Ada sedikit keramaian di balkon atas kantin. Namira dan Juliette tidak bisa melihat terlalu jelas dari bawah sini, dari meja batu panjang bawah pohon Ketapang, spot kesukaan mereka. Suara tawa dan celotehan meningkahi suara denging halus. Tak lama, Namira mendapat sebuah drone bergerak naik turun tidak stabil. Namun, dari cara gerak yang mulus dan denging mesinnya yang halus itu, Namira yakin itu sebuah drone yang biasa dipakai untuk kebutuhan profesi. Tiga huruf terkenal tertangkap mata dan Namira memaklumi. Mainannya bocah-bocah itu pasti. Siapa lagi yang suka heboh dengan mainan-mainan teknologi kalau bukan mereka? Para Pangeran Muda yang lebih memilih ruang kantin lantai dua untuk nongkrong. Dulunya sih lantai dua bebas dimanfaatkan siapa saja. Tapi, semenjak beberapa tahun lalu, konon setelah ada kejadian perkelahian antara seorang Pangeran Kampus masa lalu dengan entah siapa, mereka jadi bergerombol memisahkan diri. Kurang begitu jelas tentang kasus yang dulu. Tapi, sekarang lantai dua jadi seakan milik para Pangeran Muda dan bocah-bocah eksis di kampus.
Suara drone itu mendekat. Namira menoleh sewaktu drone itu berlalu setinggi telinganya. Dua meter sisi kirinya. Juliette bersiul dan berkomentar,
"Edisi terbaru, euy!"
Namira tidak tertarik. Ia membuka laman tugasnya. Baru sebaris ia baca, suara keras terdengar dari atas. Otomatis ia mendongak. Dilihatnya dua orang sedang tertawa-tawa sambil merebutkan sesuatu. Drone itu terbang bergoyang-goyang sementara Juliette menghela nafas tertahan mengkhawatirkan hal buruk yang bisa terjadi terhadap benda mahal yang tengah oleng itu. Seorang lagi mendekat dengan senyum, memandang dua temannya. Rambutnya merah ikal sebahu. Dia meraih controller yang diperebutkan dua temannya itu dan memanggil pulang drone tersebut. Namira belum pernah melihat dia sebelumnya.
Wow! Gingerhead. Punya freckles juga ga ya dianya?
Begitu sekelebat pikiran spontan Namira terhadap sosok itu. Selama ini Namira tidak asing dengan para londo asal Eropa dan turunannya, namun baru sekarang ia melihat yang berambut merah asli.
Weasley relatives nih, dengus Namira yang cukup Potterhead dengan geli.
Lelaki itu masih tertawa memandang kedua temannya yang terus ribut sambil sandarkan diri ke pagar balkon. Angin yang bertiup mengacak rambut bergelombang sebatas lehernya. Tanpa alasan, Namira terpaku. Bocah itu menyibak ke belakang rambut yang mengganggu matanya. Gerakannya tegas dan ia menoleh seiring meraih drone di hadapannya. Saat itulah ia melihat Namira yang tengah menengadah melihat ke arahnya. Mata mereka bertemu lalu setelah beberapa detik, si Rambut Merah tersenyum.
"Hi, there!"
Namira mengangkat alis dikarenakan ia sedikit tak sadar tengah melakukan apa. Si Rambut Merah tersenyum geli sebelum kembali pada temannya. Namira mengernyit begitu tersadar untuk kemudian kembali pada layar tabletnya, mengabaikan degup jantung dan pertanyaannya sendiri.
Dia dalam situasi apa sih tadi itu sampai bisa terbengong-bengong memandangi seorang bocah tak dikenal?
Juliette yang menyaksikan semuanya berkedip-kedip tidak percaya. Namira memang tidak mengenal si Rambut Merah. Tapi, biasanya seorang gadis belia akan –setidaknya, tersipu malu-malu kalau mendapati kejadian saling tatap tanpa sengaja dengan a goodlooking boy. Setidaknya, Juliette yakin dirinya akan begitu. Setidaknya, ia tahu Kirana juga akan menunduk malu dan bukan menaikan alis berekspresi aneh sedikit bingung seperti Namira tadi. Juliette menggeleng-gelengkan kepala sekarang entah karena apa. Prihatin sih tidak, sekedar tidak mengerti saja, ada ya gadis belia seperti Namira? Selama mengenal nyaris dua tahun ini, Juliette sering terkaget-kaget dengan sikap Namira yang rasanya tidak senormal remaja siap dewasa lain seperti dirinya dan Kirana.
"Mir," panggil Juliette.
"Hh?"
Direspon datar begitu, Juliette jadi ragu untuk bertanya apakah Namira setidak tahu itu pada si Rambut Merah? Soalnya mereka sering juga iseng menonton kanal Youtube si Rambut Merah. Namira bahkan satu dari subscribernya yang sepuluh juta lebih itu karena suka dengan banyak halnya. Dari sudut pengambilan rekaman, pemilihan musik, After Effect tak berlebihan dan terutama si Rambut Merah lebih sering mengulas destinasi plesiran yang tidak receh. Sekali waktu ia pernah semingguan mengunggah wisata kehidupan di St. Petersburg. Kali lain mengunggah penantian kehadiran Aurora Borealis di Swedia dari dalam kabin ball hotelnya yang eksotik. Bahkan vlog lomba Polo Berkuda di padang pasir Abu Dhabi adalah salah satu kontennya yang menjadi perbincangan internasional. Masa iya Namira tidak bisa mengenali? Kan Rifky Samsoe si Rambut Merah itu masih nampang juga di vlogsnya jadi host. Namira oh Namira!
"Mir, lo ga kenal?" tidak tahan akhirnya Juliette bertanya.
"Hh? Apa, Ju?"
Juliette melihat Namira yang tengah berkonsentrasi dengan tugasnya. Bergantian antara membolak balik kertas revisian tugas dengan menulis jawaban di tablet.
"Yang rambut merah tadi."
"Siapa gitu?"
Juliette gemas. Ia meraih Es Jeruk dan menggigit sedotannya.
Ya sudah deh, malas juga ngajak ngomongnya. Juliette menyerah.
"Kayak kenal emang. Siapa sih, Ju?"
Juliette sudah keburu malas tapi tak urung perasaan dongkol menggumpal di hati tanpa alasan. Ia bergedik dan menyeruput cepat minumnya. Tau ah, Mir!
Kirana yang baru tiba tidak tahu mengapa Juliette mukanya berawan. Namira yang dipandangnya bertanya juga hanya menggedikan bahu sambil menggeleng-geleng. No clue, katanya. Juliette bukannya tidak tahu tingkah main mata kedua sahabatnya itu hanya saja ia malas menanggapi. Ia sebal, serius. Tiba-tiba ia merasa Namira itu orangnya menyepelekan banyak hal. Juliette tahu Namira tidak tertarik pada kombinasi lelaki eksis+tampan+anak horang kaya. Tapi kan, dia bisa setidaknya menghibur temannya sendiri dengan mengenalkan atau memberi akses ke kaum VIP itu! Soalnya, Namira itu tidak asing dengan mereka. Beberapa kenalannya dari golongan tersebut. Bahkan yang tertampan yang terkaya sepengetahuan Juliette pernah mendekati Namira. Ah! Enggak toleran memang sama teman.
Bukannya bermaksud jadi tukang gali emas tapi menguji keberuntungan kan tidak haram. Juliette tahu dirinya enggak susah-susah amat. Lumayan makmur malah, juga tidak asing dengan golongan itu. Apa salahnya ingin jadi lebih baik dari orangtuanya? Kan dia pingin juga bikin bangga emak dengan menggaet menantu tajir melintir!
Kirana menyenggol bahu Juliette. Dengusan panjang beremosi meluncur darinya. Namira cuma melirik namun kembali pada tabletnya. Kirana kembali menyenggol bahunya.
"Diem lo!" ketus Juliette.
Kirana terkekeh sambil meletakan tablet dan kertasnya di atas meja.
"Tadi, di atas, ada Rifky. Nyapa tuh anak dari sono." kata Juliette dengan dagu mengarah pada Namira. Akhirnya ia tidak tahan juga mengomel.
Kirana mengangguk-angguk sambil sekilas mendongak. Matanya menangkap masih banyak orang berkerumun namun tak ada rambut merah yang mencuri pandang.
"Nih anak malah bengong dan pasang muka cringe. Ga kenal, katanya."
Tawa Kirana lepas. Tidak terbahak, tidak keras, tapi anggun dan manis.
"Udah berapa kali kejadian, Ran? Kesempatan panjat sosial kita selalu lepas gara-gara dia!"
Namira mengangkat wajahnya, "Oh jadi gituuu. Lo nemenan sama gue buat pansos ke mereka? Fine!"