Betapa Membosankannya Para Pangeran

Aubrey Rachman
Chapter #14

14 || Kartu Pass

Rifky terpukau dengan Namira yang sederhana memakai shift dress sebatas lutut bertaburan kristal-kristal kecil dan berbagai sulam manis di bahu. Riasannya sederhana, sekedar menonjolkan matanya yang seperti kucing. Iris coklat Namira jadi lebih berbinar rasanya. Kalau keseharian mereka sangat kasual, sedikit mengubah tampilan bikin sensasi. Jadi makin cantik sampai bikin sesak dada. Rifky berusaha keras mengatur diri supaya tidak kentara gugup ingin menghamba akibat terhipnotis paras jelita kekasih hati.

Namira juga terpukau Rifky. Yang meski tidak berstelan–sekedar semi formal dan rambut diatur sedikit saja, jadi makin ganteng. Hatinya menghangat, debar jantungnya bertalu-talu sampai ia sempat menahan nafas. Berpenampilan begini, fitur lahiriah Rifky terasa makin unggul. Bukan rahasia anak-anak ras campuran punya lahiriah mencuri hati. Pada Rifky yang kedua orangtuanya sudah mixraces tiga benua, berkali lipat lebih mengagumkan. Jelas tidak biasa-biasa saja di mata Namira. Ada gurat Asia sekaligus Saxon pada Rifky yang punya mata ekspresif. Namira kagumi kekasihnya tiada henti.

Keduanya saling tatap sambil melempar senyum tertahan karena sama-sama tahu mereka sama-sama saling terkejut. Tidak tahan rasanya Rifky ingin katakan puja puji norak, maka setelah satu tarikan nafas pengusir gugup kecup kecil penuh rasa ia daratkan di pelipis Namira.

"Memang cantik, makin cantik jadinya. Mau gimana lagi?" jujurnya.

Namira tersenyum malu-malu dengan pipi merona merah menahan rasa hangat yang menjalar sekujur tubuh. Wangi parfum maskulin yang semilir saja membuatnya menarik nafas dalam-dalam. Ia pastikan menanam aroma ini dalam memori terbaiknya. Ia menatap sedikit lama mata Rifky sambil tersenyum kemudian mengamit tangan Rifky dan berkata,

"Karena aku tau kamu pasti makin wow malem ini. Demi kamu, sedikit poles diri aku. Suka?"

Rifky balas menatap. Meski tanpa senyum Namira tahu Rifky tengah senang hati. Wajah keduanya saling mendekat dan tercipta kecup kecil yang manis. Sejenak hangatnya mengurapi debar yang sudah ada di dada supaya lebih wangi dalam kenang. Saat keduanya kembali saling tatap, kekakuan barang sedetik muncul tapi senyum jenaka berbarengan mereka lempar. Mereka tahu mereka mau lagi manis hangat bibir masing-masing tapi itu tidak boleh. Soalnya, kalau sekarang mereka kembali saling kecup, akan ada gelenyar yang tercipta. Gelenyar yang pasti minta kuasa meremangi rusuk dan sumsum tulang belakang. Namira meremas pelan jemari RIfky bak sebuah kode. Sebab, setelah itu Rifky langsung berbalik dan melangkah menuju moda yang akan mengantar mereka ke bagian lain kota untuk makan malam ini. Mereka sudah berpamitan pada Aki yang tetap dingin kepada Rifky, sekedar mengangguk dan bilang hati-hati di jalan sebelum menghilang lagi ke ruang kerja.

Malam ini Rifky mengemudi sendiri. Awalnya ia menyesal tapi mensyukurinya lebih banyak kemudian. Apabila tadi ia meminta supir, tak terbayang berjuta usaha mengatur rasa yang meluap sepanjang perjalanan karena mereka pasti akan duduk berduaan saling menggenggam tangan dengan bebas. Sekarang pun mereka terus saling menggenggam, namun konsentrasi Rifky terhadap jalanan hindarkan Rifky dari kecamuk liar yang bisa jadi muncul kalau kelamaan menikmati hangat hati.

Rumah orang tua Namira tak kalah memukau dari rumah-rumah lain dalam pemukimam nyaman yang didominasi rumah-rumah besar bergaya klasik tersebut. Dengan halaman besar dan air mancur di muka pintu utama, memudahkan siapapun yang berkunjung tidak pusing meninggalkan kendaraan mereka di mana. Mereka sudah di dalam dengan Rifky mengagumi voyer yang menyambutnya. Rumah ini tidak bergaya klasik dengan air mancur di depan pintu lebih berupa taman Zen lengkap kolam infinity kecil berisi ikan-ikan Koi. Ia cukup kagum karena padu padan kontemporer minimalis cukup sulit untuk berikan kehangatan diluar keheningan ala Zen yang dikejar. Arsitek dan Desainer rumah ini pasti penuh pengalaman sehingga bisa mencapai keseimbangan tersebut. Rifky harus cari tahu dari atelier mana mereka.

"Ismaya cantiiik, Nami Nami dateng!" seru Namira keras sambil berlari kecil menapaki tangga menuju lantai dua.

Rifky tersenyum. Namira sering bercerita tentang adiknya yang masih balita. Dari caranya bercerita, Rifky yakin Namira sayang sangat pada Ismaya. Suara sapaan seorang wanita membuat Rifky menoleh. Didapatinya seorang wanita bergaya glamor yang berpakaian seksi. Namira bilang ibu tirinya selalu memilih gaya berpakaian lekat badan alias ketat selalu apapun situasinya termasuk di Hari Raya. Rifky sedikit terkejut sewaktu wanita itu langsung mengalungkan lengan pada lengan Rifky.

"Aduh, aduh, maaf ya. Gimana sih Namira? Kok dicuekin gini? Enggak sopan."

Rifky meringis, "Nami ke atas, mau ketemu Ismaya katanya."

"Masa? Eh, tuh anak ya. Bukannya kasih salam dulu sama Bundanya ya. Dasar. Ya udah, kamunya ikut Bunda dulu. Masuk yuk, duduk dulu."

Rifky tidak bisa menolak saat dirinya ditarik dan didorong duduk di sofa besar.

"Ini Ayah mana ya? Gimana sih, ada tamu kok enggak disambut. Sebentar, sebentar. Ayaaah?"

Rifky tersenyum santun. Perempuan itu tertawa kecil padanya lalu kembali memanggil beberapa kali. Tidak mendapat sahutan, ia kelihatan sedikit sebal.

"Tunggu dulu ya, Bunda panggilin dulu." katanya membalik badan.

Baru dua langkah ia kembali berbalik dan bertanya pada Rifky,

"Kamu mau minum apa?"

Rifky baru mau buka mulut menjawab, tetapi sang Ibunda memotong.

"Smoothies? Juices? Cocktails?"

Rifky baru mau tersenyum dan istri ayah Namira sudah keburu bicara lagi.

"Bunda tadi bikin Almond Milk Honey. Mau?"

Rifky membuka mulut hendak meminta air putih. Itu cukup untuknya.

"Enggak suka? Kamu sukanya apa? Oh, apa kita langsung minum wine sekarang aja?"

Rifky menahan nafas, "Saya nyetir sendiri, Tante."

Ibunda itu menatap Rifky terkejut dan berkedip-kedip beberapa kali, "Enggak ada supir?"

Rifky tersenyum saja. Lalu, sebelum wanita itu kembali bicara, Rifky mengambil alih.

"Air putih cukup, Tante."

Ibunda Ismaya mengangguk-angguk sambil memandangi Rifky dan kelihatan berpikir. Membuat Rifky canggung. Wanita itu pun menyadarinya kemudian ia tiba-tiba mencetus.

"Oh, iya, air putih ya. Memang paling pas buat diminum kalau haus."

Rifky terdiam dan bingung mau merespon macam apa, "Iya, Tante."

Wanita itu tersenyum-senyum kemudian masuk ke dalam. Rifky meringis sendiri mencoba membayangkan akan seperti apa makan malam ini berlanjut. Satu yang pasti, Rifky tahu wanita itu akan mendominasi percakapan. Suara gelak bocah kecil dan Namira terdengar. Rifky melihat Namira tengah menggendong seorang balita yang tertawa-tawa memandangnya. Rifky tertular senyum mereka.

"Nami Nami, plane!"

Namira mengangguk lalu memposisikan Ismaya telungkup seraya ia menirukan suara dan gerak pesawat. Bocah kecil itu merentangkan tangan juga tertawa lebar memamerkan gigi-gigi mungilnya. Rifky mendapati garis wajah Namira di situ. Sejenak mereka tergelak ceria kemudian Ismaya menyadari kehadiran Rifky. Ia menoleh pada Namira.

"Capa?"

Namira tersenyum lembut dan menyudahi permainannya dengan Ismaya. Dibawanya Ismaya duduk bersama di sebelah Rifky.

"Capa hayooo?"

Ismaya berpikir, menggoyangkan kepalanya, melirik Rifky berulang kemudian memandang Namira jahil, "Pacal Nami Nami ya?"

Namira membeliak, "Eh, kok pinter?"

"Nda dari kemarin kasih tau Nami Nami mau pacalan di umah."

Namira tertawa kering sambil menoleh pada Rifky supaya Ismaya tidak menangkap sedikit sebal yang muncul.

Ismaya tersenyum-senyum kemudian memandang Rifky, "Name, please?"

Rifky sekarang yang membeliak dan tertawa gemas, "My name is Rifky. Nice to meet you, Ismaya."

Ismaya tersenyum dan bertingkah bak princess, meluruskan punggung lalu menggerakan tangan mengibas rambut ikalnya yang tergerai, "Nice to meet you too, Ipki."

Rifky tersenyum menjawil pipi gembilnya lalu memandang Namira, "You are blessed."

Namira tersenyum tipis dengan perasaan membuncah. Senyumnya damai kemudian ia mengangguk. Kekasihnya benar, ia memang diberkahi banyak hal walau tak punya satu hal terpentingnya.

"So do I. Makasih udah jadi pacar aku," lanjut Rifky pelan.

Lihat selengkapnya