berkaca-kaca ketika menceritakan hal itu, “Sebelum pulang, dia pasti selalu berdoa buat kamu,”

Marco memandang ibunya. Hatinya terasa begitu hangat mendengar hal itu. “Bener, Ma? Nicole ke sini setiap hari?”

Ibunya mengangguk, “Nggak kelewat satu hari pun, Sayang. Dia benar-benar sayang sama kamu. Mama saja sampai terharu melihatnya,”

Benarkah? Benarkah apa yang dikatakan ibunya barusan? Ia harap ia tak sedang bermimpi karena ia merasa begitu bahagia.

Ia merindukan gadis itu. Sungguh-sungguh merindukannya. Ia harap Nicole cepat pulang dan datang ke sini.

Keesokan harinya, teman-temannya datang menjenguknya. Dengan tubuhnya yang semakin terasa membaik, Marco menyambut teman-teman basketnya itu. Wajah mereka terlihat sumringah.

“Gila loe! Akhirnya bangun juga!” ujar Andrew senang sambil menjabat akrab tangan kanan Marco.

Marco tersenyum, “Gimana kabar lu, Bro? Katanya kita nggak ketemu satu bulan ya,”

Andrew tertawa, “Gue sih ketemu loe. Loe-nya aja yang tidur terus,”

Teman-teman basketnya yang lain juga menjabat tangannya akrab.

“Hai, Co,” ucap Hendry.

“Eh, Hen! Gimana keadaan loe? Ada luka parah?” tanya Marco khawatir. Hendry kan waktu itu yang memboncenginya motor.

Hendry menggeleng, “Gue nggak kenapa-napa, Co, jangan khawatir. Justru kita yang khawatirin loe banget. Loe koma sampe sebulan, bayangin aja!”

Marco menghela napas, “Well, gue sendiri juga masih nggak percaya sih gue nggak sadar sampe selama itu,”

Lalu obrolan pun mengalir. Teman-temannya menceritakan hal-hal yang terlewatkan oleh Marco, misalnya : mereka batal ikut kompetisi basket karena Marco dan Hendry kecelakaan, yang mana benar-benar membuat Marco terkejut.

“Kita nggak mungkin bisa konsenterasi main kalau ada anggota tim kita yang kena musibah, apalagi musibahnya cukup parah,” ujar Daniel.

Thank you banget buat kepedulian kalian, Guys,” ujar Marco, tak bisa merasa lebih bersyukur lagi atas perhatian teman-temannya kepadanya.

Lalu mereka bercerita tentang mantan-mantan Marco yang datang menjenguknya. Ada yang datang sambil menangis sedih.

“Luar biasa loe, Co. Biar udah nyakitin mereka, tetep aja loe ditangisin,” ucap Farrel dan langsung disambut tawa oleh yang lain.

Marco hanya tersenyum tipis. Ia menyesali apa yang telah ia perbuat di masa lalu dan tidak akan pernah mau menyakiti hati orang lain lagi.

Lihat selengkapnya