"Gue gak akan berhenti berjuang sampai lo bener-bener bisa jadi milik gue"
⭐⭐⭐
"Gue mau lo jadi pacar gue," pinta Rey dengan wajah santainya. Shillda hanya bisa melongo setelah mendengar permintaan dari Rey.
"Lo pasti udah tau kan jawaban dari gue?" tanya Shillda berusaha bersikap biasa saja untuk menyembunyikan keterkagetannya.
Rey mengangkat sebelah alisnya lalu menatap Shillda dengan tatapan bertanya. "Jawaban apa?" tanya Rey sambil menunjukkan wajah polosnya.
"Gue gamau jadi pacar lo!" tegas Shillda dengan penekanan pada setiap kata.
"Emangnya gue bilang kalau gue butuh jawaban dari lo?" tanya Rey lagi. Shillda terdiam sembari menatap Rey dengan amarah yang sudah memuncak.
"Shillda, omongan gue tadi adalah sebuah pernyataan bukan pertanyaan. Jadi, gue gak butuh jawaban apapun dari lo," lanjut Rey.
Melihat Shillda yang sudah tidak bisa berkutik lagi membuat senyum kemenangan terlihat jelas di wajah Rey. Ternyata, memancing perhatian Shillda tidak sesulit yang Rey pikirkan.
"Ada yang mau lo omongin lagi? Kalo enggak, gue mau balik ke kelas." Rey membalikkan badannya hendak pergi. Namun, belum sempat dia melangkah, Shillda sudah terlebih dahulu menahannya dengan menggenggam tangan Rey.
"Lo gak boleh pergi," gumam Shillda sambil melepaskan genggaman tangannya. Rey kembali membalikkan badan lalu menatap tepat pada kedua bola mata Shillda.
"Lo gak punya hak buat ngelarang gue pergi," ujar Rey sambil melipat kedua tangan di depan dada.
Kilat kemarahan sudah terlihat dari balik bola mata Shillda. Tatapannya kembali tajam menusuk seakan sudah siap siaga untuk mengibarkan bendera perang saat ini juga.
"Dan lo juga gak punya hak buat ngambil HP gue," balas Shillda tidak mau kalah. Rey tersenyum miring setelah sadar bahwa dia telah membangunkan singa yang sedang tertidur.
"Siapa suruh lo nyimpen HP sembarangan?!" tanya Rey tidak kalah nyolotnya dengan Shillda.
"Dan siapa suruh lo ngambil barang yang udah jelas bukan milik lo?!" tanya Shillda berhasil membuat rahang Rey mengeras. Ternyata menghadapi Shillda dengan sifat dinginnya benar-benar sebuah tantangan yang sulit.
Setiap perdebatan akan selesai jika ada salah satu pihak yang mengalah. Tapi, untuk perdebatan antara Rey dengan Shillda sepertinya tidak akan ada kata 'selesai' karena mereka sama-sama egois, sama-sama tidak mau mengalah.
"Kenapa lo diem?! Udah sadar kalo lo salah?!" cerca Shillda.
"Iya, gue minta maaf." Shillda menaikkan sebelah alisnya. Sejujurnya dia sedikit curiga kepada Rey yang tiba-tiba mengalah. Rey mengeluarkan sebuah benda pipih dari dalam saku celananya lalu memberikan benda tersebut kepada Shillda.
"Sekali lagi gue minta maaf," ungkap Rey. Setelah Shillda menerima ponsel miliknya kembali, Rey langsung melangkah pergi.