Namira tidak senang hati, panggilan Papa penyebabnya. Bukan ia berniat jadi anak pembangkang tapi memang perasaan kecewa Namira terhadap Papa belum hilang sampai sekarang. Namira tidak pernah membahasnya. Namun, Aki jelas paham luka hati cucu kesayangan. Tidak perlu jadi ahli kejiwaan bergelar banyak untuk bisa memahami kalau seorang anak selalu punya sedih abadi kalau punya nasib seperti Namira. Kesedihan merasa dibuang ayah sendiri yang memilih memenuhi persyaratan wanita lain daripada tangis enggan berpisah darah dagingnya. Ayah Namira memang begitu, merelakan berpisah dari putri semata wayangnya kala itu demi menikahi wanita lain tersebut. Lebih lagi, daripada tetap dalam tanggungannya, bahkan hak perwalian Namira dilimpahkan pada Aki Uttara. Lepas tangan. Baru-baru saja Papa ingat keberadaan Namira, sekitar dua tahun belakangan ini. Itu karena wanita istri baru Papa mendapatinya tengah bersama Mustav.
Memang alumnus panjat sosial satu itu mudah dibaca tapi bikin mual Namira. Malam setelah dia melihat Namira bersama Mustav, Papa menelepon dan bertanya banyak hal tentang hubungan mereka. Waktu itu Namira baru memulai dengan Mustav. Awalnya Namira terharu karena menilai Papa memperhatikan juga dirinya dari kejauhan. Sayang, setiap panggilan tak sampai lima menit seringnya Papa berbicara. Selalu wanita itu yang melanjutkan dengan keramahan yang terasa palsu. Mungkin memang dia ingin berdamai karena mau bagaimanapun mereka adalah keluarga, pikir Namira awalnya. Tapi topengnya luruh sewaktu kabar putusnya dengan Mustav sampai ke telinga mereka. Ibu tiri Namira menjadi tipikal antagonis. Terang-terangan dia menyayangkan Namira putus dan menyarankan Namira berusaha berbaikan dengan Mustav karena kapan lagi bisa mendapat pacar anak orang kaya terhormat yang ibunya sosialita terkenal dan ayahnya pengusaha tambang Nikel.
Begitu kata wanita ajaib itu. Panggilan-panggilannya itu selalu sebuah video call bersama. Papa hadir di sebelah si ibu Sambung tapi hanya bungkam diam dan tak peduli mendengar semua kalimat istrinya itu. Menaburkan garam pada luka hati Namira yang tidak pernah mengering. Sering sekali Namira sengaja pasang muka tidak nyaman tapi wanita itu tidak tahu diri. Terus saja meracau sok menasihati Namira. Menyarankan Namira mulai melihat masa depan dan mempertimbangkan kemapanan finansial karena kehidupan tidak mudah kalau kekurangan.
Beraninya wanita itu berkata demikian sementara dirinya dan Papa makan dari harta peninggalan keluarga Mama. Perusahaan kargo lintas benua yang dikelola Papa jelas sekali masih memakai nama mendiang kakek dari pihak Mama. Namira tahu Papa itu orangnya logis namun kala berkaitan dengan wanita sialan itu, selalu jadi tidak masuk akal. Karena itulah ia yang awalnya tak mau percaya kalau ada sihir yang bermain jadi meyakininya. Terlebih, Papa sering sekali hanya menerawang macam orang linglung kalau didampingi istrinya itu. Sangat berbeda kalau mereka hanya berdua. Meski canggung dan kaku, Papa masih terasa hadir dan menciptakan obrolan yang nyambung bersama Namira.
Jadi, setelah 11 panggilan ia abaikan, mau tak mau panggilan ke-12 Namira terima. Seperti dugaan, sebuah video call dengan wanita itu duduk bersanding dengan Papa yang seperti robot memegangi gawai merekam mereka. Tujuh doa penangkal sihir sudah Namira rapal sejak awal melihat nomor Papa memanggil. Sekedar untuk menenangkan diri yang emosinya naik sampai ubun-ubun seketika. Lagipula, sihir kata-kata manis dari istri Papa itu -walau tanpa teluh, tetap saja berbahaya. Ibaratnya, wanita itu level rayuannya advanced sementara Namira masihlah gadis polos belia. Walau sadar tidak mau diracuni nasehat sesat, Namira tahu belum bisa melawannya. Bahkan sekedar mendebat pun mulut Namira suka berubah gagu. Namira yakin panggilannya berkaitan dengan Rifky.
Memang, sejak dua hari lalu, story dan unggahan media sosial Rifky dipenuhi Namira yang diam-diam ia tangkap-gambar dan dimuat dengan tagar bae. Pengumuman resmi sepihak Rifky yang takut Namira didekati lelaki lain saat mereka berjauhan. Rifky percaya Namira tapi ia cukup mengerti kalau lelaki-lelaki random sekitaran Namira tidak boleh dipercaya. Enak saja!
Dan, memang benar. Wanita itu berbasa basi, berujung menanyakan dirinya sedang dekat dengan siapa. Dia lalu menyikut Papa yang menoleh bingung sejenak sebelum memandang kamera meminta Namira datang makan malam akhir pekan ini bersama teman dekatnya. Namira tidak bisa menolak karena panggilan mereka tutup begitu saja tanpa menunggu persetujuan. Akhirnya Namira uring-uringan mengomel keras di ruang keluarga sambil menunjuk-nunjuk layar lebar gawainya yang tak berdosa.
"Enggak usah datang aja." celetuk Aki santai sambil menggeser layar tablet.
Namira diam. Ingatannya tentang kejadian Mustav melintas. Papa persis sama seperti Namira duga, bak kerbau dicucuk hidung. Tapi, wanita itu, mempermalukan diri sendiri. Ia kelewat ramah pada Mustav yang sama sekali tidak tahu menahu sejarah pahit Namira sampai-sampai Mustav sungkan tak mau lagi bertemu mereka. Selepas makan malam, Mustav mengatakan tidak enak mendapat perlakuan bak raja dari ibu Namira. Soalnya, ibu Mustav sendiri tak pernah mengijinkan ART maupun Pelayan mereka sampai segitunya pada Mustav yang anak lelaki satu-satunya. Bukti kalau otak orang panjat sosial wanita gila itu tidak memahami apapun. Pikirannya hanya penuh dengan cara menjilat orang-orang yang berstatus sosial di atasnya. Pikir dia, aksinya sudah pasti akan membawanya ke jenjang yang lebih tinggi. Kasihan.
"Heran Mira mah, Ki. Kemaren dulu nyinyir aja bilang Mira ga bisa liat kesempatan hidup enak. Bodo katanya. Eleh, tadi manis banget!"
Aki Uttara mengalihkan pandangannya dari berita sore yang tengah ia tekuni. Ia memandang sosok cucunya dengan hati yang teriris. Ada rasa berdosa terhadap Namira karena perlakuan putranya sama sekali tidak terhormat. Aki kesal kenapa Papa Namira sama sekali tidak bisa mendidik istri mudanya itu untuk belajar sopan. Itu adalah usaha minimal yang wajib dilakukan olehnya. Masa iya harus diingatkan oleh Aki Uttara?
"Kayak old money aja dia berani bilang idup Mira susah! Kita mah cukup beruntung ya, Ki. Ga punya Maybach juga ga masalah! Berani banget ya dia. Kacang lupa kulit banget! Dia itu cuma tukang pijetnya Mama dulu!" gerutu Namira menahan emosi.
Aki Uttara masih saja menekuri sosok Namira. Ia tak akan menyalahkan Namira kalau cucunya itu tetap mendendam. Namun, Aki tetap berharap Namira bisa melepaskan dendam itu demi kebaikan Namira sendiri.
"Pure breed old moneys aja kagak segitunya! Mustav tuh liat! Segitu anak old money calon dirut aja milih enggak norak. Menterengnya cuma pas pesta besar circle dia aja! Tau menakar diri. Apalagi Iki, lebih bisa menakar diri dengan sempurna!"
Aki mengangguk-angguk, "Ya udah ga usah diturutin. Paling marah-marah sendiri dia."
Namira tertawa. Selorohnya, "Atawa perginya sama Aki aja. Dijamin tuh meja makan damai. Suci dari suara Mak Lampir!"