Nicole menopangkan dagunya di atas tangan kanannya. Suara Karen dan Giselle yang sedang mengobrol di hadapannya terdengar sayup-sayup.
Sudah dua minggu berlalu sejak ia menyatakan perasaannya pada Marco dan ia benar-benar menyesali keputusannya itu.
I knew it.
Hanya itu jawaban Marco.
Ya, hanya itu.
Well, meskipun Marco memeluknya dengan erat setelahnya (dan berhasil membuatnya berdebar-debar), tetapi hanya sampai di situ. Setelah keluar dari rumah sakit, cowok itu bahkan tidak pernah lagi menyinggung hal itu.
Nicole tetap menjalani hari-harinya seperti biasa bersama Marco. Mereka pergi sekolah bersama, pulang juga bersama. Saat ada ujian, mereka tetap belajar bersama di taman belakang. Tentu Nicole tak bisa lebih bersyukur lagi. Marco akhirnya pulih dan bisa beraktivitas seperti biasa setelah satu bulan koma.
Tetapi...
Nicole mendesah. Ia benar-benar merasa bodoh sekarang. Mungkin saja pengakuan Marco akan perasaannya di pesta Brian dan Olivia waktu itu sudah tidak berlaku lagi. Apalagi ia sudah menolaknya dan Marco tak pernah memaksanya lagi. Duh, bodoh, bodoh, bodoh!
"Hoi, Nic! Loe ngapain mukul-mukul kepala loe sendiri?" seru Karen.
Nicole langsung menghentikan apapun yang sedang dipikirkannya dan menatap Karen yang sedang menatapnya balik seolah Nicole adalah makhluk ajaib. Apakah barusan ia benar-benar memukul-mukul kepalanya?
"Pusing ya kepala loe?" tanya Giselle.
Nicole berdeham, merasa malu karena ia barusan melakukan hal konyol. "Iya nih, pusing sedikit," dustanya. Ia memutuskan untuk membuang pikirannya tentang Marco jauh-jauh.
"Si Marco gimana kondisinya, Nic?" tanya Karen.
Nicole langsung merasa sebal pada Karen. Baru saja ia ingin melupakan Marco, eh, temannya itu malah bertanya tentang cowok itu.
Nicole mendengus, "Udah nggak kenapa-napa kok dia,"
"Kasian juga ya dia, ketinggalan pelajaran satu bulan. Sekarang harus ngejar habis-habisan deh," ujar Giselle.
Sedikit rasa simpati muncul di dada Nicole. Baiklah, meski ia sedikit gondok karena sikap Marco yang 'seolah tidak ada apa-apa', ia merasa kasihan kepada cowok itu. Marco harus ikut banyak sekali ujian susulan setelah satu bulan vakum dari sekolah. Cowok itu juga harus sering-sering ke ruang guru untuk menanyakan materi pelajaran yang tertinggal. Selain ke ruang guru, Marco juga harus rajin-rajin ke taman belakang untuk belajar bersama Nicole dan mengejar materi-materi pelajaran hafalan yang tak bisa dipelajarinya tanpa Nicole. Setiap jam istirahat, cowok itu harus menghilang karena harus ikut ujian susulan.
Seperti sekarang. Sekarang jam istirahat kedua dan Marco sedang berada di ruang guru untuk mengikuti ujian Ekonomi susulan.
Ponsel Nicole bergetar tanda ada chat masuk. Ia pun mengecek ponselnya.
Ada chat dari Marco.
Nick, nanti pulang sekolah seperti biasa yaa. Besok aku ujian Kewarganegaraan susulan. Help me for my last exam!
Nicole menghela napasnya. Ia pun membalas ‘OK’.
Oke, sekali lagi, ia benar-benar menyesal sudah menyatakan perasaannya pada Marco!